Cerpen
Disukai
0
Dilihat
2,786
Dua Wajah Samsu
Thriller

DULMAJID pemuda baik yang juga sopan, ramah dalam bertutur, jujur, polos, sederhana dan juga religius. Tak pernah ia meninggalkan salat, terutama salat malam. Ketika baru selesai sarapan di sebuah warung nasi, secara tak sengaja ia membaca sebuah lowongan pekerjaan di koran yang ia temukan tergeletak di meja makan warung itu. Adapun isi dari lowongan itu adalah: 

Dibutuhkan seorang sopir yang berpengalaman minimal 1 tahun. Pendidikan maksimal SMA. Memiliki SIM A. Pekerja keras. Bersedia untuk tinggal di tempat kerja. Belum menikah. Bisa keluar kota jika diperlukan. Gaji lumayan. Bagi yang minat dan serius silakan hubungi nomor WhatsApp di bawah ini. 

Tanpa ragu dan bimbang, Dulmajid segera menghubungi nomor yang tertulis di kolom lowongan kerja tersebut. Ternyata nomor yang ia hubungi sedang aktif dan langsung menerima panggilannya melalui video call. Ketika wajah orang yang dihubunginya muncul di layar handphone, wajah pemuda itu agak terkesiap seolah pernah kenal atau berjumpa, tapi bukan. Ia pun berusaha untuk mengendalikan dirinya agar bisa berkomunikasi dengan calon majikan. 

"Maaf, ini dengan siapa ya?" tanya perempuan yang dihubunginya itu. 

"Saya Dulmajid, Bu. Di koran saya membaca bahwa Ibu sedang membutuhkan seorang sopir pribadi, apakah benar?" Dulmajid balik tanya dengan sopan.

"Ini bersama mas siapa ya?" 

"Sa-saya Dulmajid, Bu." Pemuda itu tergagap. 

"Kayak suaranya familiar gitu. Ah, mungkin kebetulan sama ya? Iya. Mas Dulmajid? Di mana alamat rumah Mas Dulmajid?" 

"Desa Gunung Gundul, Bu."

"Apakah sebelumnya Mas Dulmajid pernah bekerja sebagai sopir? Berapa tahun?" 

"Pernah, Bu. 2 tahun saya bekerja sebagai sopir."

Ibu mengangguk-angguk.

"Pendidikan terakhir kalau boleh tahu?" 

"SMA, Bu." 

"Apakah bisa mengantar keluar kota?" 

"Bisa, Bu." 

"Baik. Mas Dulmajid besok ke alamat rumah saya langsung dengan berpakaian rapi."

"Siap, Bu. Terima kasih."

Sambungan video pun dimatikan. Dulmajid mengucapkan syukur kepada Tuhan karena ia mendapatkan pekerjaan sebagai sopir. Dengan begitu ia bisa mendaftarkan kedua adiknya untuk sekolah. Juga ia bisa memberikan uang untuk ibunya yang telah 4 tahun menjanda. 

Sesuai dengan kesepakatan, Dulmajid datang ke rumah calon majikannya dengan berpakaian rapi. Saat calon majikannya baru pertama kali bertemu dengannya tampak kelihatan seperti pernah mengenal pemuda itu sebelumnya. Tapi saat ia menyodorkan selembar ijazah dan ktp miliknya, ibu itu percaya bahwa ia adalah Dulmajid. 

Adalah mengantarkan kuliah putri sulung ibu itu ke kampus tugas Dulmajid. Gadis itu baru kuliah semester 2 di sebuah kampus negeri ternama. Setiap kali mengantarkan anak majikannya, Dulmajid selalu menundukkan wajahnya. Ia sama sekali tidak berani menatap gadis berwajah cantik itu. Jika sedang berjalan di belakang gadis itu, ia juga menundukkan kepalanya karena menganggapnya tidak baik. Memang di kepalanya tidak tebersit pikiran jorok ketika melihat bokong anak majikannya yang menggoda itu. Tapi sebagai pemuda yang sudah mumayyiz, mengetahui mana perkara yang baik dan yang buruk, ia selalu menghindar dengan cara menundukkan kepala. 

"Siapa itu?" tanya teman gadis itu sambil melihat ke arah Dulmajid.

"Sopir baru mamaku."

"Ganteng juga ya?" 

"Siapa namanya?"

"Mas Dulmajid."

"Tubuhnya kekar juga. Pasti singkong bakarnya segede singkong murkibat. Hahaha."

"Huss. Pikiranmu kok ke sana terus."

"Memangnya kenapa? Kalau singkong bakar pria segede singkong murkibat kan enak dan selalu bikin ketagihan? Kamu pun akan ketagihan pula."

Pulang dari kampus, gadis itu meminta Dulmajid agar langsung pulang ke rumah. 

"Lagi ngomongin apa teman neng Lita tadi?" tanya Dulmajid. "Kok saya dengar kayak ngebahas singkong bakar?" 

"Bukan, Mas. Singkong Bondowoso maksudnya." Gadis itu terlihat salah tingkah.

"Ooo... tak kirain singkong bakar yang lain?" pemuda itu mengangguk, apa dikira dirinya bodoh?

"Bukan. Bukan."

"Astaghfirullalazhim."

Mobil yang dikemudikan oleh Dulmajid pun melaju dengan kecepatan sedang. Setiba dari menjemput anak majikannya, Dulmajid langsung mandi.

***

Dulmajid agak kaget bukan main saat ia baru saja membuka pintu kamar mandi. Betapa tidak. Sebab secara tidak sengaja ia berpapasan dengan Lita yang juga baru saja selesai mandi dan hanya membalut tubuh seksinya dengan selembar handuk membuat pepaya Californianya mengintip sedikit. Lebih parahnya, yang membuat jakun Dulmajid naik-turun adalah paha gadis itu mengundang. Aroma wangi sabun juga menguar dari seluruh tubuhnya. 

Di dalam kamar tidurnya, pikiran Dulmajid selalu terbayang-bayang akan tubuh molek anak gadis majikannya yang tampaknya belum disentuh seekor kumbang pun itu. Dan pasti serbuk sarinya belum diisap. Dalam khayalannya, gadis itu tersenyum pada Dulmajid lalu menanggalkan handuk putihnya hingga bertelanjang. Sepasang pepaya Californianya memanggil-manggil. Pemuda yang rajin beribadah itu lalu memejamkan kedua matanya. Eh, bukannya kelebatan wajah ayu dan tubuh seksi itu sirna justru ia membayangkan sedang berciuman dengannya. Kemudian tangan gadis itu menggenggam singkong bakar murkibatnya yang tegang beribu-ribu volt. Ia pun juga membalas dengan memasukkan tangannya ke dalam sempak gadis itu dan mengorek-ngorek mulut batu bertuah batu bertangkupnya yang ditumbuhi kumis tipis. Semakin ia memasukkan jarinya, tubuh gadis itu semakin bergelinjangan macam orang mabuk kecubung. Sudah cukup. Dulmajid yang saat itu masih sadar merasakan kalau singkong bakarnya turut menegang. 

Di saat yang sama, bayangan akan kematian ayahnya berkelebat. Empat tahun yang lalu, masih kuat dalam ingatannya bagaimana saat itu ayahnya meregang nyawa. Siang itu, ia dan ayahnya baru meninggalkan sekolahnya. Kedua anak-beranak itu melintas di jalan raya. Saat itu, Dulmajid menceritakan kepada ayahnya bahwa ia bercita-cita ingin menjadi masinis kereta api. Lalu, sebuah mobil warna putih melaju dengan kencang dari arah belakang dan ayah Dulmajid tidak sempat menghindar hingga kecelakaan tak dapat dihindari. Motor milik mereka terpental ke depan, lalu terjatuh ke kolong sebuah truk. Ayah Dulmajid terseret sampai sepuluh meter bersama motornya. Sementara dirinya terseret sampai lima meter hingga wajahnya tergores aspal. Nyawanya masih tertolong, sedang ayahnya tewas di lokasi kejadian. Sementara mobil putih yang mendorong mereka dari belakang melarikan diri karena dikejar oleh polisi. Konon beberapa hari kemudian tersiar kabar bahwa pengemudi mobil putih itu kabur karena habis menabrak seorang pengendara motor di tempat sebelumnya. Dan dari koran itu juga, ia mengetahui siapa nama orang yang telah membuat ayahnya tewas. Dengan kematian ayahnya ia pun terpaksa mengubur cita-citanya menjadi masinis.

Untuk menenangkan diri, Dulmajid keluar rumah. Ia ingin mencari angin segar. Di waktu yang sama, anak majikannya itu juga keluar karena tak bisa tidur. Hatinya juga sedang dirundung gelisah. Berulang kali Dulmajid menghindarkan pandangannya karena anak majikannya itu malam itu mengenakan pakaian mengundang. Celana pendek di atas lutut bahkan sempaknya kelihatan. Pakaian singletnya yang tipis membuat benjolan pepaya di dadanya yang bening mengintip-ngintip. 

"Mas Dulmajid juga tidak bisa tidur?" tanya gadis itu menyapa.

Pemuda itu menggeleng malu.

"Apa karena gelisah?" 

"Iya."

"Dua orang sama-sama gelisah."

Gadis itu duduk di sebelah Dulmajid. Beberapa kali kedua netra pemuda itu melirik ke arah paha yang putih menggoda itu. Begitu juga dengan gadis itu. Sepasang matanya melirik ke arah celana Dulmajid. Ia pun terngiang kata-kata temannya tadi soal singkong bakar. 

"Apakah Mas Dulmajid belum pernah pacaran?" 

"Belum pernah."

"Berarti mas juga belum tahu rasanya gituan?" 

Obrolan itu ternyata membuat Dulmajid tegang. Rumah sepi karena penghuninya sudah sama-sama tidur. Lalu, Dulmajid yang mengingat bayangan tadi pun bangkit dari kursinya menuju kursi gadis itu. Anak majikannya itu bangkit dan posisinya digantikan oleh Dulmajid yang duduk. Sedangkan dirinya duduk di atas pangkuan pemuda itu dengan posisi tubuh saling berhadapan. Dulmajid yang mengingat kematian ayahnya langsung membantai tubuh seksi gadis tersebut. 

Belum puas, mereka pun masuk ke rumah. Gadis itu membawa Dulmajid masuk ke dalam kamarnya. Keduanya lalu melanjutkan aktivitas perlendiran di atas ranjang.

***

"Apa yang telah kamu lakukan padaku?" tanya gadis itu seakan habis sadar dari mimpi buruk. 

Ia terkejut melihat tubuhnya tidak ditutupi sehelai kain pun, juga tubuh Dulmajid. Dan yang membuatnya kaget bukan buatan, dari mulut batu bertuah batu bertangkupnya meleleh air kental yang asing. Sedangkan Dulmajid bukannya merasa bersalah. Pemuda itu justru tersenyum licik. 

"Beraninya kamu menodaiku!" tatap Lita dengan pandangan menusuk. 

"Kamu tahu, kenapa aku melakukannya padamu?" kata Dulmajid dengan tenang sambil memandang tubuh gadis yang hanya dibungkus selimut. Pakaian dalamnya berserakan di lantai. "Kamu tidak salah dalam hal ini. Tapi ayahmu lah yang bersalah. Empat tahun yang lalu, ayahku tewas setelah terseret di kolong truk. Kami berdua terjatuh setelah dari belakang ada sebuah mobil yang menyeruduk motor kami dari belakang. Bukannya berhenti, malah pengendara mobil itu kabur. Aku tahu nama pengendara mobil tersebut dari koran. Saat itu aku sendiri mengalami luka gores yang cukup parah di wajah. Untungnya ada orang yang berbaik hati hendak mendonorkan wajahnya untukku. Orang itu sedang sekarat. Lantas, dengan bantuan dari Jasa Raharja, aku bisa melakukan operasi pergantian wajah. Oleh karena nama orang itu Dulmajid, namaku pun juga dirubah. Sedang namaku sendiri: Samsu. Apakah kau tahu siapa nama pembunuh ayahku?"

Gadis itu diam.

"Nama orang itu adalah Nugroho, yaitu ayahmu!"  

Gadis itu tampak menangisi apa yang telah terjadi. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. [] 


2024







Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)