Cerpen
Disukai
1
Dilihat
6,696
Senyummu Berbeda
Romantis

Feris masih duduk di bangku taman sembari menunggu kedatangan Aghnaya. Sebelumnya, mereka memang sudah membuat janji untuk bertemu. Memang tidak seperti biasanya, jika biasanya mereka bertemu di cafe atau restoran yang sering dikunjungi, kali ini Feris merasa akan ada kejutan dari Aghnaya. Feris Melirik jam tangannya dan masih menunjukkan pukul tiga sore, namun Aghanaya tak kunjung datang. Padahal mereka sudah sepakat untuk bertemu jam setengah tiga sore, tapi sampai saat ini pun Aghnaya belum menampakkan wujudnya. 

"Kenapa gue jadi cemas ya sama keadaan Aghnaya?" ucap Feris lirih. 

Feris kembali Melirik jam yang ada di tangannya, perasaannya mulai gelisah. Aghnaya tak kunjung datang, apakah ia lupa dengan janji yang dibuatnya. Feris menundukkan kepalanya. 

"Hai, sorry aku telat," ucap Aghnaya. 

Feris mendengar suara yang khas itu langsung mendongak dan berdiri di hadapan Aghanaya. 

"Aghnaya, duduk, duduk! Tumben ngajak janjian, kan besok malem kita juga jalan," ucap Feris. 

Feris dan Aghanaya duduk di bangku taman. Mereka duduk saling berhadapan. Aghnaya masih menyembunyikan kotak di belakangnya. Feris menatap Aghnaya penuh perasaan, berharap ia membawa kabar baik untuknya. 

"Ris, aku minta maaf," Aghnaya menghela napas. Aghnaya mengeluarkan kotak di balik badannya dan menyerahkannya pada Feris. "aku cuma bisa kasih kamu ini," lanjutnya. 

Feris menerima kotak yang diberikan Aghanaya. Feris merasa ada yang aneh dengan aghnaya, tidak seperti biasanya dia begini. 

"Nay, kamu nggak papa kan? Kok kayaknya kamu...." 

"Aku mau kita putus, Ris!"

Aghanaya berusaha menahan air matanya. 

"Putus? Kenapa? Aku ada salah? Kamu ngomong dong kalo aku salah, biar aku perbaiki."

Feris mulai bingung harus melakukan apa. 

"Kamu nggak salah, Ris. Keluargaku mau pindah ke Australia, karna papaku harus pindah kerja ke sana," ucap Aghanaya dan masih berusaha menahan air matanya agar tidak menetes. 

"Tapi Nay, kita masih bisa kan ngejalin hubungan. Nggak harus putus kan?"

Feris berusaha meyakinkan Aghanaya. 

"Aku nggak mau kita LDR, Ris. Karna aku nggak mau buat kamu nunggu. Aku juga nggak tau bakal berapa lama disana, bisa jadi selamanya aku akan disana," jelasnya. 

"Tapi, Nay?" Feris tak melanjutkan kalimatnya. 

Berat bagi Feris untuk berpisah dengan Aghnaya. Padahal mereka sudah menjalin hubungan 3 tahun, tapi patah dalam seketika. Aghnaya pergi meninggalkan Feris yang masih duduk di bangku taman, saat sudah jauh dari Feris, air mata Aghanaya akhirnya pecah. Aghnaya pun merasa berat jika ia harus meninggalkan Feris. Tapi Aghanaya sendiri tidak ingin membuat Feris tersiksa dengan menunggu ketidakpastian kapan ia akan kembali. 

Feris masih duduk di bangku taman dengan memegang kotak dari Aghanaya. Dengan langkah yang penuh rasa kehilangan Feris berjalan menuju rumah. Sesampainya di rumah, Feris melihat Airin sudah menunggunya di teras rumah. Airin yang melihat kedatangan Feris segera menghampiri dan membawa Feris masuk ke rumah. Airin melihat Feris seperti orang yang sedang frustrasi. Airin mengambil segelas air dan memberikannya kepada Feris yang duduk di ruang tamu. 

"Rin, Aghnaya, Rin," Feris terisak. 

Airin berusaha menenangkan Feris. Feris masih belum bisa menerima jika ia harus berpisah dengan Aghanaya. Feris menceritakan kepada Airin jika mereka sudah putus karna keluarga Aghanaya harus pindah ke luar negeri. Feris merasa ia sedang berada di titik terendah, ia seolah-olah tak ada semangat lagi untuk hidup. 

"Ris, lo harus dengerin gua. Apapun keputusan Aghanaya, itu yang terbaik buat lho," bujuk Airin. 

"Terbaik apanya, Rin. Kalo emang terbaik, Aghanaya nggak akan ninggalin gue kayak gini, Rin." 

"Tapi Aghanaya punya alasan kan kenapa dia harus melakukan itu," Airin mulai terpancing emosi. 

"Tapi, Rin. Aghnaya."

Feris masih belum bisa menerima kenyataan jika ia harus benar-benar berpisah dengan Aghanaya. 

"Feris, lo dengerin gue. Kalo lo percaya sama gue, lo boleh ikutin cara gue. Tapi kalo lo ga percaya, ya sudah," Airin menghela napas. "kalo lo pengen punya hubungan serius dengan Aghanaya, lo harus bisa buktikan ke dia kalo lo disini tanpa dia bisa bertahan dan berusaha untuk bisa nyusul dia. Dengan waktu yang tidak tau sampai kapan, lo pasti bisa ngumpulin segalanya yang lo butuhin untuk membangun hubungan serius dengan Aghnaya. Sekali ini aja, Ris. Lo dengerin gue," jelas Airin. 

Feris tertunduk, apa yang dikatakan Airin ada benarnya. Ia harus bisa bertahan dan berusaha untuk memperjuangkan cinta sejatinya. Aghnaya adalah tujuan hidup Feris. Ia yakin pasti bisa menyusul Aghanaya dan melamarnya. 

Hari berganti hari, hingga tahun berganti. Feris masih dengan usahanya untuk mewujudkan apa yang ia harapkan. Ditemani oleh Airin, Feris berusaha untuk mengumpulkan biaya untuk pergi menyusul Aghnaya di Australia. Ketika semuanya sudah tercukupi, Feris memberitahu Airin. Ia mengatakan jika ia akan menyusul Aghnaya. 

"Ris. Apa kamu yakin akan menyusul Aghnaya?" tanya Airin penuh serius. 

"Maksud kamu apa, Rin? Bukannya selama ini kamu mendukungku untuk mengumpulkan semuanya lalu menyusul Aghanaya! Kenapa tiba-tiba kamu begini sih, Rin," ucap Feris. 

"Maksud gue ga gitu, Ris. Apa kamu yakin perasaan Aghanaya masih sama seperti kamu? Kalo misalnya dia." 

"Gue percaya kok, Aghanaya pasti masih punya perasaan yang sama kayak gue. Tekad gue udah bulat, Rin. Lo ga bisa cegah gue. Terima kasih udah nemenin gue berusaha. Gue pamit, Rin. Kamu jaga diri baik-baik disini."

Feris meninggalkan Airin. 

Feris mengemasi barang-barang yang akan ia bawa untuk ke Australia. Feris telah menyiapkan segala kebutuhan yang akan ia gunakan selama berada di Australia, termasuk paspor. Sore hari, Feris telah berada di bandara. Ia menunggu jam terbang ia menuju Australia. Sembari menunggu, ia memandang sekeliling ruang tunggu. Banyak turis-turis asing yang akan kembali ke negaranya maupun warga lokal yang hendak bepergian untuk liburan maupun yang lainnya. Feris melihat anak kecil yang memainkan ponsel di dekatnya hingga orang yang tertidur saking lamanya menunggu pesawat tiba. Setengah jam Feris mulai bosan, akhirnya pesawat yang ia naiki sudah bisa di masuki. Ia berdiri dan berjalan menuju antrean yang hendak masuk ke pesawat. Ia mencari nomor kursinya, lalu meletakkan tas di dalam kabin dan duduk di kursinya. Ia melihat pemandangan melalui jendela pesawat sembari mengusir kebosanannnya. Setelah bosan, ia memilih untuk memejamkan mata dan berharap bisa segera tiba di Australia. 

Feris keluar dari bandara dan menghirup udara Australia. Sangat berbeda dengan Indonesia. Feris mencari penginapan yang sekiranya dekat dengan tempat tinggal Aghnaya. Untung saja Feris masih menyimpan alamat rumah Aghanaya di Australia yang diletakkan di kotak peninggalan Aghnaya. Feris memilih untuk istirahat dan melanjutkan perjalannya di esok hari. 

Pagi hari, Feris telah bersiap untuk menuju tempat tinggal Aghnaya. Feris membawa sedikit oleh-oleh dari Indonesia, barangkali mereka rindu dengan makanan dari Indonesia. Feris berdiri di pinggir jalan menunggu taksi yang bisa ia tumpangi untuk menuju rumah Aghnaya. Setibanya di rumah Aghanaya, Feris merasa sangat deg-degan. Hatinya tak karuan karna akan bertemu dengan kekasih yang telah lama berpisah dengannya. Feris mengetuk pintu rumah lalu membalikkan badan. Terdengar seseorang membuka pintu tersebut, Feris segera berbalik dan ia mendapati Aghanaya yang berdiri di depan pintu. Aghnaya yang melihat Feris berdiri di depannya merasa kaget. Ia mengira ini hanyalah khayalannya saja. Aghnaya menutup pintu. Namun Feris kembali mengetuk pintu tersebut dan Aghanaya membukanya kembali. 

"Nay, ini aku Feris," ucap Feris sembari meyakinkan aghnaya. 

"Kamu beneran Feris?" Aghnaya menelan ludahnya. Seperti tidak percaya jika Feris berdiri di depannya. 

Setelah keduanya tertegun cukup lama, Aghnaya mempersilakan Feris untuk masuk ke dalam dan duduk di sofa. Feris memberikan oleh-oleh dari Indonesia kepada Aghanaya. Lalu Aghanaya membawanya ke belakang sembari memanggil ayahnya untuk menemani Feris. 

"Selamat pagi, Om," ucap Feris saat melihat ayah Aghnaya menghampirinya lalu ia mencium tangannya. 

"Pagi, Feris. Kamu kenapa bisa ada disini?" tanya ayah Aghnaya. 

"Iya, Om. Saya kesini ingin bertemu dengan Aghanaya. Boleh saya bicara dengan Aghanaya?" tanya Feris. 

Ayah Aghanaya sepertinya memahami maksud kedatangan Feris, sehingga ia memberikan keduanya kesempatan untuk bicara empat mata dan menyelesaikan apa yang seharusnya diselesaikan. Aghnaya mengajak Feris ke suatu tempat yang membuat Feris nyaman. Sepanjang perjalanan, Aghanaya merasa bingung mengapa Feris tiba-tiba bisa berada di Australia. Ia tidak menyangka jika Feris akan nekat menyusulnya. Aghnaya berhenti di suatu tempat, ia duduk dan di susul oleh Feris yang duduk di sebelahnya. 

"Nay, kamu ga kangen sama aku?" celetuk Feris.

"Emm, Ris. Apa sebaiknya kita langsung saja ke tujuan kamu datang kesini?" tanya Aghnaya dengan wajah serius.

"Aku kesini untuk kamu, Nay. Aku kesini mau membuktikan tulusnya perasanku padamu," jelas Feris.

"Tapi aku ga bisa, Ris."

Aghnaya terdiam.

"Kenapa Nay?"

"Aku, sudah punya tunangan disini, Ris. Maaf, aku ga bisa kembali sama kamu," jelas Aghnaya.

"Kamu pasti bohong kan. Nay," Feris tak terima dengan jawaban dari Aghnaya. "kamu bilang mau seumur hidup sama aku, tapi kenapa tiba-tiba kamu menerima pinangan lelaki lain? Jelaskan padaku Nay!" pinta Feris. 

"Aku minta maaf, Ris. Aku yang ga bisa nerima kamu. Aku yang ga pantas buat kamu. Semenjak aku pindah disini, aku sadar. Tidak semuanya harus aku miliki, termasuk kamu. Kamu sudah tidak bisa jadi milikku lagi, Ris. Ada orang lain yang selalu menemani perjuanganmu dan memiliki harapan besar kepadamu."

"Maksudmu Airin?" potong Feris. 

Aghnaya hanya mengangguk sembari menahan air matanya. 

"Nay. Aku sama Airin ga ada apa-apa, Airin tau aku masih menyimpan perasaan sama kamu, maka dari itu aku berjuang hingga menyusul kamu kesini. Apa kamu masih tidak percaya denganku, Nay?" Feris menghela napas. 

Keduanya terdiam, tidak ada yang berani memulai percakapan. Entah keduanya saling merasa bersalah atau bagaimana, namun keduanya seolah-olah tak memiliki pemikiran yang sama untuk kembali. Aghnaya menolak Feris kembali ke hidupnya karena bagian Feris sudah tidak seperti dulu lagi. Memang. Raga dan hatinya diberikan kepada Aghnaya namun dari lubuk hatinya yang paling dalam, Feris tidak menyadari jika ia sebenarnya telah menanamkan benih-benih cinta kepada Airin.

"Kamu pulang saja, Ris. Airin lebih layak buat kamu," pinta Aghnaya.

"Kasih aku alasan yang bisa buat aku ninggalin kamu. Nay," ucap Feris pasrah.

"Senyummu, Ris. Saat bertemu tadi aku merasa senyummu sudah berbeda. Sudah tidak sama saat aku masih bersamamu dulu. Aku sadar, semenjak saat itu juga, kamu sudah tidak bisa aku miliki lagi. Kamu pulang ya, Ris." 

"Alasanmu tidak masuk akal, Nay. Bukan itu yang aku mau," Feris berusaha membuat Aghnaya terpojokkan. 

Aghnaya sudah tidak kuasa menahan air matanya dan memilih pergi meninggalkan Feris. Aghnaya sudah tidak ingin bertemu dengan Feris lagi. Baginya, Feris bukan lagi lelaki yang bisa membuatnya bahagia. Setelah Aghanaya meninggalkan Feris sendirian, Feris merasa usahanya selama ini sia-sia. Ia bingung harus bagaimana, akhirnya ia memilih untuk kembali ke Indonesia, karna apa yang ia harapkan tidak bisa ia gapai. 











Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)