Masukan nama pengguna
Kucing belang tiga itu berlari menerobos hujan yang cukup deras disore yang kelabu. Dia tak memperdulikan sakit yang menyengat sekujur tubuhnya, kulit punggung dan perutnya melepuh mungkin akibat disiram dengan air panas.
"Tak ada waktu untuk berteduh, tak ada waktu untuk mengeluh, aku harus segera sampai, anak anakku menunggu kedatanganku." Itulah yang mungkin dikatakan dalam benaknya.
Namun kucing tetaplah kucing yang mempunyai fisik terbatas. Tenaganya mulai melemah, larinya mulai tak kencang lagi. Menelusup diemperan sebuah warung makan untuk berteduh dan berharap siapa tahu ada rejeki buatnya. Kekecewaan ternyata menghampiri hidupnya lagi. Tak ada secuilpun yang bisa dia makan disitu. Dengan tekat yang kuat diapun kembali menerobos hujan, entah kemana tujuannya.
Lari kencang berangsur angsur melambat, dan diapun akhirnya menyerah, bersembunyi disamping tong sampah rumah warga.
Matanya nanar memandang langit, yang semakin menghitam, suaranya tak lagi terdengar, rintihannya tak lagi dipedulikan. Tubuhnya limbung ketanah dengan lemas.
"Mungkin jika aku hidup di Jepang, aku akan dimulyakan sebagai kucing pembawa hoki." Batin kucing belang tiga warna itu sambil.menahan sakit disekujur tubuhnya.
"Apa salahku? Apa salahku? Aku hanya meminta secuil makanan, aku tak mencuri. Aku hanya ingin anak anakku menyusu dengan lahap. Kenapa aku disiksa seperti ini? Panas sekali minyak itu, panas sekali sampai rasanya merobek perutku. Manusia, apa salahku?" Tangisnya dalam hati. Dia ingin berlari lagi menuju ke anak anaknya. Namun tenaganya tak mengizinkan lagi untuk bergerak.
Matanya tampak sayu masih memandang langit yang hitam karena mendung. Dia sudah tak mempedulikan dingin yang serasa merobek kulitnya.
"Tuhan, Kau yang memberi hidup, tentu saja Kau juga yang mencukupi hidup. Nyawaku sudah tinggal sehentak nafas, namun aku mohon padaMu. Jagalah anak anakku, jagalah mereka dengan kekuatan hidupMu. Aku ikhlas dan pasrahkan semua padaMu. Aku hanya sekelumit drama hidup bagiMu, semua derita ini pasti sudah Kau gariskan dengan baik dan penuh hikmah."
Sesaat kemudian matanya perlahan menutup, nafasnya tersengal beberapa kali dan tubuhnya mengejang. Nafas terakhirnya pun terhembus.
Dilain tempat tiga kucing mungil berteriak ribut. Rasa lapar dan rindu akan induknya membuat mereka resah.
"Kalian jangan ribut, kita tunggu ibu dulu dengan tenang ya." Kata Sulung menghibur adik adiknya walaupun dia sendiri sangat resah dan takut.
"Tapi aku lapar bang." Sahut si bungsu.
"Aku juga bang." Si tengah menimpali.
Si sulung terdiam dan dalam hatinya berucap, 'Akupun lapar seperti kalian, tapi kenapa ibu tak kunjung pulang? Tuhan, lindungilah ibuku dari semua malapetaka.'