Entahlah.

Angin berhembus dan membuka lembaran baru bukuku. Aku berkali-kali menghela napas untuk mengeluarkan tekanan dari paru-paruku. Kepalaku panas dan tanganku terasa gatal. Aku pernah menganggap bahwa aku bisa menggenggam dunia dengan telapak tanganku ini. Lupa bahwa tanganku tidak cukup kuat untuk menopang dunia ini. Aku hanya ingin menulis. Tidak tahu ini akan berakhir menjadi apa.

Aku mungkin akan mati muda. Tidak pa-pa.

Aku mungkin akan kehilangan banyak hal. Tidak pa-pa.

Orang-orang mungkin akan menjauh. Tidak pa-pa.

Aku mungkin akan sering merasa bosan. Tidak pa-pa. Lagipula itu bisa menjadi alasan untuk terus menulis.

Aku terus-menerus menginginkan hal yang sulit untuk kudapatkan. Kenapa, sih? Kalau terbangnya tinggi, ‘kan jatuhnya sakit. Mau ke mana?

Tidak semua hal yang kau inginkan akan kau dapatkan, jadi bagaimana? Bagaimana sih, rasanya menjadi kuat? Aku tidak pernah tahu.

Hopeless place.

Aku benar-benar kecil. Lemah. Bodoh.

Musik mengalun keras dan aku berusaha mengalihkan perhatianku dari kesedihan.

“Beri hamba uang.”

Menjadi sedih dan punya banyak uang menyenangkan sekali. Hidup ini memang sia-sia. Apa yang kau cari?

Lagu-lagu sedih terus mengalun dan aku semakin tidak bisa lari dari kesedihan ini. Kenapa kesedihan terasa panjang dan hal-hal menyenangkan hanya sementara?

Orang yang cuma hidup dalam kepalanya sendiri. Aku membenci diriku. Apa gunanya semua ini?

Entahlah.

Aku memang senang sekali melihat hal yang jauh. Mungkin itu sebabnya aku sering merasa sedih. Tapi memangnya melihat hal yang dekat akan membuatku merasa lebih baik? Sepertinya tidak juga.

Bagaimana caranya bahagia?

Hujan. Langit putih.

Entahlah.

Apakah ini saatnya untuk berhenti? Kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan abadi karena yang selamanya hanya kesedihan,

dan Tuhan,

dan apapun yang ditetapkan-Nya.

Menyenangkan sekali memercayai Tuhan. Berguna saat kau merasa kesepian. Air mata membuatku kecewa. Ia tidak pernah membuatku merasa lebih baik.