Masukan nama pengguna
Kisah ini bermulai saat outbound penerimaan kelas 1 SMA. Ada sekitar 80 murid yang menghadiri acara ini, aku salah satunya. 10 murid kakak kelas dan 7 guru menjadi pendamping acara ini berlangsung. Kami semua akan tinggal di hutan ini selama empat hari tiga malam. Jauh dari keramaian kota.
Tenda-tenda besar sudah berdiri tegak saat kami hadir. Beberapa orang dengan baju putih-putih bertuliskan GreenBound menyapa kami saat tiba. Mereka sangat terlihat sebagai instruktur profesional untuk acara outbound. Salah satu dari mereka memb awa toa, memberi sapaan kepada kami dan meminta setiap anak murid kelas 1 SMA membuat barisan. Suaranya lantang dan tegas.
Dia sedikit menjelaskan tentang segala kegiatan yang akan dilakukan selama di sini. Dia juga menjelaskan tugas-tugas apa yang harus kami lakukan serta peraturan-peraturan yang tidak boleh dilakukan.
Ini kali pertama aku mengikuti acara ini. Menyenangkan tapi juga menegangkan.
Murid-murid di bagi dalam delapan kelompok, masing-masing memilki 10 anggota. Selama empat hari mereka saling bertanggung jawab satu sama lain. Jika terjadi sesuatu dengan satu anggota maka semuanya harus membantu. Setiap anggota diusahakan memiliki keseimbangan lima cowo lima cewe.
Setiap anggota sudah memiliki tugas masing-masing. Ada yang sebagai kapten dan wakil, mereka yang akan selalu berhubungan dengan instruktur outboud dan mendapatkan tugas bagi kelompok. Dua orang bertugas untuk mengambil barang-barang seperti kayu dan bahan makanan. Selama outbound kita bertugas untuk memasak makan siang kita sendiri. Ada dua orang bertugas untuk hal memasak. Satu sebagai seksi kebersihan, satu penjaga barang-barang kelompok, dua sebagai keamanan jika terjadi sesuatu yang tak terduga.
Perkenalkan anggota kelompok-ku. Kapten Andi, Lisa, Budi, Dido, Maria, Aisyah, Olin, Vincent, dan Kurnia.
Kami salah satu kelompok yang sangat kompak. Setiap tugas dan track yang diberikan berhasil kami selesaikan dengan sangat baik. Aisyah yang jago masak pun mampu membut bahan-bahan sederaha menjadi makanan restoran. Tapi lebih daripada itu outbound ini sangat menyenangkan. Setiap kegiatannya seru dan menantang. Kami sudah menjelajahi seperempat hutan dalam dua hari ini. Berbagai track yang biasa hingga yang paling sulit sudah dilewati. Spot-spot indah untuk melihat matahari terbit dan terbenam juga sudah didatangi. Itu semua bagian dari tugas yang diberikan intstruktur.
Sayangnya setiap malam cuaca selalu buruk. Hujan lebat, angin besar, udara sangat dingin. Kami selalu tidur dengan keadaan seperti itu.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Hujan masih turun deras meski angin sudah mulai mereda. Tiba-tiba bunyi sirene dari toa yang biasa dibunyikan ketua instruktur terdengar. Kaget. Semua bangun dengan keadaan bingung. Ada apa ini?
Semua disuruh bersiap-siap dan berkumpul di tempat biasa berbaris. Semua memakai jas hujan dan sepatu boot.
Ini malam terakhir outbound. Selalu ada yang special di hari terakhir. Itu yang sejak awal sudah diberitahu ketua dan sangat dinantikan kami semua. Tapi tidak menyangka bahwa yang spesial adalah jurit malam.
Intstruktur memanggil ketua dan wakil tiap kelompok maju ke depan. Mereka diberikan maps hutan dan dijelaskan tugas-tugas yang harus diselesaikan selama perjalanan. Tracknya sama seperti track yang biasa kita lalui selama ini, jadi sudah sangat mengingat setiap perjalanannya dengan baik meski dalam gelap.
Kelompok memulai perjalanannya satu-satu. Setelah mengambil nomor urut dan bersiap-siap akhirnya semua mulai perjalanan sesuai dengan maps yang diberikan.
Sebelum berangkat Andi sedikit memberikan intstruksi,
“Ini rute memang yang biasa kita lalui. Tapi situasinya beda sekarang. Jalanan licin dan becek. Jadi harus hati-hati. Jalan pelan-pelan. Saling memperhatikan. Kita akan ke pos-pos ini dan menyelesaikan misinya. Ada sepuluh pos, berarti ada 10 misi. Katanya di track bakal ada beberapa instruktur lain untuk kasih kita minum dan makanan, tapi untuk jaga-jaga kita siapin air minum sendiri, dan kalau ada cemilan bisa bawa, obat-obat juga. Kayaknya ini bakal selesai sampai subuh."
Semua langsung bergerak mengambil barang-barang yang dibutuhkan dan membawanya dalam ransel. Siap menjalani jurit malam ini.
Dalam perjalanan ke pos pertama, hujan mulai mereda. Hanya tinggal rintik-rintik. Sepertinya langit tahu, jerit malam ini akan sangat berat, sehingga ia berhenti menambah beban tersebut.
Dari jauh sudah terdengar teriakan beberapa murid.
“Lupa gw ini jurit malam. Hati-hati yang cewe tiba-tiba ada yang ngagetin dari kiri-kanan," kata Vincent mengingatkan. Tapi semua jadi parno. Dikit-dikit nengok kanan-kiri, dan belakang.
“Pada denger gak sih kalau kemarin ada yang terkunci gitu di kamar mandi. Padahal gak ada siapa-siapa," kali ini Budi yang bicara.
“Iya denger, dia sampai nangis minta tolong di kamar mandi. Kasihan nunggu ada kali 30 menit," Dido ikutan.
“Tapi beneran gak kedengaran suaranya dari tenda. Padahal kamar mandi cewek deket banget sama tenda. Kayak emang ada yang sengaja gitu gak sih supaya gak ada yang dengar," imbuhnya lagi.
“Aduh udah yang kemarin gak usah diomongin lagi lah. Lagi kayak gini malah ngomonginnya yang serem juga," tukas Maria.
“Wajar kali. Namanya juga hutan. Pasti ada penghuninya. Tapi selama kita gak ganggu harusnya kita gak akan diganggu juga. Dan kalau lu gak ngomongin mereka gak akan nyamperin."
Lisa setuju sama Maria. Mending fokus jalan tidak usah menambahkan ketakutan.
Tapi ternyata dalam perjalanan ke pos pertama tidak ada hal yang mengganggu. Misi pertama pun mudah diselesaikan. Perjalanan pos kedua gantian dipimpin oleh Lisa sebagai wakil. Andi jadi berada diurutan belakang.
Sudah pukul satu pagi. Suara-suara jangkrik dan teman-temannya yang menemani perjalanan kami. Sampai tiba-tiba,
“Wah gila!" kita semua berhenti. Melihat Olin yang terpana melihat ke atas.
Langit malam ini cerah menunjukkan bulan dan bintangnya yang terang benderang. Sama sekali tidak ada bekas awan mendung yang mengguyur bumi semalam.
“Biasa jam segini kita lagi tidur pulas. Gak nyangka bisa lihat langit malam seindah ini," ujar Kurnia yang ikut terpana. Semua mengeluarkan smartphone untuk mengabadikan momen ini. Dari yang cuma foto langit, jadi foto bersama.
Rasa capek dan ngatuk mulai hilang. Perjalanan kembali diramaikan dengan perbincangan. Tapi kali ini yang dibicarakan bukan hal yang menakutkan.
Pos kedua dan ketiga sudah diselesaikan dengan baik. Mereka sempat berhenti untuk nyemil dan istirahat. Sudah jam tiga pagi. Misi kedua dan ketiga lumayan berat dan mengeluarkan banyak tenaga. Gimana caranya pagi subuh kayak gini disuruh tarik tambang dan angkat air.
Stock cemilan yang disiapkan guru tadi dipertengahan jalan juga sudah diborong abis oleh kami.
Tapi sepertinya pos keempat sama sekali tidak kunjung terlihat.
“Kok kayaknya gak sampe-sampe si Bud? Udah 35 menit loh kita jalan," Andi teriak dari belakang.
Kali ini yang mimpin Budi di depan. Seharusnya tiap pos itu hanya perlu perjalanan 10–15 menit. Dari tadi juga tidak terdengar suara kelompok lain. Biasa ada yang lagi teriak-teriak ketakutan, atau suara yel-yel kelompok lain.
Kita semua berhenti. Andi berjalan maju menghampiri Budi.
“Kita gak nyasar kan?” tanya Aisyah.
“Engga-lah. Budi lagi. Udah biasa ngiter ini hutan buat cari kayu masih nyasar juga dablek berarti."
Semua berkumpul memperhatikan peta dan sekeliling hutan. Kita masih dalam track yang benar, tidak keluar jalur. Tapi seharusnya kita sudah sampai di pos keempat.
“Kayaknya ini tempat pas tadi kita istirahat gak sih?” kata Maria. Ia menunjuk bunga kecil warna kuning dekat pohon besar. Tadi saat istirahat, Aisyah sempat menanyakan nama bunga tersebut.
Semua terdiam. Bagaimana caranya bisa berhenti lagi di tempat istirahat yang sudah 20 menit lalu dilewati?
“Mungkin memang bunga itu lagi mekar aja kali di hutan. Bukan berarti jadi ini tempat kita tadi istirahat," Andi memang realistis. Dia gak pernah percaya sama hal-hal kayak gitu.
Akhirnya kami kembali jalan. Andi yang memimpin. Pos keempat tidak jauh dari tempat kita. Lima menit harusnya sampai.
Tapi ternyata kita masih tidak menemukannya meski sudah berjalan sepuluh menit.
Ada yang salah dengan peta ini atau dengan jalanannya?
Kami kembali berhenti. Memperhatikan sekitar mencari tanda jalan. Tapi yang ditemukan hanya bunga warna kuning yang berada di dekat pohon besar. Ini bukanlah kebetulan bunga itu sama. Tapi kami memang tidak pernah pergi dari tempat ini.
“Sepertinya memang ada yang tidak mau kita pergi dari tempat ini," kata Kurnia lirih. Semua sudah sangat takut. Jangan-jangan kami mengalami hal yang sama dengan cewe yang terkurung di kamar mandi.
“Kita harus cari jalan lain. Mungkin jalan ke kanan. Di sana lebih terang. Mungkin di sana pos keempat," ujar Andi dengan sangat tenang, meskipun wajahnya terlihat ragu. Kami semua ragu bahwa jalan apapun yang kita pilih pasti pada akhirnya kita akan berada di titik yang sama.
“Aku takut guys, kalau misalkan memang kita terperangkap di tempat yang sama. Gimana caranya kita bisa keluar dari tempat ini?" kata Maria. Suaranya bergetar. Kami semua ketakutan.
Aku mulai membuka hp untuk mencari pertolongan. Menelepon ke beberapa teman dan guru. Meskipun tanda sinyal hanya dua baris, tapi itu sudah sangat membantu. Tidak ada yang menjawab. Melihat apa yang aku lakukan, Olin, Lisa, dan Dodi ikut menelepon teman-teman lain. Andi, Budi dan Vincent terus mencari jalan keluar. Kurnia dan Aisyah menenangkan Maria.
Tidak ada satupun yang menjawab panggilan kami. Tidak ada suara apapun bahkan setelah kami sudah teriak sekencang mungkin.
Kami tidak bisa kemana-mana.
“Pasti ada yang melakukan sesuatu sampai kita bisa terperangkap kayak gini," kata Lisa.
“Siapa yang tadi pas istirahat mungkin buang sampah sembarangan atau mengambil sesuatu, atau marah-marah sama tanaman, ataupun deh yang gak boleh kita lakukan di hutan ini. Ayo ngaku. Lu semua mau pulang kan," tambahnya. Suaranya meninggi.
“Tenang Lis. Kita semua di sini juga takut dan ingin balik," Andi coba menenangkan.
“Coba kita inget-inget dulu selama istirahat di sini pada ngapain aja tadi. Mungkin gak sengaja kita melakukannya. Kalau udah ada yang inget kasih tau ke Andi saja udah cukup."
Menurutku ini cara yang paling baik, agar tidak ada yang saling menyalahkan jika memang ada yang melakukan kesalahan. Tidak lama setelah itu, Aisyah menghampiri Andi yang duduk di sebelahku.
“Sorry Andi, kayaknya aku tahu deh kenapa bisa kayak gini," suaranya pelan. Ia mengeluarkan bunga berwarna kuning dari dalam tasnya. Bunga kecil yang berada di dekat pohon besar.
Andi menghela nafas. Tersenyum tipis kepada Aisyah, mengangguk dan mengambil bunga itu dari tangannya. Sepertinya memang karena bunga ini kita tidak bisa kemana-mana.
Salah satu larangan di hutan adalah mengambil atau memetik apapun yang hidup.
Akhirnya Andi menaruh kembali bunga itu di tempat dimana Aisyah memetiknya. Meminta maaf karena telah mengambil tanpa izin. Lalu tiba-tiba langit menjadi cerah, suara burung dan serangga kembali terdengar.
HP kami bersamaan berdering. Semua orang mencari kami.
Kami berjalan kembali ke basecamp dengan selamat. Menceritakan segala sesuatu yang terjadi.
Selesai.