Masukan nama pengguna
Kemalangan terus mengikuti Sam dari tewasnya sang ibu dikarenakan bunuh diri dan tewasnya sang nenek karena dibunuh oleh saingan bisnis ayahnya membuat Sam semakin hari semakin terpukul. Menginjak umurnya yang ke 20 tahun, Sam yang harus bekerja dan kuliah mengharuskannya banting tulang siang dan malam, mulai dari bekerja di coffee shop di sore harinya dan tukang bersih pasar di malam harinya.
Sam juga seorang pengedar narkoba jenis pil koplo di daerah Menteng. Uang hasil dari penjualannya dipergunakan untuk membayar hutang ibunya yang ditinggalkan.
“Untuk bulan ini saya cuma bisa bayar 650 ribu pak, bu. Saya juga harus menyisihkan untuk keperluan lain.” ucap Sam memberikan uangnya, “Saya janji bulan depan saya akan bayar full, bu.”
“Ah kamu hanya bisa janji dan janji terus, tidak ada satupun janji itu yang benar-benar kau tepati.” ucap Tuan Kardiman.
Selain harus membayar hutang, Sam juga kerap kali menerima kekerasan fisik akibat keterlambatan membayar bahkan caci maki sudah menjadi bumbu-bumbu bulanan yang Sam rasakan. Bertahan dengan semua itu bukanlah hal yang mudah untuk Sam, apalagi ia hidup terlantar, ayahnya yang sudah menikah lagi tidak menganggap Sam anaknya.
Sam yang terus berjibaku untuk dirinya dan hutang ibunya, terkadang menggunakan narkoba yang dijualnya untuk menenangkan diri. Di usianya ayang saat ini merupakan proses berat yang harus ia lalui, terlebih lagi ini adalah kesempatan terakhirnya untuk bisa kuliah.
“Entah harus berharap pada siapa, aku hanya semakin terpuruk. Tuhan yang katanya selalu melihat hambanya tak kunjung memberikan mukjizatnya.” ucap Sam sambil menenggak minuman beralkohol di perumahan terbengkalai.
Merasa hidupnya semakin hancur secara perlahan, sempat terpikir oleh Sam untuk mengikuti jejak ibunya yakni bunuh, namun selalu saja digagalkan oleh banyak pihak yang masih menganggap Sam itu berharga.
Malam itu, suasana semakin kalut dan pikiran Sam yang semakin kacau. Sam yang dalam kondisi setengah sadarkan diri berdiri ditengah jalan dan berniat mengakhiri hidupnya. Bukannya kematian yang Sam temukan melainkan sebuah sedan merah melaju dan melakukan pengereman mendadak tepat dihadapannya.
“Oi tolol, kalo mau mati jangan di jalan. Noh, di pencakar langit.” ucap pengendara tersebut. “Atau mala mini elu temanin gua, kebetulan gua lagi pengen banget.” pengendara keluar dan menarik Sam ke dalam mobilnya.
“Elu pengen apa dari gua?” ucap Sam yang setengah sadar “Gua gak punya uang ataupun masa depan yang cerah.” ucap Sam menenggak alcohol yang dipegangnya.
“Elu kalo minum itu berbagi, gua juga pengen, tolol.” ucap pengendara yang merebut minuman itu dari genggaman Sam. “Kondisi kita sepertinya sama, gua Audrey. Lu bisa panggil gua apa aja.” ucapnya.
Tak lama mereka tiba di sebuah apartement mewah, keduanya masuk dalam keadaan teler dan sempoyongan.
“Elu milik gua malam ini, jadi gunain seluruh kekuatan elo untuk muasin gua.” ucap Audrey yang menghempaskan tubu Sam diatas ranjang empuk dan halus. “Seluruh kekuatan elu, gua butuh fantasi lu.”
Mendengar ucapan tersebut, Sam yang begitu kesal dan kecewa dengan hidupnya melampiaskannya pada Audrey. Adegan seksual penuh birahi pun terjadi.
“Ah… ah… lebih kuat lagi. Aku masih sanggup menahan beban itu. Ah… ah… ah…” erang Audrey.
Mereka saling bergantian menelusuri fantasi seksual mereka hingga larut malam mereka masih bergelut dengan birahi yang bergejolak. Audrey yang semakin bernafsu dan Sam yang semakin bertenaga menjadikan malam itu sedikit berisik.
Pukul 03.00 AM, Audrey dan Sam sudah terbaring kelelahan bertarung fantasi di apartement Audrey. Mereka berdua saling memeluk hingga terlelap pulas.
Menjelang pagi mereka tersadarkan dan melanjutkan pertarungan fantasi yang belum menemui garis akhir.
“Gua Samuel, panggil gua Sam.” ucap Sam yang melakukan adegan foreplay.
“Dasar lelaki picik, hina dan tak berakal.” sahut Audrey yang terengah-engah menikmati permainan Sam, “Kita sama, dunia yang berbeda dan hidup yang sama.” ucap Audrey yang memeluk erat Sam.
Setelah berjibaku dengan fantasi mereka, Audrey dan Sam saling bercerita kehidupan merak satu sama lain. Sam yang mendengar cerita dari Audrey merasakan ia memiliki teman yang senasib dengannya. Melalui banyak perkara hingga saat ini mereka dipertemukan.
“Mulai sekarang elu milik gua. Elu bantu gua, gua bantu elu.” ucap Audrey memeluk Sam dengan penuh hasrat.
Sam yang masih saja terdiam dengan segala yang diucapkan Audrey hanya menganggukan kepalanya. Seolah tak berdaya, Sam hanya ingin hidupnya berubah dan melunasi semua hutang ibunya tepat waktu.
Pertemuan yang tak terencana tersebut membuat Sam dan Audrey menjadi pasangan yang sangat dicari oleh Pihak Kepolisian. Hal ini terjadi karena Sam yang merupakan pengedar terbesar di Menteng dan Audrey pengedar sabu dan ganja yang sangat potensial se Jabodetabek. Mereka bekerja dengan satu bos yang sama, yakni Carnage, boss sekaligus mafia narkoba terbesar di Asia Tenggara.
Berkat kolaborasi mereke berdua, hutang Sam dan Ibunya dengan banyak pihak lunas dalam hitungan bulan saja. Sedangkan Audrey, semakin matang dalam menikamati bisnis yang mereka geluti.
Bak sepasang pedang bermata dua, Sam dan Audrey ditakuti oleh pesaing bisnis dan menjadi kaki tangan Carnage yang paling berbahaya. Bahkan seorang Carnage juga mewaspadai pergerakan mereka, sedikit saja kesalahan terjadi boss besar atau mafia akan tergantikan dengan mereka berdua. Pasar narkoba internasional akan berebut untuk komunikasi dengan mereka.