Masukan nama pengguna
Namanya terdengar memang sangat aneh, yaitu Toko Bunga Bernama Luka. Di kota kecil ini, orang-orang biasanya menamai tokonya dengan hal-hal yang manis atau romantis: “Mawar Cinta,” “Aroma Bahagia,” atau “Peluk Bunga.” Akan Tetapi tidak dengan toko kecil yang berada di ujung gang sempit yang satu ini. Namanya justru begitu terdengar sangat sedih dan membawa Luka.
Kata orang, luka itu harus segera disembuhkan. Tapi buatku, luka itu cuma butuh untuk ditemani. Dan pada akhirnya... sampai dia akan sembuh dengan sendirinya.
Aku telah mengenal lama, toko itu di hari yang paling menyebalkan dalam hidupku. Bayangin, di hari ulang tahunku yang ke-27, aku malah diputusin pacarku yang udah aku bela-belain dalam waktu tiga tahun. Dan apa Alasannya? Kata dia “udah gak yakin untuk dilanjutkan bersama-sama lagi.”
Udah... Begitu doang katanya. Aku yang biasanya selalu tenang malah jadi meledak. Tapi setelah nangis berjam-jam, ngabisin tisu sekotak, dan dengerin lagu galau semalaman, aku bangun pagi dengan perasaan kosong.
Pagi itu, tanpa arah, aku jalan kaki muter-muter kompleks. Dan entah gimana, aku pun telah sampai di sebuah gang sempit yang belum pernah aku lewatin. dan di ujung gang itu, berdiri toko bunga kecil dengan nama yang terdengar sangat... aneh.
"Toko Bunga Bernama Luka."
Serius, siapa sih yang ngasih nama toko kayak gitu? Tapi, mungkin karena aku juga lagi terluka, aku malah tertarik untuk masuk.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar bunyi suara lonceng kecil di atas pintu yang begitu nyaring banget. Tak lama kemudian, Aku merasakan ada Aroma Bunga yang seakan langsung menyambutku. Aromanya begitu lembut, segar, dan... entah kenapa, sangat menenangkan.
Toko itu sangatlah mungil akan tetapi dalamnya begitu rapi. Bunga-bunganya pun disusun dengan cantik, tapi warnanya itu gak secerah toko bunga pada umumnya. Banyak sekali warna lembut, pastel, bahkan pucat.
“Selamat datang,” ucap suara pelan dari balik meja.
Aku yang mendengar suara itu pun langsung menoleh. Ternyata ada seorang perempuan yang berdiri di sana. Usianya mungkin gak terlalu jauh berbeda dariku. Rambutnya dikuncir, pakai sweater krem longgar, dan wajahnya... kalem banget. Jika dilihat-lihat sepertinya ada sesuatu dari matanya yang bikin aku merasa dia itu sangat paham apa rasanya patah hati.
“Namanya... Terdengar begitu unik ya?” aku coba buka percakapan sambil celingukan.
Dia tersenyum tipis. “Biar orang tahu, gak semua bunga itu datang untuk merayakan. Kadang juga... untuk saling menguatkan.” terdengar dengan nada suara yang begitu lembut.
Kalimatnya itu sangatlah menghantam.
Aku gak tahu kenapa aku tiba-tiba langsung cerita. Mungkin karena dia bukan temanku, bukan keluargaku, jadi aku kira dia gak akan nge-judge aku. Lalu, Aku duduk di bangku kecil yang terletak dipojok toko dan mulai ngomong—tentang mantan, ulang tahun, dan rasa bodoh karena terlalu percaya.
Dia berdiri sambil dengerin aku cerita, lalu berjalan ke rak paling pojok sambil ngerangkai bunga. Dia gak nyela sedikitpun, dan gak kasih saran yang sok bijak, Akan tetapi cuma mendengarkan saja.
“Kalau aku mau bunga yang bisa nemenin aku sekarang, kamu akan pilihkan yang mana?” tanyaku setelah bercerita sangat lama.
“Nah, ini dia bunga nya,” katanya setelah beberapa saat, sambil nyodorin satu buket kecil untuk ku.
“Ini Buket buat kamu.” ujar nya dengan begitu lembut sambil tersenyum tipis padaku.
Kalau dilihat-lihat Bunganya itu sangat begitu sederhana. Memiliki kombinasi bunga peony putih, lavender, dan hydrangea biru pucat. Warnanya ternyata begitu kalem banget, tetapi... Sangat lah hangat.
“Kenapa, kamu memberikan bunga ini padaku?” tanyaku dengan ekspresi begitu bingung.
“Peony putih buat harapan baru, lavender buat ketenangan, hydrangea buat melambangkan ketulusan dan permintaan maaf yang mendalam. Tapi juga memiliki kesedihan yang begitu tenang. Dia gak terlalu keras, tapi tetap bisa bertahan.” jawab nya dengan tersenyum manis.
Seketika, Aku yang mendengar nya pun langsung tidak bisa menahan air mataku yang keluar begitu aja. Tapi anehnya, aku itu gak merasakan malu sedikitpun.
“Aku harus bayar berapa ini?” tanyaku dengan ekspresi yang begitu sedih.
Lalu, Dia pun menggeleng. “Untuk hari ini...Gratis. Anggap saja bunga ini lah teman baru mu. Toko ini memang berdiri buat orang-orang yang lagi terluka atau patah hati. Satu bunga ini... buat satu hati yang lagi berjuang.”
Aku mengangguk pelan. “Makasih, ya.” dengan nada suara berat.
Dia hanya mengangguk kembali, lalu kembali ke mejanya.
Semenjak hari itu, aku pun jadi sering untuk datang ke sana. Kadang aku disana cuma duduk, membantu bungkus bunga, mengobrol tentang hidup, diam, dan kadang cuma membeli satu tangkai mawar putih untuk diriku sendiri.
Setelah sekian lama, aku baru menyadari bahwa Nama pemilik toko bunga itu, Raya. dan ternyata, dia juga pernah mengalami patah hati yang lebih parah dariku. Tunangannya itu telah meninggalkan dia seminggu sebelum nikah. Sejak saat itulah, dia udah gak mau percaya lagi dengan yang nama nya cinta. Tapi daripada terus berlarut dalam kesedihan, ternyata dia sendiri lah orang yang telah bikin tempat toko bunga ini untuk semua orang yang lagi sedih.
Dalam beberapa tahun ini, hidupku pelan-pelan telah berubah. Luka itu, yang tadinya terbuka, sekarang mulai menutup pelan-pelan. Dan di tengah proses itu... aku malah merasakan jatuh cinta, tetapi bukan sama bunganya melainkan sama pemilik toko bunganya.
Awalnya aku merasa sangat begitu ragu. Takutnya dia itu belum bisa move on. Akan tetapi, waktu aku kasih dia satu tangkai mawar putih di ulang tahunnya itu, dia menangis sambil bilang. “Kayaknya, setelah sekian lama akhirnya aku bisa jatuh cinta lagi deh.” dengan ekspresi sedihnya itu.
Sekarang, Toko Bunga Bernama Luka ini udah mempunyai cabang lain. Gak cuma satu, tapi tiga cabang dan kami kelola dengan bareng-bareng.
Tak lama kemudian, Ternyata Ada begitu Banyak orang yang datang dengan hati yang hancur, lalu pulang sambil membawa setangkai bunga dengan penuh harapan. Kadang, mereka itu balik lagi dengan membawa kabar yang sangat gembira.
Karena ternyata, luka itu gak selalu harus bisa disembuhkan dengan cara tergesa-gesa. Kami gak pernah terlalu banyak bicara, tapi aku merasa toko itu telah mengubah cara pandangku soal kesedihan. Bahwa gak semua luka itu harus cepat-cepat segera diobati. Kadang, cukup diterima... dan ditemani. Dan pada akhirnya, seperti bunga juga yang bisa merasakan luka, lalu bisa mekar kembali.
---
Pesan Moral Cerita:
Luka dalam hidup itu gak selalu bisa disembuhkan dengan tergesa-gesa. Akan tetapi selama ada yang mau menemani, luka itu perlahan bakal bisa berubah menjadi kekuatan. Karena justru dari lukalah, kita bisa belajar untuk tumbuh, menerima, dan... memulai lagi.
Tamat.