Cerpen
Disukai
2
Dilihat
12,209
Kopi Tanpa Gula
Drama

Siang itu cukup panas, hingga membuat beberapa orang tidak berani berjalan di atas trotoar secara berdesakan. Aruni, menyusuri trotoar yang sepi dengan membawa laptop di tangan kirinya. Singgah di sebuah coffeshop yang tak jauh dari pandangannya.

“Coffe ice less sugar satu ya, kak,” ucap Aruni. 

Setelah kasir memproses pesanannya, Aruni mengeluarkan beberapa lembar uang kertas untuk membayar pesanannya. Setelah itu ia mencari tempat duduk yang tak begitu padat oleh pengunjung agar dapat merasakan AC ruangan dengan lega. 

“Permisi, satu coffe ice less sugar atas nama kak Aruni,” ucap waiters yang mengantarkan pesanan Aruni. 

“Terima kasih, kak.”

Waiters itu hanya mengangguk lalu menghilang dari hadapan Aruni. 

Aruni menatap layar laptop yang sudah berisikan tugas-tugas yang ia dapatkan dari kelas perkuliahan sebelum ia pergi ke coffeshop. Aruni mulai memainkan jari-jari tangannya di atas keyboard laptop dengan lincahnya. 

Sesekali Aruni meneguk segelas es kopi yang ia pesan. Setelah itu, mata dan otaknya kembali fokus pada layar laptop yang ada di hadapannya. 

“Permisi, satu coffe ice less sugar,” ucap seseorang yang langsung duduk di depan Aruni. 

Aruni mendongak saat mendengar suara yang tak asing di telinganya, “Fathur,” ucapnya lalu tersenyum ke arah Fathur. 

“Sudah aku duga, pasti kamu akan datang ke sini untuk mengerjakan tugas, benar kan.” 

“Tidak perlu menduga, ini memang tempatku untuk mengerjakan tugas, dan kamu tahu itu,” sahut Aruni. 

Fathur tersenyum melihat Aruni yang begitu serius mengerjakan tugas, sedangkan dirinya menikmati minuman yang ia pesan. 

“Kenapa menatapku seperti itu?” ucap Aruni saat tak sengaja mendapati Fathur memperhatikan dirinya. 

“Tidak, aku hanya senang saja melihatmu yang begitu serius mengerjakan tugas, bukannya masih dikumpulkan minggu depan? kenapa kamu begitu antusias menyelesaikannya.” 

“Aku bukan tipe orang yang menyia-nyiakan waktu luang, Thur. Lagi pula kamu juga tahu kalau aku memilih kerja part time untuk mengisi waktuku yang amat luang,” jelas Aruni tanpa melihat ke arah Fathur dan fokus ke layar laptopnya. 

Lagi-lagi Fathur tersenyum kagum ke arah Aruni, wanita itu begitu kuat menjalani perkuliahan sambil bekerja part time di sebuah restoran. Berbeda dengan dirinya yang sudah kaya dan hanya bersiap untuk meneruskan perusahaan milik orang tuanya. 

“Run, besok setelah kelas, apakah kamu ada waktu luang?” tanya Fathur.

“Kenapa?” 

“Aku ingin mengajakmu ke taman kota, sesekali kamu perlu mengistirahatkan otakmu dengan piknik sederhana atau jalan-jalan mungkin, apa kamu mau, Run?” Fathur sangat berharap Aruni menerima ajakannya, karna Fathur mengerti jika Aruni selama ini hanya menyibukkan dirinya untuk mengerjakan tugas dan bekerja. 

“Bagaimana, Run?” tanya Fathur memastikan.

Aruni hanya mengangguk, “oke,” ucapnya tanpa menatap ke arah Fathur. 

Fathur tersenyum sangat senang, akhirnya ia bisa mengajak Aruni jalan-jalan meskipun hanya di taman kota, yang sering Aruni lewati ketika pulang dari kampus. 

Hari semakin sore, Aruni dalam perjalanan menuju restoran tempatnya bekerja. Ditemani oleh Fathur yang sengaja mengantarkan Aruni ke restoran dengan motornya, dengan alasan ia ingin pergi ke suatu tempat yang kebetulan sejalan dengan tempat kerja Aruni. 

“Makasih ya, Thur. Maaf kalo aku ngerepotin kamu,” ucap Aruni setelah turun dari motor Fathur. 

“Iya, sama-sama, Run. Lagi pula aku juga mau ke toko kue, mama nitip beberapa bahan kue yang habis di rumah, kalo gitu aku duluan ya,” pamit Fathur lalu melajukan motornya.

“Hati-hati, Thur!” teriak Aruni yang membersamai kepergian Fathur dari hadapannya. 

Aruni berjalan menuju ruang ganti, ia berganti pakaiannya menjadi staf bagian dapur, ia bertugas untuk memasak maupun membuat minuman ketika ada yang memesan. 

“Aruni!” panggil seseorang ketika Aruni baru saja tiba di dapur. 

“Hari ini banyak pesanan, jadi saya minta tolong untuk koordinir makanan supaya tepat waktu tersaji di meja tamu, kamu bisa kan?” pinta manager restoran yang memercayai Aruni sebagai penanggung jawab pesanan kali ini. 

“Bisa, Pak.” 

Manager tersebut keluar dari dapur, Aruni mulai menyiapkan beberapa bahan masakan sesuai jumlah pesanan yang sudah tercatat di dinding. 

Aruni mulai memasak dengan hati-hati agar cita rasa makanan yang ia masak tetap terjaga dan tidak berubah, sekalipun itu dalam jumlah yang cukup banyak. 

Setelah hampir satu jam berkutat di depan kompor, Aruni mencicipi hasil masakannya itu, “sedap, seperti biasa,” ucapnya lalu mulai menyusun piring ke meja dan menuangkan masakannya. 

Setelah semuanya selesai, Aruni meminta bantuan kepada para waiters untuk dibawa ke meja yang sudah di pesan sesuai arahan manager. Aruni turut mendampingi para waiters sekaligus menyusun piring di meja agar terlihat rapi dan bersih. 

Setelah selesai menyusun makanan, Aruni kembali ke dapur untuk mempersiapkan pesanan yang sudah menunggu untuk di masak.

Malam semakin larut, restoran sudah sepi pengunjung, beberapa waiters merapikan meja dan kursi, lalu mereka menutup restoran ketika sudah waktunya pulang. 

Aruni berjalan menyusuri trotoar yang sepi, di temani ponsel yang ia genggam, berusaha mencari ojek online yang masih menerima orderan di tengah malam. 

Setelah cukup lama berjalan, akhirnya Aruni mendapatkan driver motor yang bisa mengantarkan dirinya pulang. Sesampainya di rumah, Aruni langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Menghela napas sejenak, lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan kembali ke kamar untuk istirahat. 

Pagi hari, Aruni bergegas menuju kampus karna sepuluh menit lagi perkuliahan akan di mulai. Kali ini ia bangun kesiangan, sehingga tidak bisa berada di kelas sepuluh menit lebih awal sebelum kelas di mulai. 

“Santai aja, Run. Hari ini dosen ga masuk kelas, ada undangan rapat di rektorat.” 

Aruni yang masih mengatur napasnya berusaha mencerna ucapan dari Fathur yang duduk di sebelahnya dan melihat dirinya terengah-engah. 

“Yang bener kamu, Thur. Jadi sia-sia dong aku cepet-cepet ke kampus kalo ga ada dosen, pantes aja kelasnya sepi,” ucap Aruni lalu mengambil tumbler minum yang ada di tasnya lalu meminumnya. 

Fathur mengangguk, “iya, Run. Beberapa menit lalu dosen masuk kelas, tapi hanya menyampaikan kalau ada undangan rapat di rektorat, jadi perkuliahan hari ini di tiadakan, nanti ada jadwal pengganti.” 

Aruni menghela napas kesal, setelah dirinya di kejar-kejar waktu yang mepet dengan perkuliahan, ternyata dirinya mendapati tidak ada kelas yang akan berlangsung. Wajah Aruni tampak kecewa dan Fathur menyadari perubahan raut wajah Aruni. 

“Berhubung ga ada kelas nih, gimana kalo kita ke taman kota?” ajak Fathur.

“Ya sudah boleh,” ucap Aruni menerima ajakan Fathur. 

Lalu keduanya keluar dari kelas dan berjalan menuju parkiran. Fathur memberikan helm kepada Aruni yang sengaja ia membawa dia helm karna akan pergi ke taman dengan Aruni. 

Sepanjang perjalanan, Aruni menikmati angin yang cukup segar bercampur polusi, saking macetnya jalanan. Untung saja dia membawa tisu di dalam tasnya, sehingga bisa ia gunakan untuk menutup hidungnya selama perjalanan. 

Fathur memarkirkan motornya di area parkir taman dan ada tukang parkir yang menjaganya. Setelah itu ia mengajak Aruni ke salah satu stand makanan. 

“Kamu mau pesan apa, Run?” tanya Fathur sambil melihat daftar menu yang ada di gerobak. 

“Apa ya? samain aja deh, Thur. Biar cepet.” 

“Bu, pesen bakso urat dua, ya. Makan di sini!” ucap Fathur lalu mencari tempat duduk yang tak jauh dari stand makanan yang ia pesan. 

Fathur menatap Aruni yang sedang menjelajahi seluruh sudut taman yang dapat di tangkap oleh matanya, hingga Aruni menoleh ke arah Fathur yang sedari tadi memperhatikan dirinya. 

“Kamu kenapa, Thur? Ada yang aneh ya sama aku?” tanya Aruni yang heran saat Fathur begitu dalam menatapnya. 

“Tidak ada, Run. Kamu cantik,” ucap Fathur tanpa sadar. 

“Hah?” 

Fathur mengerjapkan matanya segera sadar dari lamunannya, “eh apa, Run? Itu baksonya sudah datang.” 

Aruni tersipu malu saat Fathur mengatakan dirinya cantik, meskipun itu ia ucapkan dalam keadaan tidak sadar. 

“Makan, Run!” ucap Fathur saat tangannya sudah mengangkat semangkok bakso. 

Aruni hanya tersenyum ke arah Fathur, hal itu membuat Fathur membuang muka agar Aruni tidak melihat dirinya yang sedang salah tingkah. 

“Baksonya enak, Thur,” komentar Aruni. 

“Lebih enak lagi kalo di kasih saos sama kecap, kamu suka pedas ga, Run?” tanya Fathur sambil meracik saos dan kecap ke mangkok Aruni. 

“Sedikit saja, Thur.” 

Setelah selesai meracik saos dan kecap, Fathur menyerahkan bakso milik Aruni agar di cicipinya apakah terlalu pedas atau tidak. 

“Enak banget, Thur. Kamu pandai meracik saos dan kecap, kenapa kamu tidak membuka warung bakso saja?” pertanyaan aneh itu terlontar dari mulut Aruni tanpa sengaja. 

Fathur hanya tersenyum, “untuk apa aku membuka warung bakso, lalu bagaimana dengan UMKM yang sudah terlebih dulu ada di sini? Apa kamu tega mereka mempunyai saingan baru? Lagi pula aku hanya pandai meracik saos dan kecap pada bakso, bukan membuat bakso,” jelas Fathur. 

“Makasih ya, Thur. Kamu begitu banyak membantu aku.” 

“Kita sudah kenal lama, Run. Bagaimana mungkin aku membiarkanmu begitu saja,” sahut Fathur lalu memakan baksonya. 

Aruni menikmati bakso itu dengan raut wajah yang sangat senang, kapan lagi dirinya bisa menikmati makanan sederhana seperti bakso di taman, karna dirinya yang memilih menyibukkan dirinya untuk bekerja dan mengerjakan tugas kuliah daripada harus menghabiskan waktunya untuk menikmati hidup seperti saat ini. 

Fathur beranjak dari tempat duduknya dan terlihat memesan minuman ke pedagang sebelah, dan Aruni penasaran dengan minuman yang di pesan Fathur karna cukup lama baru ia kembali. 

“Ini minum kamu, Run.” 

Aruni menerima sebotol air mineral yang dibelikan oleh Fathur serta bagian tutup yang sudah sedikit terbuka karna Fathur sengaja membukanya agar Aruni tidak kesulitan ketika hendak meminumnya. 

“Makasih, Fathur. Kamu beli minum apa?” tanya Aruni yang sudah jelas bisa melihat Fathur membawa segelas kopi di tangannya. 

“Apakah jenis minuman ini harus aku jelaskan padamu, Run?” ucap Fathur yang membuat Aruni sedikit malu. 

“Kopi?” 

“Iya, tanpa gula.” 

“Kenapa tanpa gula?” tanya Aruni heran. 

“Karna kopi tanpa gula ini selalu mengingatkan aku pada suatu hal, maka dari itu aku suka sekali kopi tanpa gula,” jelas Fathur yang sengaja tidak memberi tahu secara rinci alasannya menyukai kopi tanpa gula tersebut.

“Kamu takut diabetes kalo minum kopi?” celetuk Aruni yang membuat Fathur menahan tawanya. 

“Tidak, Run. Hanya saja ada rahasia di balik kopi tanpa gula ini,” sahut Fathur yang membuat Aruni semakin penasaran. 

Aruni berusaha mencerna kalimat yang sebelumnya diucapkan oleh Fathur, apa maksudnya, Aruni benar-benar tidak memahaminya. 

“Nanti biar aku jelaskan manfaat kopi tanpa gula, kamu sudah selesai, Run? Bagaimana kalo kita pulang sekarang? Atau kamu mau ke restoran?” tawar Fathur. 

“Langsung ke restoran saja, Thur. Tapi janji ya nanti kamu kasih tahu manfaat kopi tanpa gula itu!” tagih Aruni.

Lagi-lagi Fathur hanya bisa menahan tawanya ketika mendengar Aruni menagih janjinya tentang manfaat kopi tanpa gula, padahal dirinya bisa mencari tahu di internet, apa yang sedang terjadi dengan Aruni, mengapa dia seperti orang yang sangat lugu dan tidak mengerti apa-apa. 




Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)