Cerpen
Disukai
0
Dilihat
4,413
Kucing Penangkap Teluh
Horor

Seketika aku menjadi panik, saat kudengar suara istriku menjerit histeris. Dengan cemas kubuka dengan keras pintu dan langsung menerobos masuk untuk melihat apa yang terjadi.

"Kenapa dek?" Saat kulihat istriku masih terlihat syok sambil menggendong Randy dipelukannya.

"Itu mas!" Seru istriku sambil menunjuk kebawah meja makan.

Refleks aku pun menoleh kearah yang ditunjukkan istriku, ku lihat keempat kucingku semuanya kejang kejang ga karuan dengan mulut berbuih dan ada yang keluar darah dari telinganya.

"Astaghfirullah, kenapa mereka? Tadi sebelum jumatan mereka masih sehat aja." Kataku sambil berjongkok dan mencoba meraih salah satunya untuk ku periksa, namun dengan agresif dan geraman yang keras kucing itu mencoba mencakarku.

***

Sebenarnya kehidupan yang kumiliki dengan Sarah, istriku, berjalan normal dan biasa aja. Sarah menjadi istri yang baik yang mengurus rumah dan anak semata wayangku, bernama Rendy, sedangkan aku membuka usaha kuliner disebuah pusat keramaian di ibukota Jawa Tengah. Sebenarnya itu adalah usaha yang dirintis oleh orang tuaku, aku hanya meneruskan saja. Biasa lah namanya orang tua, pengennya ada anak yang meneruskan usahanya. Aku sih oke aja, kebetulan aku juga sangat menggemari dunia jualan jualan gitu. Mulai dari duduk dibangku SMP sampai kuliahpun aku tak pernah punya rasa malu untuk berjualan.

Ya, rata rata anak muda kan lebih utamakan gengsi, dan sepertinya itu tak ada pada pronsipku. O iya, namaku Dedi, aku lelaki biasa berusia 27 tahun ketika peristiwa mistis ini terjadi, dan ini kuceritakan dari pengalaman nyata yang kualami di tahun 2013 silam.

***

"Sudah mau berangkat mas?" Tanya Sarah dipagi itu ketika melihatku menyiapkan sepeda motorku untuk dipanasin mesinnya.

Aku mengangguk sambil tersenyum, "Iya dek, ntar kesiangan, mungkin saja pak Parjo udah sibuk di kedai. Anak anak mahasiswa udah mulai pada balik. Semoga kedai nanti ramai ya." Jawabku sambil membelai Rendy yang masih berusia 3 tahun lalu kecium pipi dan keningnya, "Bapak kerja dulu ya nak, insyaallah ada rejeki buat kita."

Aku pun berbalik dan langsung memacu sepeda motor maticku dijalanan Semarang yang panas. Jarak rumahku menuju kedai memang ga begitu jauh, menempuh sekitar 20 menit perjalanan jika lancar.

Sesampainya dikedai sudah terlihat sibuk pegawai ku, ada Pak Parjo yang membereskan meja dan membersihkannya, ada Mbak Rina dan mbak Yati yang masak dan melayani dan ada mbak Nuri yang jadi kasir selama aku belum datang. Mereka sudah cukup lama kerja bareng aku, bahkan pak Parjo sudah hampir delapan tahun sejak orang tuaku masih mengelola kedai ini.

"Assalamualaikum." Sapaku kepada mereka. Semuapun menjawab salamku seadanya karena sibuk dengan kerjaannya masing masing, "Udah mbak Nur, biar aku yang handel kasirnya, Mbak Nur bisa bantu Mbak Rina di dapur." Kataku kepada Mbak Nuri.

"Iya mas." Jawab Mbak Nur singkat sambil beranjak dari kursi kasir.

Dengan santai aku cek pendapatan pagi itu, Alhamdulillah, masih seperti biasa. Memang sudah hampir sebulan ini perasaanku dibuat gelisah entah karena apa. Padahal tak pernah aku memikirkan sesuatu yang negatif, yah walaupun kadang ada rasa takut yang menghinggapi. Takut sepi, takut bangkrut, takut berbagai macam takut akan kehilangan mata pencaharian. Padahal dulu aku selalu optimis, semua milik Allah, mau diberikan atau diambil ya itu hak Allah. Tapi entah kenapa rasa gelisah takut kehilangan mulai menghinggapi. Ambil wudhu, sholat Sunnah masih saja perasaan itu tak hilang.

Ditambah lagi makin lama makin sering aku mimpi hal hal yang menyeramkan yang membuat aku seolah terpenjara dalam mimpi. Sama sekali aku tak percaya pada takhayul seperti itu, namun makin lama aku mencoba menyingkirkan perasaan itu, makin kuat pula bisikan bisikannya.

"Ah, tawakallahu alaih aja lah. Pusing kalau mikir gini terus." Batinku menyerah bertarung dengan waswasku sendiri.

Hari berjalan lambat sekali rasanya, ketika sore menjelang dan aku memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Sisa jam kerja sampai pukul 20.00 aku serahkan pada mbak Rini dan lainnya.

"Pak Parjo, aku pulang duluan aja yah, rasanya agak gak enak badan deh." Kataku kepada Pak Parjo yang tengah membersihkan meja bekas makan pelanggan.

Melihatku berkemas, Pak Parjo buru buru menghampiri ku seraya berkata setengah berbisik, "Mas Dedi, boleh saya bicara berdua?'

Aku mengernyitkan dahi, tak biasanya Pak Parjo mau bicara secara privat denganku. Aku mengangguk, "Silahkan Pak, ada apaa nggih?"

"Mungkin kita bicara diluar saja kalau bisa mas."

Kembali aku terheran, namun akupun mengangguk. Rasa penasaranku makin meninggi melihat sikap Pak Parjo itu.

"Mas Dedi dan sekeluarga sehatkan?" Tanya Pak Parjo membuka percakapan.

Aku makin heran dengan sikapnya, tapi aku lalu tersenyum dan mengangguk, "Alhamdulillah sehat pak. Sebenarnya ada apa ya?"

Terlihat Pak Parjo sedikit ragu, "Maaf sebelumnya lho mas, mungkin ini hanya perasaan bapak aja."

"Katakan saja Pak, ndak usah sungkan gitu."

Pak Parjo terdiam sejenak, mungkin memikirkan kata kata yang akan diucapkan. Walaupun aku makin penasaran namun aku tetap sabar menunggu Pak Parjo membuka cerita.

"Mas Dedi percaya hal gaib?" Tanya Pak Parjo.

Sontak akupun kaget dengan pertanyaan Pak Parjo itu, "Aku ga tau Pak, aku percaya hal itu ada tapi aku ga percaya takhayul. Kenapa emang pak?"

"Ah Ndak apa apa mas, mungkin saja ini perasaan bapak yang terlalu berlebihan. Tapi ini juga harus aku ceritakan ke mas Dedi demi kelangsungan usaha keluarga Mas Dedi." Kata Pak Parjo sambil mengeluarkan sebatang rokok dan kemudian disedotnya dalam dalam lalu dihembuskan asap rokok itu kuat kuat.

"Rokok mas?" Pak Parjo menyodorkan rokok yang dipegangnya kepadaku.

"Ndak pak, saya Ndak biasa kretek." Ujarku tersenyum setengah ga sabar mendengar cerita Pak Parjo.

"Sebenarnya sudah hampir semingguan ini ada kejadian aneh di kedai mas. Ini bapak juga mewakili yang lain untuk cerita. Yang pertama, masakan kedai sering kali gagal diolah," jelasnya.

"Gagal diolah? Maksudnya?" Tanyaku yang masih belum mengerti arah pembicaraan Pak Parjo.

"Iya mas, ini cerita dari Mbak Rina dan Mbak Yati. Begitu masakan udah matang dan mau disajikan, ternyata dalam sejam masakan itu udah basi. Dan hari ini pun sama. Mbak Nuri sampai masak dua kali untuk semua jenis sayur lodeh. Kejadian yang aneh juga terjadi beberapa hari lalu, telur yang akan dimasak, mendadak busuk dan batal digoreng. Dari satu kilo telur hanya bisa dimasak beberapa butir saja."

Aku terkejut dengan penjelasan pak Parjo, "Kenapa bisa begitu pak? Apa ada yang salah dengan cara masaknya?" Selidikku.

"Awalnya kami juga berpikiran seperti itu mas, namun kalau kejadian itu hampir setiap hari dalam seminggu ini, mau tidak mau bapak dan lainnya ada prasangka jelek juga." Jawab Pak Parjo.

"Berpikiran jelek bagaimana?" Tanyaku seperti orang linglung.

"Ada yang mau usaha mas Dedi bangkrut."

"Astaghfirullah!" Tukasku seketika. "Maksud pak Parjo ...." Kalimatku terhenti disitu.

Pak Parjo mengangguk, "Mungkin ada yang iri dengan usaha mas Dedi lalu ngirim Teluh atau guna guna ke usaha Mas Dedi. Tapi nuwun Sewu mas, ini hanya prasangka saja."

Hampir satu jam aku ngobrol dengan Pak Parjo tentang apa yang baru saja dialami di kedai, sepanjang perjalanan pulang ga hentinya pikiran pikiran negatif menggelayuti dalam otakku. Jujur saja pertahanan rasional yang selalu ku junjung tinggi goyah. Cerita Pak Parjo dan keresahan keresahan yang aku alami akhir akhir ini seperti menjadi benang merah. Apakah ini yang namanya firasat?

Sejak obrolanku dengan Pak Parjo aku selalu intens memantau perkembangan kedai yang menjadi satu satunya mata pencaharian ku saat ini. Dan didepan mata, aku melihat apa yang dikatakan pak Parjo memang benar adanya. Masakan yang sudah jadi, tiba tiba saja basi padahal belum ada sejam dan sudah siap disajikan untuk pembeli.

Keanehan keanehan dan hal hal berbau mistis pun makin sering kurasakan. Pada saat itu, hari Jumat, seperti biasa aku akan ke kedai setelah selesai sholat Jumat, dan aku habiskan waktuku untuk bercengkerama dengan anak dan istriku, dan juga keempat kucingku. Tiga kucing jantan bernama Tora, Bika dan Mocka sedangkan satu satunya betina bernama Chino. Seperti merk kopi kan? Usia mereka baru lima bulan jadi masih riang riangnya dan anakku pun sangat suka dengan mereka.

Semua baik baik saja ketika aku berangkat ke masjid dikomplek perumahanku untuk melaksanakan ibadah Jumat. Namun setibanya kembali kerumah, aku melihat istriku histeris melihat keempat kucingku itu kejang kejang hebat dengan geraman yang sangat keras seolah merasakan sakit yang luar biasa. Dari mulutnya keluar bisa yang yang cukup banyak, bahkan telinga Bika, kucing jantan ku mengeluarkan darah. Kejadian itu berlangsung cukup lama, hampir sepuluh menitan sebelum keempatnya terkulai lemas dan geraman geramannya dan kejangnya berhenti.

Aku pikir mereka keracunan makanan, namun kata Sarah istriku, mereka tidak makan apapun selama ku tinggal jumatan. Hanya bermain dengan Rendy. Istriku mengatakan kalau tiba tiba saja polah mereka menjadi aneh, mereka menggeram dan bulu mereka berdiri semua, dan menatap kearah pintu depan lalu kejang kejang seperti itu.

Ku elus keempat kucingku yang lemas dengan eongan yang lirih, aku lega karena mereka baik baik saja. Namun seketika aku terkejut melihat darah di telinga Bika yang makin deras keluar dari kedua telinganya. Tubuhnya kuangkat dan ku goncang goncang dengan keras. Bika ternyata sudah mati, tak ada denyut nafas diperutnya. Sontak aku pun sedih demikian juga dengan Sarah. Mungkin saja orang yang bukan pecinta kucing akan menganggap itu sebagai hal yang lebay. Itu hanya seekor kucing! Yang berfikiran seperti itu coba tanyakan bagaimana sedihnya para pecinta kucing jika hewan kesayangannya itu mati. Segera ku kuburkan Bika dibelakang rumah dengan perasaan sedih bercampur dengan rasa heran, kenapa bisa tiba tiba seperti ini?

Kejadian berbau mistis kedua ini justru lebih mengerikan dan kualami sendiri. Sekitar tiga hari setelah kejadian itu, selepas magrib kami tengah santai diruang tv, aku, Sarah, Rendy dan juga ketiga kucingku yang masih tersisa. Entah darimana sumbernya tiba tiba ruangan itu penuh dengan bau yang sangat busuk menyengat seperti bau bangkai yang baru saja terurai.

"Ah mungkin itu bangkai Si Bika yang mulai membusuk. Aku kurang dalam nguburnya kali dek." Jawabku enteng ketika Sarah mengeluhkan bau yang tak sedap itu.

Namun lama kelamaan bau busuk itu makin menusuk dan tak kunjung hilang walaupun semua pintu ku buka untuk sirkulasi udara. Dan tiba tiba kejadian seperti yang diceritakan Sarah terulang lagi. Ketiga kucingku tiba tiba menggeram keras lalu secara serempak mereka pun kejang ga karuan dan sama, mulutnya berbusa seperti keracunan makanan. Dari situ aku percaya kalau kejadian yang pertama memang bukan karena keracunan makanan, karena sedari tadi ketiga kucingku selalu berada bersamaku. Aku mencoba menepuk nepuk mereka dengan hati hati, takut kena cakar juga.

Kasihan melihat kucing kucing itu seperti menahan sakit yang amat sangat. Selang sepuluh menit berikutnya keadaan mereka kembali tenang dan tubuhnya melemah. Dan kali ini, Chino, satu satunya betina yang tidak selamat. Bau busuk pun perlahan menghilang. Kembali kesedihanku membuncah melihat Chino mati dengan cara seperti itu. Kali ini tak ada darah yang keluar dari tubuhnya. Dua kejadian direntang waktu yang dekat membuatku makin percaya bahwa hal mistis ada. Harus ku singkirkan rasionalitas otakku demi melihat hal hal ini ditambah lagi dengan keadaan dikedai yang tak kunjung membaik.

Kejadian mistis berikutnya tak menunggu lama, keesokan harinya pagi pagi sekali selepas subuh aku mendapatkan telpon dari Mbak Rina yang meminta ku untuk segera ke kedai. Akupun heran selama ini tak pernah Mbak Rina ataupun yang lain memintaku untuk datang kekedai sepagi itu. Dan sungguh aku dibuat syok ketika sampai dikedai, Mbak Rina memperlihatkan tandon beras untuk suplai kedai, penuh dengan kutu. Ya kutu yang sangat banyak dan bakal membuat mata berkunang kunang ketika melihatnya.

"Ya sudah buang saja semua beras itu, beli lagi eceran saja."

Belum selesai disitu, Mbak Yati yang bermaksud menggoreng telur pun menjerit histeris, karena telur yang dipecahkan dieadah untuk digoreng ternyata busuk, bukan hanya satu, telur lainnya pun dipecahkan dan semuanyapun sama. Aroma busuk memuakkan segera menyengat didapur kedai. Mbak Yati bahkan hampir muntah dibuatnya.

"Biar saya buang mas." Kata Pak Parjo sambil meraih beras penuh kutu dan juga telur busuk.

"Bagaimana ini mas?" Tanya Mbak Yati yang terlihat masih syok dengan peristiwa ganjil yang baru saja dialami.

"Ya sudah beli lagi beras eceran saja yang 5 kilo, kita Ndak usah nandon. Juga telurnya 2 kilo," kataku lirih.

Setelah memberikan uang kepada Mbak Yati untuk kembali belanja aku termenung di meja kasir. Apakah ini yang dimaksudkan Pak Parjo beberapa waktu lalu? Pikiranku penuh dengan tanda tanya. Sembari kubacakan ayat ayat Tuhan semampu dan sebisaku, memohon keselamatan bagi semua dari perbuatan orang orang jahil.

Kejadian kejadian aneh dan mistis sejak itu makin sering kualami baik dirumah maupun dikedai. Randy anakku yang masih berusia 3 tahun tiba tiba kulitnya melepuh merah dan berisi air. Tangisannya membuatku makin teriris panik. Beberapa kali ke dokter disuntik dan diberikan salep hanya meredakan tangisnya untuk beberapa jam saja. Hingga akhirnya, saat itu setelah Isya, bapakku, pak Parjo dan seorang lelaki paruh baya yang dikenalkan bernama pak Suryo datang bertamu kerumahku. Ya dengan alasan menengok cucunya.

"Le, aku dengar cerita dari Pak Parjo soalmu, yo bapak harap kamu ndak usah tersinggung, coba sedikit saja singkirkan logikamu. Karena ini sudah menyangkut keselamatan cucuku juga." Bapak berkata dengan halus dan akupun paham maksudnya.

"Nggih pak, pripun saene (Ya pak, gimana bagusnya aja)." Jawabku.

"Kita ikhtiar lahir batin, ini pak Suryo yang semoga saja bisa membantumu keluar dari masalah masalah ini sebelum semuanya terlambat," kata Bapak selanjutnya.

Dengan sedikit menghela nafas Pak Suryo mulai berbicara, "Mas Dedi punya musuh? Atau yang sakit hati dengan mas Dedi mungkin?"

Aku termenung mencoba berfikir, "Setau dan seingat saya sih biasa saja pak, Ndak ada musuh. Rutinitas saya juga dirumah dan dikedai," jawabku.

Pak Suryo manggut manggut, "Mungkin saja kalau benar ya firasat saya, ini berkaitan dengan bisnis. Ada yang pengen bisnis Mas Dedi berantakan. Dan disini saya melihat jejak jejak Teluh yang dikirim. Maaf ya, ini dari pandangan saya diluar kenalaran," jelas Pak Suryo.

Apa yang disampaikan Pak Suryo sebenarnya tidak merupakan hal yang mengejutkan karena memang sudah diceritakan oleh Pak Parjo tentang kejadian kejadian ganjil yang kualami, bahkan aku sendiri juga menjadi saksi mata.

"Trus bagaimana pak?" Tanyaku.

"Aku melihat sebenarnya Teluh ini sudah mampu masuk kedalam rumah dan tempat usahanya mas Dedi, Alhamdulillah, masih diberikan keselamatan. Juga belum terlambat untuk menangkalnya," Jelas pak Suryo.

Ditengah Pak Suryo yang memberikan penjelasan tentang masalah yang timbul dalam beberapa waktu terakhir ini, tiba tiba kembali bau busuk menyeruak diruangan itu. Bau busuk yang sama yang terjadi beberapa waktu lalu. Dan lebih anehnya, kembali kucing kucingku mengalami kejadian yang sama, namun kali ini hanya kucingku yang bernama Tora yang mengalami kejang dan berbusa, sedangkan Mocka hanya menggeram keras sambil berlari dibawah kolong meja. Tidak hanya itu tangisan Rendy juga pecah seketika dengan kerasnya. Sarah tergopoh gopoh menggendong dan mencoba menenangkannya.

"Dia datang!" Ujar Pak Suryo.

"Lalu bagaimana ini pak?" Tanya ayahku cemas.

"Insyaallah akan saya coba semampunya." Kata Pak Suryo sambil memejamkan mata dan bersedekap. Bapak dan Pak Parjo dengan cemas mengamati setiap perubahan, aku segera beranjak melihat Rendy yang masih saja menangis keras. Sedangkan Tora masih kejang kejang dan menggeram.

Brak!!

Tiba tiba terdengar suara yang keras membuat kami semua spontan terpekik dengan menyebut nama Tuhan. Terlihat dua kotak plafon hancur berkeping keping dan jatuh ke lantai. Untungnya tak menimpa semua yang ada di ruang tamu. Keadaan makin mencekam, bau busuk kini ditambah dengan anyir darah menusuk hidung. Semua pintu dan kipas angin kubuka untuk mengusir bau busuk ini namun seolah ga ada angin yang mampu mengusir aroma yang bikin perut mual.

Krrrauuu!

Suara erangan Tora tiba tiba mengeras lalu sejurus kemudian tubuhnya mengejang dan melemas. Ya Allah, si Tora mati. Namun sesaat setelah itu berangsur angsur bau busuk itu mulai menghilang. Kutinggalkan Rendy yang masih menangis keras dikamar bersama Sarah dan aku kembali ke ruang tamu melihat keadaan mereka bertiga.

Kulihat pak Suryo menghembuskan nafas dengan halus dan membuka matanya dengan perlahan. Keringat terlihat jelas merembes di dahinya, seakan habis melakukan olahraga.

"Alhamdulillah, walaupun belum tuntas tapi insyaallah semua akan baik baik saja," kata Pak Suryo.

"Ada apa ini pak?" Tanya bapakku penasaran.

"Ada yang sengaja ingin mencelakakan mas Dedi. Kiriman Teluh yang jahat, tapi kuasa Allah, Teluh itu sudah masuk berkali kali kerumah, namun belum bisa mencelakakan mas Dedi dan keluarga," ujar Pak Suryo.

"Tapi Rendy ...." Kataku tertahan.

"Ndak apa apa mas, sebentar juga sembuh," jawab Pak Suryo, "Sebenarnya mungkin intinya adalah rasa iri pada usaha Mas Dedi yang makin ramai, makanya orang jahil ini mengirim Teluh ke tempat usaha Mas Dedi dan berusaha juga untuk menjadikan Mas Dedi sekeluarga sakit sakitan. Tapi tidak dinyana, Allah mengirimkan bala bantuan untuk melindungi Mas Dedi sekeluarga melalui kucing. Dalam pandangan batin saya tadi, saya melihat bagaimana kucing Mas Dedi bertarung dengan jin jahat pembawa Teluh itu. Dan hebatnya dia menang dan bisa mengusir jin jahat itu keluar, walaupun nyawanya jadi korban," jelas Pak Suryo.

Aku tersentak, jadi memang hal aneh yang terjadi pada kucing kucingku ada hubungannya dengan hal mistis dan gaib. Tersentak kulihat tubuh Tora yang sudah membujur tanpa nyawa, lalu kuangkat dan kudekap jasadnya.

"Terima kasih Tora, Bika, Chino," Lirih kuucapkan.

"Untuk selanjutnya nanti akan saya buatkan pagar gaib untuk rumah dan tempat usaha Mas Dedi biar aman. Ndak tau kapan mereka akan mengirimkan jin jahat lagi. Tapi paling tidak kita berikhtiar, selanjutnya biar Gusti Allah yang mengatur segalanya."





Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)