Cerpen
Disukai
0
Dilihat
6,633
Hujan yang Mencairkan Rindu
Drama

HUJAN membasahi kota kami di malam hari. Tadinya ia akan datang bersama gerombolan mendung yang berlarian dari arah timur kota. Bayangan pegunungan yang berada di sisi timur yang setiap pagi ia saksikan seperti sebuah lukisan Sang Maestro, sore itu ditelan oleh mendung kelabu yang mengotori langit. Sinar matahari yang setiap hari muncul dari sana pun enggan menampakkan diri. Bintang-gemintang yang setiap malam membentuk rasi layang-layang pun tak berkilauan lagi. Lelaki itu baru saja pulang dari kantornya yang berada di pinggiran kota. Sudah setahun ini ia diterima kerja sebagai kurator sastra di sebuah penerbitan buku mayor yang sudah sepuluh tahun menerbitkan buku di kota kecil ini. Dan itu pun karena ia telah berpengalaman atau pernah bekerja di bidang yang sama waktu ia masih merantau di Jogja, tujuh tahun yang lalu.

Hujan yang disertai gemuruh yang terbatuk-batuk dan kilat yang sambar-menyambar membuat penduduk memilih berada di dalam rumah dengan membungkus tubuh mereka dengan selimut atau makan makanan yang panas seperti bakso, mi ayam atau mi rebus bersama keluarga. Dengan memakai jas hujan membuat lelaki itu tidak terkena tempias air hujan yang ditumpahkan dari petala langit. Jam baru saja menunjukkan waktu Magrib saat lelaki itu tengah mengemudikan motornya di bundaran yang kini telah disulap menjadi pusat kuliner. Padahal seingatnya dulu, bundaran itu sangat terkenal jorok dan kotor. Sungainya penuh sampah hingga menimbulkan bau tak sedap. Tak seorang pun Walikota sebelumnya berniat untuk merubahnya menjadi pusat keramaian warga. Mereka hanya sibuk memakani duit rakyat. Tetapi sekarang, sungai yang dulunya kumuh, kini seolah telah menjelma gadis cantik yang dikerumuni warga. 

Lelaki itu menambah laju motor matiknya. Jalan utama tampak lengang sehingga ia dengan mudah menyalip becak atau sepeda yang ada di depannya. Tampak para pedagang kaki lima yang berbaris di sepanjang jalan tampak merana menunggu pembeli. Gerobak dagangan mereka tergolek menyedihkan karena sejak tadi belum ada yang membeli. Rupanya cuaca hujan membuat orang malas untuk membeli makanan. Bahkan, tadi di Pujasera juga tak tampak muda-mudi yang biasanya berkumpul sambil menikmati jajanan. Lampu di pinggir air mancur pun tak menyala. Saat lelaki itu melihat seorang pedagang bakpao yang berteduh di bawah sebuah warung, ia pun menghentikan motornya. Lalu, ia menepi di pinggir jalan. Setelah itu, ia memesan tujuh biji bakpao hangat yang ada dalam panci kukusan. Penjual bakpao yang tadinya bermuram durja tampak bahagia ketika ada pembeli yang membeli dagangannya. Ia pun tersenyum sumringah seraya mengucapkan terima kasih. Lelaki itu pun pulang setelah membeli bakpao kesukaan anaknya. 

Baru beberapa meter melaju, handphonenya berbunyi dari saku kemejanya. Sepertinya ada panggilan telepon. Lantas ia menepikan motornya. Ia berhenti di depan sebuah toko komputer yang sudah tutup. Lelaki itu mengeluarkan handphone. Ternyata ia mendapat panggilan tak terjawab. Lalu muncul sebuah pesan WhatsApp. 

"Mas, apakah pesanan anaknya sudah dibelikan?" 

Lelaki itu menepuk dahinya. Ia benar-benar lupa bahwa tadi pagi sebelum berangkat ngantor, ia berjanji bahwa pulangnya kerja ia akan membelikan anaknya baju sweater. Ia pun langsung menjawab kalau dirinya sedang menuju toko. Selesai membalas pesan dari istrinya, lelaki itu pun membalikkan arah tujuannya sekarang, yaitu menuju toko pakaian yang berada di pusat kota. 

Hujan masih belum reda. Langit juga masih diselimuti pakaian kelabu yang tebal. Pepohonan yang berdiri di sepanjang jalan tampak menggigil kedinginan. Kadang manusia memang lupa dengan janjinya sendiri. Namun, mereka langsung teringat jika diingatkan dan kemudian menunaikannya. Lebih parahnya, jika ada manusia yang melupakan janjinya dan tidak menunaikannya meski telah diingatkan. Maaf, kalimat ini bukan sebuah sindiran bagi para politisi yang sering berjanji pada saat kampanye. Dan buktinya, Presiden terpilih pun menunaikan janjinya dengan memberikan makan siang gratis meski itu berupa kangkung dan susu kotak.

***

Lelaki itu berhenti di depan sebuah toko pakaian. Ia melepaskan jas hujannya. Lalu, ia masuk ke dalam toko yang terang-benderang itu. Ia merasa betah saat masuk ke dalam. Sebab desain dinding toko dibuat artistik dengan menampilkan tulisan-tulisan mural terbuat dari lengkungan kabel lampu warna. Ia pun langsung menuju tempat pakaian khusus anak. Di sana ada banyak pilihan sweater. Selain warnanya yang banyak, desain karakternya juga lucu. Ia tampak tertarik dengan sebuah sweater warna pink dengan karakter kelinci. Ia mengambil satu. Harga di banderolnya tidak terlalu mahal. Mahal pun ia tak mempermasalahkan karena bahannya bagus dan kainnya lembut. 

"Tidak beli dua sekalian, Mas?" kata seorang karyawati toko, seorang perempuan muda. Suaranya lembut dan renyah. Dan, ia tak asing dengan suara itu. Lelaki itu melihat karyawati yang berada di depannya. Sontak, karyawati itu pun terkesiap saat ia bersitatap dengan lelaki yang sedang membeli baju tersebut. 

Akhirnya, lelaki itu membeli dua potong baju sweater, yaitu warna pink dan kuning. Warna kesukaan anaknya. Tidak lupa ia memfoto kedua baju yang dipegang oleh karyawati itu untuk dikirim ke istrinya. Setelah itu ia juga mencari baju sweater untuk dirinya. Ia menemukan sweater yang warnanya telah lama diburunya untuk koleksi. Tak lupa ia juga membelikan baju untuk istrinya. Ia pun membayar di kasir dengan menggunakan kartu debet. 

Ia pulang dengan membawa baju pesanan anaknya. Anak kecil perempuan usia lima tahun itu sangat senang saat melihat ayahnya menampakkan baju sweater. Anak itu meminta pada ibunya agar langsung mengenakannya. 

Tengah malam, lelaki itu tidak bisa tidur karena ia belum bisa melupakan pertemuan tadi. Gurat-gurat wajah gadis itu belum sirna dari pelupuk matanya. Senyumnya yang memesona, membuat pikirannya terlempar saat pandangan pertama dengannya. Kemudian, saat ia mengajar kelas kreatif kepenulisan. Dan, saat tumbuh benih-benih cinta serta saling salah tingkah. Sayang, ia dan gadis itu berpisah setelah itu. Konon, menurut kabar yang ia terima bahwa gadis itu telah bertunangan atau telah dijodohkan dengan seorang pemuda yang tidak ia cinta. Tiba-tiba, handphonenya berdenyit. Ada pesan WhatsApp yang masuk. Dari nomor baru. 

"Aku sekarang baru sadar bahwa apa yang sampeyan pernah bilang dulu ternyata benar, Mas." 

Pikirannya terlempar ke empat tahun yang lalu, saat dirinya masih mengajar. 

"Aku tahu kau tidak pernah mencintainya. Sebaliknya, dia pun tidak mencintaimu. Jika kamu tetap memilih untuk menikah dengannya, jangan menyalahkan siapa pun jika kamu tak bahagia. Katakan sekarang bahwa kamu mencintaiku." Lelaki itu menatap wajah gadis itu. Saat itu, wajah keduanya sangat dekat sehingga lelaki itu bisa merasakan embusan napas gadis itu. Jantung mereka berdua juga saling berdegup kencang. 

"Tidak. Aku tidak mencintaimu!" Gadis itu menjawab dengan tegas sambil balas menatap wajah lelaki yang ada di hadapannya itu. 

Lelaki itu tersenyum kecil. Ia tahu bahwa gadis itu telah berbohong padanya. 

"Kamu berbohong padaku. Aku bisa melihatnya dari caramu memandangku." 

"Aku mencintainya. Dan aku akan berusaha mencintainya!"

Gadis itu kembali mengirimkan pesan. 

"Meski aku telah berusaha untuk mencintainya, namun aku merasa semakin tersiksa. Dan bukannya aku mendapatkan cinta, justru aku dilukainya. Bahkan, ia tak segan-segan menampar pipiku dan memukul tubuhku." 

"Lalu?" 

"Apakah sampeyan masih menerimaku dan mencintaiku seperti dulu?" 

Tangan lelaki itu tidak mampu mengetik tulisan di keypad handphone untuk membalas pertanyaan itu. Meskipun sebenarnya hatinya masih mencintai gadis itu. Ia memang telah memiliki seorang istri dan anak, namun gadis itu adalah cinta pertamanya walau datangnya terlambat. Kadang jodoh seseorang datang terlambat dan mereka akan bertemu saat usia mereka terpaut sangat jauh. Tetapi, usia bukanlah penghalang bagi Tuhan untuk menyatukan mereka yang telah ditakdirkan berjodoh. 

"Apakah kamu siap meski bukan sebagai istri pertama?" Lelaki itu mengetik dan mengirim pesan itu. 

"Aku siap."

***

Gerimis kembali membasahi kota kecil kami. Langit tetap kelabu sebab mendung enggan meninggalkan hujan sendirian. Tapi, meskipun langit membasahi kota warga kota tak peduli dan mereka tampak jalan-jalan di pusat kota. Di malam yang dingin itu, mereka berdua bertemu di sebuah kafe yang tak jauh dari monumen jam kota. 

"Seperti yang pernah aku bilang dulu, kecantikanmu sungguh abadi. Karena itulah aku jatuh cinta padamu. Tidak membosankan dan akan selalu sedap dipandang," ucap lelaki itu kepada gadis berambut agak ikal yang duduk di depannya itu. Mendengar kalimat puitis dari lelaki itu, gadis itu mengulum senyum. Pipinya merona merah. 

"Apakah istrimu sudah tahu jika mas mencintaiku?" 

"Dia memang harus tahu. Dan aku memang ingin dia menyetujui pernikahan yang tertunda ini," jawab lelaki itu kalem. 

"Aku sudah lama menantikan pertemuan ini. Satu tahun lamanya aku memeram rasa rindu. Dan hujan mengabulkannya. Kita akhirnya bertemu secara tidak sengaja persis seperti saat kita bertemu pertama kali di sekolah." 

"Lalu, bagaimana dengan suamimu?" 

"Aku sedang mengurus perceraian kami. Andai saja ayahku masih hidup ...."

Lelaki itu tanpa ragu menggenggam tangan gadis itu. 

"Tidak ada takdir Tuhan yang tidak baik buat manusia. Semuanya telah diatur seindah dan serapi mungkin."

Satu bulan setelah pertemuan itu, mereka berdua menikah. Hujan menjadi saksi saat mereka melaksanakan akad. Keduanya hidup bahagia meski usia mereka terpaut jauh. Bahkan, ketika gadis itu meninggal dunia, lelaki itu dengan setia menantikan kematian dirinya. Dan selama itu, ia menulis kisah tentang dirinya dan istrinya agar dibaca oleh anak-anaknya. 

Itulah kisah cinta antara seorang guru dan murid yang melegenda hingga saat ini. []


Probolinggo, 2024 

Khairul A. El Maliky. Pengarang novel Akad, Pintu Tauhid, dan Kalam Kalam Cinta (MNC Publishing, 2024). Lahir dan besar di Kota Probolinggo, 38 tahun silam. Kini sedang menyiapkan tiga buku baru berjudul, Pernikahan & Prasangka Cinta, Sweet Girl dan Beda Tapi Cinta yang akan terbit tahun 2025. Selain itu, ia sedang mengumpulkan data riset untuk penulisan ulang novel Cahaya Lentera Cinta (2027). 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)