Masukan nama pengguna
Di bawah sorot sinar rembulan yang merangsak masuk menembus celah rimbunnya pohon kelengkeng. Di bawah pohon itu, terdapat tiga pemuda tengah duduk melingkar di depan bara api unggul. Kepulan asapnya menggumpul ke langit, bersamaan dengan obrolan ketiganya yang menguap tak tentu arah.
Dari nada suaranya, terdengar jelas seperti menyimpan suatu resah dalam jiwanya.
"Mau sampai kapan coba kita bergantung kepada kedua orang tua?" Irfan Hamdani memulai sebuah obrolan.
"Iya, terkadang aku juga kepikiran seperti itu," sahut Asep Somantri.
"Kamu gak kepikiran seperti itu Kucrit?" tanya Irfan.
"Engga sih engga terlalu," jawabnya.
"Lah, Si Kucrit ditanya, orang bapaknya punya tokok di mana-mana," timpal Somantri.
"Apa sih, tetep aja aku juga harus mandiri," sela Kucrit membela diri.
Getaran suara ketiga pemuda itu, begitu pun dengan postur tubuhnya nampak masih berusia dua puluh tahunan. Dan mungkin mereka sebaya.
"Oh iya, kalian pernah bertanya tidak pada diri sendiri mengapa kita bertiga lahir di Desa bernama Gunung Larang?" kata Kucrit berusaha mengalihkan pembicaraan.
Mendengar itu, kedua sahabatnya seling memandang lalu mengatakan, "Tidak," jawab keduanya menggelengkan kepala.
"Seperti aku punya ide, agar kita punya penghasilan mandiri," jelas Kucrit meyakinkan.
"Apa idenya?" kedua sahabatnya penasaran.
"Jadiii..."
Di lain sisi, masih di malam yang sama, di suatu tempat berbeda, lebih tepatnya di sebuah apartemen mewah lantai lima puluh, Jakarta Pusat.
Di sana, di apartemen itu. Tinggal seorang diri, perempuan berparas daun talas, dengan lesung pipi sebagai pemanis ketika ia tersenyum.
Ia, perempuan itu berambut ikal sebahu dan sedikit polesan cat rambut berwarna coklat. Sungguh membelainya menjadi niat tangan para lelaki.
Dari perempuan itu juga terpancar aura seorang anak yang lahir dari keluarga sangat berada. Nampak jelas dari kulit wajahnya, seputih susu kambing perah. Ia, perempuan itu memang layak dijuluki sebagai betina pandai merawat diri.
Dan jika indra penciuman masih berfungsi, dari tubuhnya. Perempuan itu, mengeluarkan semerbak wewangian asing yang elegan. Aromanya, jika sampai terhirup akan melekat kuat di ujung hidung hingga kebawa mimpi, membius.
Sungguh perempuan itu, idaman tidak hanya bagi para lelaki. Tapi juga bagi para perempuan bertubuh sintal yang menghayalkan, bangun tidur langsung langsing tanpa olahraga. Perempuan itu pinggangnya mirip penari balet.
Sedangkan buah dadanya mengembang sempurna mirip roti panettone Italia, sangat indah. Dan tanpa melebihkan sedikit pun bahwa betis kaki perempuan itu, sangatlah mulus dan indah, mencoba mengelusnya tidak takut menyentuh bekas luka. Tapi turut membangunkan gairah seorang lelaki dewasa.
Malam itu, ia tengah merebahkan diri di atas sebuah kasur dengan pakaian mininya. Ia terlihat bersandar pada headboard sambil bermain handphone. Raut wajahnya kusut tapi tetap mempesona.
Anehnya, ibu jarinya bergerak tidak biasa. Ibu jarinya dengan cepat bergerak meng-scroll reel di instagram. Ia seperti tengah mencari sebuah referensi tapi mungkin melenyapkan kegelisahan dalam dirinya.
Namun tiba-tiba ibu jarinya berhenti, kedua alisnya pun mengerut, tapi handphone masih dalam genggamannya, ia seakan tengah mempertimbangkan sesuatu.
Ia kemudian mencari sebuah foto miliknya di galeri, berniat untuk mengunggahnya. Namun sebelum itu, ia kedapati mengetik sebuah caption bertuliskan, 'Aku memang sudah tidak menarik lagi buat kamu ya?' Ia pun lantas memposting foto tersebut pada akun instagram miliknya yang ia berinama 'Annisa Anatasya'. Sebuah nama yang sesuai dengan akte kelahirannya.
Foto selfie dirinya yang berpose cukup cute itu, berlatar sebuah cafe mewah mungkin itu salah satu cafe di Jakarta.
Tapi yang jelas, Annisa malam itu sebenarnya tengah dalam keadaan mendung. Ia baru berantem hebat dengan calon suaminya tiga hari lalu. Keduanya berselisih paham tentang tema foto prewedding untuk menyambut hari pernikahan.
Annisa menginginkan foto prewedding outdoor berlatar sebuah pegunungan di Himalaya. Tapi calon suaminya Robert tidak menyukai hal itu. Robert menginginkan foto prewedding di studio, alasannya karena ia cukup sibuk dengan jadwal kerjaan. Meninggalkan pekerjaan hanya untuk foto prewedding di pegunungan Himalaya baginya itu buang-buang waktu saja.
Annisa tidak menyukai sikapnya itu, bagi Annisa moment sebelum pernikahan itu jelas-jelas harus terabadikan. Bagi Annisa foto prewedding itu mengandung sebuah spirit dalam membangun bahtera rumah tangga kedepannya. Dan foto prewedding di pegunungan Himalaya memiliki arti tersendiri.
Tapi Robert waktu itu, mengeluarkan perkataan tidak mengenakkan ketika berselisih. Yang membuat Annisa enggan kembali menemuinya, tidak juga mau menghubunginya, dan sejak pertengkaran itu terjadi, tidak ada yang berani memulai lebih dulu untuk menjali komunikasi, keduanya memendam ego sendiri.
Robert ada bilang ketika itu, "Kalau kamu mau segera aku nikahi, jangan bikin ribet deh. Atau aku mencari perempuan lain," Robert mengatakan itu waktu berselisih, mengancam dan membuat Annisa terdiam.
Annisa shok mendengar itu, karena terdengar serius, perasaannya yang lembut terlukai. Dan tanpa pikir panajang Annisa pergi meninggalkan Robert. Tapi Robert tidak berusaha mengejarnya, kemudian meraih tangannya dan berkata, "Sayang maafkan perkataan ku," inginnya Annisa, Robert ada melakukan upaya itu, tapi ini tidak.
Itu yang membuat Annisa menduga, "Mungkin Robert sudah tidak mencintai dirinya lagi." gumam Annisa sambil berlalu meninggalkan Robert di sebuah cafe yang menjadi latar belakang foto selfie Annisa, yang ia unggah itu tadi.
Itulah alasan mengapa Annisa memposting foto tersebut pada akun instagram miliknya. Ia berharap, Robert ada menyematkan sebuah komentar pada foto tersebut atau lebih dari itu, menelponya untuk menemui dirinya di apartemen. Annisa mengharapkan hal itu terjadi. Hingga akhirnya, ia tertidur pulas di atas kasur karena lelah menunggu keajaiban itu terjadi.
Keesokan harinya, di saat sinar mentari terbit secara perlahan di arah timur. Annisa Anatasya pun secara perlahan mulai membuka pelupuk matanya. Bulu matanya yang lentik merekah, seperti seekor burung merak marah mengembangkan ekornya yang cantik. Bola matanya yang coklat mulai nampak keindahannya, ia baru kembali dari dimensi lain.
Dan hal pertama yang Annisa cari adalah handphone miliknya, "Handphone ku di mana?" mulut mungilnya berucap pelan.
Tapi seketika raut wajahnya merenggut, Annisa kesal. Ia tidak menemukan notifikasi di instagram dari Robert, tidak juga ia menemukan panggilan masuk darinya. Robert, "Apakah ia serius dengan perkataannya itu?" Annisa bermonolog dalam batinnya penuh cemas.
***
Ide serta gagasan Kucrit satu tahun lalu tentang upaya mencapai kemandiri finansial. Jusrtu malah mengantarkan dirinya dan kedua sahabatnya Irfan Hamdani begitu pun Asep Somantri masuk penjara.
Di ruang penyidik Polres Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Ketiga anak muda itu terlihat menundukkan kepala. Seorang pria tinggi tegap, terpampang pada name tagnya bertuliskan, 'Bambang Wijayayanto' kedapati tengah mengintograsi ketiga pemuda itu.
Pak Bambang menanyakan, "Apa alasan saudara melakukan perbuatan ini? Ya kamu yang rambut pirang jawab." Telunjuk itu mengarah kepada Kucrit.
"Aku melakukannya karena nafsu, perempuan itu sungguh cantik." Jelas Kucrit.
"Kemudian kamu apa alasanmu?"
"Aku pun sama pak, aku meyukai perempuan itu kulitnya putih seperti susu kambing perah," jawab Asep Somantri lugas.
"Kamu?"
"Aku pak?"
"Ya, kamu siapa lagi, kan kamu yang melakukan ini semua. Apa alasan mu?"
"Kalau aku, memang yang terakhir pak setelah kedua temanku. Awalnya aku tidak berniat melakukannya, namun setelah melihat kedua temanku, rasa kepingin itu ada, burung ku berdiri pak."
Ketiga pemuda itu ditangkap polisi karena sebelumnya mendapatkan laporan dari seorang perempuan berambut ikal sebahu menangis histeris di kantor polisi.
Malam itu sekitar pukul 23:40 WIB. Di tengah cuaca Kabupaten Majalengka sedang diguyur hujan. Sebuah mobil berwarna hitam pajero sport melaju menembus derasnya hujan.
Dari arah Gunung Larang itu, mobil hitam tersebut kemudian masuk ke gerbang Polres Majalengka. "Dengan siapa ini dan ada keperluan apa?" Tanya petugas SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu).
Perempuan itu menangis hebat, "Saya Annisa Anatasya, saya diperkosa pak," Annisa menangis tersedu-sedan di ruang SPKT Polser Majalengka.
"Boleh diceritakan kronologi kejadiannya nenk Annisa?" tanya petugas itu.
Dengan suara lirih, Annisa mulai bercerita;
"Awalnya...," ucap Annisa terbata seperti sedang mengumpulkan kekuatan untuk memulai cerita.
"Okee, lalu?" sahut petugas.
"Saya cemburu kepada calon suamiku yang dua bulan lagi kami mau menikah. Suami saya Robert namanya pak, sebelumnya kami ada berantem hebat tentang tema foto prewedding. Semenjak perdebatan itu, kami berdua tidak ada komunikasi selama satu bulan. Tiba-tiba setelah saya menghubunginya, karena saya merasa masih sayang padanya. Ia, Robert calon suami ku secara tiba-tiba memposting foto dirinya bersama seorang perempuan yang saya tidak mengenalnya," Annisa mulai meninggi nada suaranya. Nafasnya pun mulai naik turun, terlihat dari hidungnya mengembang dan mengempis seakan ia tengah mengeluarkan amarah.
Annisa melanjutkan kembali ceritanya, 'Waktu itu , saya begitu kalap hendak ke mana melampiskan kekesalan yang terpendam dalam dada ini. Hingga saya menemukan sebuah konten di instagram. Konten itu, seolah meyakinkan saya untuk dapat membalaskan dendam kepada Robert calon suami dan perempuan itu. Itulah, yang melatar belakangi saya ada di sini.'
Sabtu pagi, saya dari Jakarta berangkat ke Gunung Larang untuk menemui Aki Larang. Tujuan saya satu, membuat Robert merasakan rasa sakit sebagaimana saya merasakan sakit, telah menjaga perasaan demi dia tapi lelaki sialan itu...,Dia selingkuh.
Saya diarahkan setelah sebelumnya menghubungi nomor kontak yang tertera di akun instagramnya. Katanya, "Neng Annisa jika ingin ke sini untuk membalaskan dendam. Sebelumnya harus membawa foto orang bersangkutan, beserta sejumlah uang." Saya pun membawa foto calon suami saya beserta uang.
"Berapa uang neng Annisa bawa?"
"300 Jt, karena memang saya saking sakit hatinya. Ingin dia calon suami saya meninggal dunia."
Hujan deras di luar, tidak menyurutkan perempuan berambut ikal itu menyelesaikan kronologi kejadian yang menimpa dirinya. Hingga ia harus pulang ke hotel tempat ia menginap, pagi dini hari.
Keesokan harinya, pihak kepolisian menelusuri wilayah pemukiman di bawah kaki Gunung Larang. Dan mencari ketiga pemuda yang perempuan berambut ikal itu terangkan.
Nyatanya, tidak butuh waktu lama pihak kepolisian menemukan keberadaan ketiga pemuda itu. Dan siang itu juga ketiga pemuda itu dibawa ke kantor polisi.
Annisa pun segera bergegas menemui ketiga pemuda itu. Di kantor polisi, setelah Annisa melihat dengan mata kepala ketiga bajingan itu, Annisa langsung menamparnya.
"Sialan kalian...," Annisa menampar keras ketiga pemuda itu. Tamparan itu nyatanya tidak sesakit yang Annisa rasakan, ia harus kehilangan kehormatan dan kesuciannya karena ulah ketiga pemuda itu.
"Kalian...," Annisa geram namun ia hanya bisa menangis, ia tak kuasa menahan rasa sakit seorang diri.
Petugas kepolisian membawa ketiga pemuda itu ke ruangan penyidik. Annisa hanya bisa menangis, dan ditenangkan oleh petugas polisi perempuan.
Di ruang penyidik, ketiga pemuda itu ditanyain satu persatu. Kucrit yang memiliki ide berusaha menjelaskan secara kopratif.
'Kami anak desa dan sulit mendapatkan uang. Hasil panen terkadang tidak menentu karena pengaruh hama. Akhirnya, kami mencoba peruntungan lain membuat konten di semua sosial media Youtube, Facebook, Instagram, dan Tiktok. Konten itu memuat aktivitas Aki Larang di Gunung Larang yang memiliki kesaktian. Itu diperankan oleh Irfan karena ia tinggi besar. Saya yang mengambil gambar kemudian Somantri membantu saya.'
'Niat awalnya kami hanya ingin mendapatkan uang dari iklan adsen dan hadiah dari orang lain yang suka kepada konten kami. Namun secara tidak terduga setelah satu tahun ngonten, neng Annisa dari Jakarta mengirim pesan. Katanya, "Aki Larang bisa guna-guna seseorang tidak?" kami mengira ini hanya pesan candaan karena memang kami buat konten untuk hiburan. Kami jawab, "Bisa kapan harus dieksekusi."
'Neng Annisa pun kembali membalasnya, "Secepat mungkin sebelum bulan delapan, apa yang harus dipersiapkan?" neng Annisa memilih bulan delapan karena katanya itu adalah hari kelahiran Robert dan sekaligus pernikahan mereka berdua harusnya di bulan itu.'
'Kami mulai merasa neng Annisa serius, dan kami memang sedang butuh uang, kami ngonten untuk uang pak. Kami pun membalasnya secara serius, "Sediakan foto orang itu dan hadiah untuk Aki Larang." Kata kami. "Berapa hadiahnya?" neng Annisa menanyakan itu. "Tiga ratus juta jika orang itu ingin segera mati," kata kami.'
'Selang tiga hari, neng Annisa ada kembali menghungi. Kami pun cukup kaget, ternyata neng Annisa benar-benar serius ingin menghabisi calon suaminya. Kami mengira itu hanya iseng saja. Kemudian kami pun mempersiapkan segala sesuatunya demi uang itu.'
'Waktu neng Annisa datang itu malam jam 21:15 WIB, ia datang seorang diri. Setelah ritual pura-pura yang kami perlihatkan. Irfan Hamdani bilang, "Sekarang pulanglah, besok ia akan mati." Neng Annisa pun pulang dan menyerahkan tas koper berisi uang tiga ratus juta.'
'Namun kecantikan neng Annisa membuat kami bertiga kehilangan kesadaran. Ketika neng Annisa hendak pulang, kami menyergapnya. Menutup mulutnya, dan membawanya ke sebuah semak-semak yang jauh dari pemukiman warga. Kami melakukannya di situ pak.'
Kucrit pun mengakhiri ceritanya, dengan penuh penyesalan yang mendalam, "Kami merasa menyesal atas perbuatan kami pak."
"Baik, kalian bertiga siang ini tidak boleh pulang. Kami telah menemukan barang bukti tindak pidana pemerkosaan dan penipuan yang kalian bertiga perbuat."
Ketiga pemuda itu, hanya bisa pasrah dan menundukkan kepalanya. Menyadari kesalahan yang mereka perbuat.