Masukan nama pengguna
Wajahnya tampak kurus, pandangannya juga terlihat sayu, namun gurat gurat kecantikan masih jelas terlihat. Sungguh mengenaskan nasib yang sedang dijalaninya. Kulihat foto foto yang tergantung didinding, cantik sangat, ketika dia masih sehat dulu.
Kamar itu terasa sangat pengab dan lembab walaupun jendela dan sinar matahari dengan lancar masuk kedalam ruangan.
Aku duduk di tepi ranjang tempatnya berbaring, tangan dan kakinya diikat, terlihat bekas luka yang mengering dan juga ada bagian yang masih merah akibat gesekan tali ketika dia meronta.
Kuraih jari tangannya dan kutekan agak keras, tak ada respon. Hanya raga yang tersisa, jiwanya entah kemana.
"Sudah berapa lama dia begini Bu?" Tanyaku kepada wanita paruh baya yang juga ibu dari wanita yang sedang sakit itu.
"Sekitar tiga bulan lalu mas, waktu itu sepulang dari dinas di Riau, Mirna mendadak sakit dan sering mengamuk." Katanya.
Aku mengangguk paham, dan kemudian aku cek dengan hati hati kondisi fisiknya. Pandangannya kosong, kuteriakkan suara ditelinga juga tak merespon.
"Sudah dibawa ke dokter atau rumah sakit gitu?" Tanyaku kemudian.
Ibu Mirna mengangguk, "Ke rumah sakit, psikolog, psikiater dan setiap omongan orang yang menyarankan untuk diobati secara alternatif sudah kita coba semua mas, namun kondisinya juga masih seperti ini. Tolong sembuhkan Mirna mas."
Aku hanya sedikit tersenyum, "Sama dengan yang lain Bu, saya hanya bisa berusaha membantu saja. Soal kesembuhan itu mutlak dari kekuasaanNya."
Aku menoleh kepada Kamto, sahabat yang selalu mengikuti dalam penyembuhan orang orang yang butuh bantuanku. Kamto paham dengan pandanganku, lalu dengan tangkas mengeluarkan beberapa alat yang selalu kubawa untuk mengobati pasien.
"Maaf Bu, selama proses pengobatan mohon tidak terlalu banyak orang yang berada dikamar ini agar tidak terganggu dan bisa fokus. Cukup satu orang dari pihak keluarga yang menemani disini ya." Ujarku kemudian
Wanita tua itu mengangguk, dan mengisyaratkan beberapa orang keluarga disitu untuk segera keluar dan menunggu proses penyembuhan selesai. Tertinggal hanya Pak Kadir, ayah dari Mirna yang mengajukan diri untuk menunggui anaknya selama proses pengobatan.
Aku mulai duduk bersila sambil mengambil sebuah kalung kristal yang disiapkan oleh Kamto sebagai media pengobatanku. Dia sudah cukup lama mengikutiku disetiap proses pengobatan yang aku lakukan.
Ku genggam kalung kristal itu lalu kupejamkan mata, kuheningkan hati dan pikiranku hingga dalam indra pandangku semua berubah menjadi hitam. Beberapa lama aku melakukan itu dan setelahnya tampak setitik cahaya putih terlihat dan seketika tubuhku tersedot kedalam titik putih tersebut.
Aku berdiri disebuah dimensi dengan warna putih yang dominan. Tak ada satupun makhluk yang terlihat disana. Aku sih sudah biasa dengan pemandangan ini, lantas kublangkahkan kakiku lurus kedepan hingga pada akhirnya cahaya putih itu berangsur angsur lenyap dan berganti dengan gelap. Hanya temaram warna hitam dan merah yang samar disitu.
Terus ku langkahkan kakiku dalam pengembaraan jiwa dialam dimensi paralel tersebut. Hingga pada satu titik, kuhentikan langkahku, dan kuhentakkan dengan keras kakiku ditanah tempatku berpijak.
Seketika warna hitam kemerahan tersebut lenyap dan berganti dengan pemandangan sebagaimana umumnya didunia manusia. Ramai sekali. Aku terus berjalan, makhluk makhluk dengan wujud manusia yang berada disitu memandangku dengan berbagai macam rasa. Ada yang heran, ada yang takut namun ada juga yang biasa saja. Menandakan kekuatan dan kedudukan mereka dialam paralel tersebut.
Aku terus berjalan mencari tempat yang kutuju, hingga sampailah disebuah rumah kecil yang terbuat dari bambu. Kutendang pintu rumah itu hingga berantakan.
Tampak didalam ruangan terdapat sesosok wujud manusia yang menatapku tajam. Didinding rumahnya tergantung berbagai macam bentuk manusia yang rata rata adalah wanita.
"Kau tahu tujuanku kemari kan?" Kataku kepada sosok berwujud manusia itu.
Orang tersebut mendengus, "Tak akan kuserahkan satu jiwapun setelah mereka ada disini." Ujarnya dengan nada tinggi.
Aku perhatikan sekali lagi dinding dindingnya, ada puluhan jiwa wanita disitu. Dan itu membuktikan bahwa sosok dihadapan ku ini adalah sosok yang kuat. Sekilas aku membayangkan, sudah berapa lamakah jiwa jiwa mereka tergantung disini? Bagaiman kondisi mereka didunia manusia saat ini? Ah, mungkin saja mereka sudah banyak yang meninggal dunia, Mirna yang baru tiga bulan jiwanya terperangkap disini kondisinya sudah seperti itu.
"Aku disini bukan untuk meminta, namun mengambil jiwa yang ingin kukembalikan ke raganya, tak peduli apakah kau setuju atau tidak."
Sosok berwujud manusia itu tertawa menggeram mengerikan. Matanya berubah merah menyala. Kemarahan terlihat di matanya.
"Manusia lancang! Kau tak akan bisa mengambil jiwa itu tanpa persetujuan sekutuku. Dengan apa kau mau ambil jiwa jiwa itu! Heh!" Gertak sosok wujud manusia yang sedikit demi sedikit menampilkan sosok dan wujud aslinya.
"Mau coba?" Kataku seraya melompat menerjang kearah sosok tersebut.
Perkelahianku dengan sosok wujud manusia tak terlelakkan. Pukulan dan tendangan kami lepaskan saling menghantam satu sama lain. Beberapa kali kurasakan pukulannya menghantam ke daerah pertahananku yang membuatku sedikit sesak karena nyeri yang luar biasa.
Seperti yang kuduga, makhluk ini bukan makhluk rendahan. Dia punya kemampuan tinggi, mengikat begitu banyak jiwa adalah bukti dia bukan makhluk recehan.
Aku semakin waspada, ku keluarkan kalung kristal yang kugenggam tadi dan kuputar. Putaran kalung itu mengakibatkan suara yang menderu dan mengguncang ruangan itu. Sosok wujud manusia itu berteriak keras sambil menutup telinganya. Lama kelamaan wujud manusianya berubah menjadi sosok yang tinggi, kurus dan berbulu hitam dan kaku. Taringnya muncul dibibir atas dan bawahnya wujudnya tampak seperti sosok manusia setengah babi.
Kuputar kalung kristal itu makin cepat, dan suara dengungan dari pusaran kalung kristal semakin menggelegar. Rungan itu porak poranda seketika. Sosok manusia setengah babi makin murka, ditangannya tampak sebuah gada besar yang ujung dan pangkalnya berukir tengkorak dengan ukuran besar.
Dipukulkannya gada tengkorak itu kearahku. Hembusan angin yang cukup kencang kurasakan menerpa kearah tubuhku. Aku segera menghindari serangan dengan meloncat kesamping. Kuangkat tinggi kalung kristal itu dan kuputar makin kencang lagi. Bukan hanya suara dengungan yang semakin keras, semburat warna perak keluar dari kalung kristal tersebut. Cahaya berwarna perak itu seketika menyerbu kearah sosok manusia babi dan membuatnya terpental jatuh dan mengerang kesakitan yang mengerikan.
Aku terus memburunya dan dengan cepat kutancapkan kalung kristal itu didadanya.
"Arggg!!!Ampun! Panas!" Erangan sosok manusia babi terdengar melolong.
Aku tak sedikitpun bergeming, kalung kristal makin dalam ku tancapkan kedadanya hingga amblas tanpa sisa. Erangan kesakitan makin keras membahana diruangan itu. Beberapa tempayan pecah berkeping keping, tengkorak tengkorak manusia yang berada di lantai pun hancur lebur seketika.
Bau hangus gosong mulai tercium, tubuh sosok manusia babi tersebut mengepul mengeluarkan asap hitam. Lalu bau gosong berubah menjadi bau anyir darah. Erangan dan lolongan kesakitan dan mohon ampun terus keluar dari mulutnya. Namun tak sedikit pun aku tertipu dengan muslihatnya. Aku biarkan proses itu sampai beberapa saat, hingga akhirnya wujud manusia babi itu benar benar lenyap menjadi asap dengan bau gosong dan anyir darah.
Kulihat jiwa jiwa terikat didinding mulai berubah menjadi cahaya putih berkilauan dan seketika cahaya cahaya putih itu melesat entah kemana arahnya.
Kuucapkan syukur kepada Yang Maha Kuasa dan kemudian akupun keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju tempatku masuk tadi. Pemandangan masih sama, sosok sosok berwujud manusia itu memandangku dengan perasaan takut, heran dan biasa saja. Ya ini adalah dunia dimensi paralel, jika orang lain menyebutnya alam jin atau alam ghaib.
Kubuka mata dari meditasi yang kulakukan tadi. Wajah Kamto tanpak sedikit cemas karena katanya aku sudah pergi terlalu lama.
"Bagaimana mas?" Tanya Kamto.
Aku hanya sedikit tersenyum dan mengangguk pelan. Kamto paham arti anggukanku dan diapun sedikit bernafas lega
Aku bangkit dan segera menuju kearah Mirna. Lalu kutekan lagi jari tangannya. Tampak wajahnya sedikit meringis. Artinya jiwanya sudah kembali, butuh waktu untuk normal seperti sedia kala.
"Pengobatan sudah selesai pak, dan syukurlah belum terlambat." Kataku kepada bapak Mirna.
Ada sedikit kelegaan dan keceriaan diwajah bapak Mirna.
"Selanjutnya nanti bantu Mirna sembuh secara fisik maupun psikisnya pak. Jangan terlalu sering melamun dan marah. Jiwanya memang belum stabil, nanti akan muncul kilasan halusinasi dalam pikirannya. Itu hal wajar karena jiwanya sudah lama terjebak dalam dunia paralel." Ujarku menjelaskan.
O iya, perkenalkan, namaku Rudi, Rudi Iswantara. Usiaku 23 tahun. Aku adalah pemburu dunia paralel. Jangan tanya darimana kemampuanku berasal, tapi misiku disiniadalah membantu orang yang membutuhkan keahlian ku. Dan aku tak sendiri, ada sahabat ku benama Kamto yang terus menemaniku mengobati banyak orang.
Dan kisah tadi adalah kisah pertamaku dalam cerita ini.