Masukan nama pengguna
Berbalut topi dan masker, seorang pemuda bertubuh tinggi menghampiri kasir dengan membawa barang yang akan dibelinya. Sang penjaga kasir minimarket itu terdiam sejenak, tatapannya bergerak dari ujung topi sampai ke barang belanjaan pemuda tersebut sebelum akhirnya tersadar bahwa dia harus bekerja.
"Ini aja, Mas?" tanyanya sembari mendekatkan pewarna rambut pada alat pembaca barcode.
Pemuda itu hanya mengangguk, lalu membayar pewarna rambut yang dibelinya setelah sang penjaga kasir menyebutkan nominal harga. Sang penjaga kasir kembali tak bisa melepaskan tatapannya dari pemuda itu, batinnya seperti mengatakan bahwa dia bisa mengenali wajah dibalik topi dan masker yang dipakai si pemuda. Namun dia harus tetap profesional. Jadi, dia menahan diri untuk bertanya.
"Bukannya dia Alfa, penyanyi terkenal itu?" tanya rekan kerjanya setelah si pemuda meninggalkan minimarket.
"Kayaknya." Sang penjaga kasir tadi bergumam. "Kamu penggemarnya, kah?" tanyanya pada rekannya tadi.
"Iya, dong. Gimana aku bisa kenal, padahal dia cuman pake topi sama masker kalau aku bukan penggemarnya?" kata rekannya retoris. "Tapi, kayaknya dia ada masalah sama kepercayaan dirinya waktu konser perdananya kemarin. Agaknya dia lagi usaha buat jadi dirinya yang baru sekarang ini," lanjutnya.
"Yah, kayaknya gitu. Kamu lihat, ‘kan, kalau dia beli cat rambut warna merah ceri tadi?"
--**--**--
Malam itu di dalam backstage konsernya, seorang pemuda duduk kaku di hadapan cermin. Para staf berlalu lalang, sementara itu sang manajer menghampirinya.
"Alfa, kamu bakal tampil beberapa menit lagi," katanya.
"Benar-benar beberapa menit lagi, kah?" tanya Alfa tegang. Kedua pipinya kemudian menggembung. "Serius, aku benar-benar gugup."
"Aku paham," kata manajernya. "Ini konser pertama kamu. Kamu juga aslinya pemalu, 'kan? Itu keliatan dari wajah kamu. Kamu benar-benar keliatan lucu. Tapi, kamu harus tetap tunjukin penampilan terbaik kamu. Di luar sana, para penggemarmu udah pada nungguin kamu tampil. Bukannya kamu sayang sama mereka semua?"
"Ya, pastilah aku sayang sama mereka semua." Pemuda yang bernama Alfa itu menghela napas.
Dulu, Alfa, Sang Penyanyi yang kini menjadi seorang idola banyak kaum wanita adalah seseorang yang sangat pemalu. Awalnya, dia terkenal karena selalu meng-cover lagu di Youtube dan mendapatkan banyak subscribers. Dia mulai meng-cover lagu sejak keluarganya mendukung bakatnya dan menyemangatinya, mengeluarkannya dari jeratan rasa malu yang menghalangi langkahnya.
Namun entah mengapa saat ini rasa itu kembali datang. Perasaan grogi, perasaan takut tidak akan bisa menunjukkan yang terbaik seperti yang dikatakan sang manajer. Perasaan takut akan mengecewakan penonton, dan perasaan-perasaan tidak masuk akal lainnya. Dia merasakannya lebih dari penyanyi-penyanyi lainnya yang sudah terlebih dahulu menggelar konser tunggal.
"Alfa, ayo siap-siap."
Alfa pun berjalan menuju stage lewat jalan yang ditunjukkan oleh para staf. Jantungnya berdegup kencang, bahkan kakinya terasa lemas. Padahal, dia sudah latihan dengan keras. Hanya mentalnya yang belum siap.
Tapi, bukankah dia seorang superstar? Superstar tidak boleh merasa gugup seperti itu, bukan?
"ALFAAAAA!!"
Dari atas panggung, Alfa bisa melihat lautan manusia di bawahnya. Ini adalah konser pertamanya, tetapi sudah banyak penonton yang menyoraki dari bawah panggung. Rasa gugupnya kembali menjalar. Para penonton sudah banyak yang menunggu penampilannya, dan membuat perasaan takutnya kembali datang. Bagaimana jika dia harus kehilangan penggemar karena mengacaukan konsernya sendiri? Bagaimana jika setelah kegagalan konsernya ini, Alfa perlahan meredup?
Sebagai penyanyi, dia harus menutup rapat-rapat rasa tidak percaya dirinya. Biasanya setelah bernyanyi di depan banyak orang dalam berbagai acara, dia akan langsung pergi ke belakang panggung untuk menenangkan diri. Saat itu jantungnya akan berdebar-debar, dan tubuhnya bergetar hebat.
Dia suka menyanyi dan ingin menjadi penyanyi, jadi dia harus bertahan dengan semua itu. Hanya saja, terkadang dia mendapat kritikan karena dianggap kurang memunculkan aura bintang. Padahal, suaranya sangat bagus dan dia selalu terlihat menghayati lagu. Namun dia selalu mengerti soal kritikan itu. Sifat pemalunya memang terus membuatnya dikritik seperti itu.
Musik mulai mengalun.
--**--**--
Alfa mulai bernyanyi, tetapi seketika dia mengernyit.
Mengapa suaranya terdengar aneh?
Meskipun begitu, para penonton di bawah sana tetap menyemangati. Kebanyakan di antara mereka memekik dan berteriak, memuja-muja sang bintang yang tak lain dan tak bukan adalah Alfa sendiri.
"When the stars ... come to heart ...."
Alfa merasa dirinya tidak beres. Sampai akhirnya, suaranya sendiri terdengar gemetar. Beberapa penonton berhenti memekik, lalu berbisik-bisik dengan orang di sebelahnya. Alfa yakin, mereka pasti kecewa.
Akhirnya, Alfa kembali ke backstage dengan langkah lunglai setelah selesai menyanyikan lagu-lagunya. Jantungnya berdebar-debar, emosinya sudah tak bisa ditahan lagi. Sampai akhirnya penyanyi itu terduduk di atas sofa dan menangis. Salah satu staf pun memberikannya air mineral, namun Alfa menolak dengan menggelengkan kepala.
"Alfa." Sang Manajer menyentuh pelan pundak Alfa. "Udah, jangan nangis lagi. Jadwal selanjutnya, kita bakalan prepare album baru. Kamu udah bekerja keras. Mungkin suaramu agak getar dikit, tapi itu bukan masalah yang besar."
Alfa menggeleng. Ini benar-benar aneh. Manajer dan staf-stafnya semuanya baik dan menghargai usaha kerasnya. Hanya saja, Alfa yang terlalu keras pada dirinya sendiri. Dia sangat memikirkan karir dan para penggemarnya sehingga tidak pernah bernyanyi dengan hati yang leluasa seperti saat membuat cover lagu di Youtube.
Rasanya, dia ingin kembali ke masa itu. Tetapi, kini dia sudah berjalan sejauh itu, menjadi seorang bintang seperti yang diinginkannya.
"HAPPY BIRTHDAY TO YOU ... HAPPY BIRTHDAY TO YOU ...."
Cepat-cepat Alfa mengusap air mata dengan punggung tangan, kemudian membulatkan mata begitu melihat siapa yang datang dengan membawa kue tart di tangannya.
"Kak Rho!"
"Cepet bikin permohonan, terus tiup lilinnya!" seru Rho.
Seisi backstage langsung heboh, lalu ramai-ramai bernyanyi agar Alfa mau berdiri dan meniup lilin. Alfa tertawa, rasanya seperti beban-beban yang menyangkut di hatinya kini lepas dan melayang entah kemana. Akhirnya Alfa berdiri dari sofanya, lalu mendekati kakaknya dan meniup lilin sampai apinya mati semua. Seisi backstage bertepuk tangan.
"Kakakmu ternyata nggak lupa, 'kan?" Rho tersenyum, membuat beberapa staf wanita terpesona. "Malah justru kamu yang lupa gara-gara sibuk sama konser. Gimana? Kayaknya ada masalah, ya?"
Alfa mengangguk lucu.
"Udahlah, nggak apa-apa," kata Rho. "Seenggaknya kamu udah berusaha, kan? To be honest, I'm so proud of you."
"Thanks."
Setelah acara potong kue dan membuka kado dari Rho serta kado titipan dari kedua orang tua mereka, Alfa dan Rho duduk berdua di atas sofa.
"Jadi gimana? Kayaknya kamu masih merisaukan sesuatu," kata Rho.
"Kak Rho benar." Alfa mengangguk. "Aku kehilangan kepercayaan diriku lagi, dan aku ngerasa gugup. Sejak konser itu, aku ngerasa kalau kayaknya aku bakalan benci sama diri aku sendiri. Maaf, Kak. Kak Rho sendiri sering bilang kalau kita harus percaya diri, dan mencintai diri sendiri. Tapi sekarang aku nggak bisa, Kak. Aku takut para penggemar bakalan ninggalin aku. Aku sering takut kayak gitu, banyak ketakutan yang nggak wajar itu tiba-tiba datang."
Rho menghela napas, lalu mengusap kepala adiknya dengan kasih sayang.
"Kamu tau, 'kan, kakakmu ini seorang penulis yang punya banyak pembenci? Bahkan aku sempat nyalahin diri aku sendiri. Cuman, aku mikir kalau nggak semua orang bakal ninggalin aku, kok. Aku masih berusaha mencintai diri sendiri, dan aku nggak bakalan ikut-ikutan benci sama diri aku sendiri. Aku masih punya Ayah, Ibu, kamu sama Lamda. Tuhan juga enggak akan membenci makhluk-makhluk-Nya, yang Dia benci cuman perbuatan jelek mereka aja."
"Beneran?" kata Alfa dengan tatapan polosnya. Rho mengangguk.
"Karena itu, kamu harus lebih percaya diri, oke?" Rho tersenyum, menampakkan kedua lesung pipinya. "Padahal, kamu udah sering tampil. Tapi, kenapa tiba-tiba grogi?"
Alfa menghela napas. "Entahlah," katanya. "Kayaknya karena aku udah sering dibilang kurang memunculkan aura bintang. Dan kali ini, aku harus munculin aura itu buat konser tunggal perdana aku. Itu justru malah bikin aku tambah grogi. Kalau tiba-tiba suaraku jadi terbata-bata, aku bakal ngancurin konserku sendiri. Terus, sebenarnya ada satu hal yang pengen kulakuin—"
"Apa itu?" tanya Rho.
"Aku—" Alfa menarik napas panjang sebelum melanjutkan. "Pengen ngecat rambutku jadi warna merah kayak ceri. Cuman itu satu-satunya hal yang pengen kulakuin buat mensugesti diriku biar tampil lebih berani dan percaya diri. Menampilkan sisi Alfa yang berbeda."
Rho terkejut dengan keputusan adiknya, namun akhirnya dia tersenyum dan mengangguk.
--**--**--
"Halo, semuanya!"
Tepat di atas panggung, Alfa tersenyum puas sembari menatap ke arah penonton. Rambutnya yang berwarna merah ceri terlihat mencolok, membuat hampir seluruh penggemar wanita histeris. Ini adalah konser keduanya setelah konser perdana yang membuatnya menjadi seorang Alfa yang baru.
Karena perubahan penampilannya, ada beberapa orang yang mencibir Alfa. Namun akibat dukungan dari kakaknya, Rho, Alfa memilih untuk mengabaikan komentar-komentar yang menyakiti hatinya. Akhirnya, Alfa mampu melahirkan dirinya yang baru. Ketika kepercayaan dirinya mulai melemah lagi, dia akan selalu teringat pada kata-kata kakaknya.
Karena itu, kamu harus lebih percaya diri, oke?
--**--**--