Flash
Disukai
0
Dilihat
4,395
Gadis Penanam Bunga
Religi

Di lereng sebuah bukit, hiduplah seorang gadis kecil bernama Selina yang tinggal di gubuk sederhana bersama ibunya yang penjual buah-buahan. Setiap hari ibunya pergi ke pasar untuk menjual beraneka jenis buah. Saat pulang dari pasar, ibu sering membawa bunga yang ia temukan di perjalanan. Kadang, ibu juga membawa bunga beserta pohonnya, lalu ia berikan pada Selina.

“Kau tanamlah pohon-pohon bunga ini di sekitar rumah kita,” kata ibu.

Selina menurut. Ia menanam beraneka jenis pohon bunga itu di tanah sekitar rumahnya. Selina merawat pohon-pohon bunga itu dengan telaten, sehingga dapat tumbuh dengan baik.

Beberapa tahun kemudian, tanah di sekitar rumah mereka telah penuh dengan pohon bunga. Bunga-bunga telah bermekaran dan menyebarkan bau yang harum, sehingga pemandangan di lereng bukit itu menjadi sangat indah dan nyaman. Dan, Selina pun telah tumbuh menjadi gadis remaja. Ia ingin membantu ibunya mencari uang.

“Ibu, bagaimana kalau Selina menjual bunga-bunga itu ke pasar?” tanya Selina.

“Baiklah. Ibu akan membantu kau memetiknya,” jawab ibu.

Esok harinya, pagi-pagi sekali, Selina telah berangkat ke pasar. Ia menggendong keranjang di punggung yang penuh bunga beraneka warna. Tetapi, tak satu pun bunga yang terjual. Orang-orang di pasar menertawakan Selina karena menjual bunga.

“Di kebunku pun ada beberapa pohon bunga. Untuk apa aku membeli bunga padamu?” kata seorang pengunjung pasar.

Selina pulang dengan menundukkan kepala dan melangkah lesu. Selina sedih karena tak bisa membantu ibu mencari uang.

Di perjalanan pulang, Selina melihat rombongan kereta kerajaan. Kereta itu berhenti di dekat Selina. Dari pintu kereta, keluarlah seorang puteri. 

“Apakah semua bunga ini milikmu?” tanya Tuan Puteri.

“Benar, Tuan Puteri. Hamba menanamnya di sekitar rumah hamba. Hamba hendak menjualnya, tetapi tak satu pun bunga yang terjual, Tuan Puteri,” kata Selina.

Tuan Puteri yang memang menyukai bunga-bunga, lalu membeli semua bunga yang dibawa Selina. Tuan Puteri memberikan sepuluh keping uang emas pada Selina.

“Oh, banyak sekali. Semua bunga saya ini berharga sepuluh keping uang perunggu saja, Tuan Puteri,” sahut Selina.

“Tak apa. Terimalah. Baiklah, aku akan melanjutkan perjalanan pulang ke istana. Oh ya, Siapa namamu dan tinggal di mana?” tanya Tuan Puteri.

“Nama saya Selina, Tuan Puteri. Saya tinggal di lereng bukit, di selatan kampung ini,” jawab Selina.

Selina pulang dengan hati gembira. Selina menyerahkan sepuluh keping uang emas itu pada ibunya. Ibu terkejut sekali, karena baru kali ini memegang uang emas yang hanya dimiliki orang-orang kaya. Biasanya, ibu hanya memiliki uang perunggu, uang yang biasa dimiliki orang-orang miskin.

“Oh, terima kasih, Tuhan,” ucap ibu, lalu ia berkata pada Selina: “Uang ini terlalu banyak buat kita. Kita harus membaginya dengan orang lain. Meski kita miskin, kita tetap harus bersedekah. Besok, kau berikan sembilan uang emas ke panti asuhan. Untuk kita cukup satu keping uang emas saja,” kata ibu.

“Baik, Ibu,” jawab Selina.

Esok paginya, Selina pergi ke panti asuhan memberikan sembilan keping uang emas.

“Oh, terima kasih, Nak Selina. Sampaikan juga terima kasih kami pada ibumu yang dermawan. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian hari ini,” kata ibu pengasuh panti asuhan.

Hari berganti hari. Suatu hari datanglah seorang pengawal istana ke rumah Selina. Pengawal ini diutus oleh Tuan Puteri untuk memesan aneka jenis bunga pada Selina.

“Tuan Puteri akan mengadakan festival bunga. Akan banyak benda-benda dan kereta berhiaskan bunga pada festival itu. Tuan Puteri membutuhkan banyak sekali bunga. Apakah kau bisa memenuhi permintaan Tuan Puteri?” tanya pengawal.

“Akan saya usahakan, Tuan Pengawal,” jawab Selina.

“Besok, akan datang lima gerobak untuk mengangkut semua bunga-bungamu,” kata pengawal, lalu pamit hendak pulang.

Begitulah, keesokan harinya, pengawal itu datang membawa lima gerobak untuk mengangkut aneka jenis bunga dari kebun di sekitar gubuk Selina. Sebelum kembali ke istana, pengawal itu memberikan sekantung uang emas pada Selina.

Selina memberikan sekantung uang emas itu pada ibunya. Hari ini sungguh membahagiakan. Selina dan ibu saling berpelukan dan air mata mereka menetes karena begitu bahagia.

“Itulah balasan bila kita gemar bersedekah, anakku. Tuhan akan membalasnya dengan berlipat-lipat,” kata ibu.

Seperti biasa, ibu menyuruh Selina ke panti asuhan. Kali ini Selina memberikan sembilan keping uang emas pada panti asuhan itu.

“Oh, apakah semua ini mimpi? Hari ini kau memberikan sembilan keping uang emas? Kau dan ibumu tinggal di gubuk, tetapi kalian memberikan uang emas pada kami. Sungguh mulia hati kalian,” kata ibu pengasuh panti asuhan.

Beberapa hari kemudian, ibu pengasuh panti asuhan datang bersama puluhan anak panti asuhan dan beberapa tukang bangunan.

“Oh, selamat datang di gubuk kami,” kata Selina menyambut kedatangan mereka.

“Ada apa ini? Mengapa ibu pengasuh datang beramai-ramai ke gubuk kami yang jelek ini?” tanya ibu Selina.

Ibu pengasuh panti asuhan tersenyum, lalu berkata: “Kami ingin membalas kebaikan kalian. Hari ini kami membawa beberapa batang kayu dan bahan bangunan lain. Kami ingin memperbaiki rumah ibu dan Selina.”

Kemudian anak-anak dan beberapa tukang bangunan mulai memperbaiki gubuk Selina. Mereka bekerja dengan hati riang. Beberapa hari kemudian gubuk Selina telah berubah menjadi rumah kayu yang layak huni. Selina dan ibunya pun menjadi orang yang dihormati, karena kegemaran mereka bersedekah. ***

Batang, Jawa Tengah, 2023

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)