Cerpen
Disukai
0
Dilihat
5,644
Ada Aku
Romantis

Gemuruh ombak yang tenang memberikan kenyamanan bagi Chelsea yang sedang meratapi hidupnya yang berantakan. Kali ini ia sendirian pergi ke pantai untuk merayakan rasa sedihnya itu. Tidak ada kata-kata yang bisa mewakili perasaannya saat ini. Hancur, semua perjalanan hidupnya terasa sia-sia. Setelah ia melihat kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah di depan matanya. Tak ada tempat yang bisa memberikan ketenangan bagi Chelsea selain pantai.

Di tengah lamunan Chelsea yang larut dalam keheningan, di antara ratusan pengunjung pantai yang tak ia pedulikan. Terduduk di bibir pantai, berkali-kali terkena ombak yang datang, hingga pakaiannya mulai basah, Chelsea masih tak beranjak dari tempat duduknya itu. Air matanya tak berhenti menetes, sesenggukan dari mulutnya tak kunjung reda. Seberat itukah yang sedang Chelsea rasakan, hingga sudah tak peduli dengan lingkungan yang ada di sekitarnya.

Tiba-tiba seseorang meletakkan handuk di punggung Chelsea tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Chelsea terkejut saat ada handuk yang menutupi punggungnya.

“Sudah aku duga pasti kamu akan kesini.”

Seseorang yang sudah kenal lama dengan Chelsea itu langsung duduk di sebelah Chelsea tanpa pikir panjang.

“Ada masalah lagi di rumah?” tanya Alex sambil menarik kepala Chelsea untuk bersandar di bahunya.

“Tanpa aku jelaskan pasti kamu sudah mengerti, Lex.”

“Pulang, ya. Kamu perlu istirahat,” bujuk Alex.

“Pulang ke mana? Aku sudah tidak punya rumah lagi,” jawab Chelsea yang masih menitikkan air matanya.

Alex mengerti apa yang sedang Chelsea rasakan, mungkin memang tidak bisa dijelaskan dengan kalimat yang singkat, tapi Alex berusaha untuk selalu ada buat Chelsea.

“Pulang ya, Chel. Janji deh besok aku bakal nurutin apa pun yang kamu mau. Asal kamu pulang, emang kamu ga kedinginan dari tadi kena ombak,” ucap Alex yang masih berusaha untuk membujuk Chelsea untuk pulang.

Chelsea hanya diam dan tidak merespons ucapan Alex. Alex menoleh ke arah Chelsea dengan tatapan kosong.

“Maaf kalo aku datang terlambat, Chel. Harusnya aku ada untuk kamu sejak awal,” ucap Alex dalam hati.

Alex merapikan anak rambut Chelsea, “Kamu cantik, Chel,” ucapnya pelan.

“Iya dong,” sahut Chelsea dengan tatapan matanya yang masih kosong.

Are you okay, Chel?”

Chelsea menggelengkan kepalanya, “aku ngantuk, Lex,” ucapnya pelan.

Melihat tingkah Chelsea yang cukup plin-plan, membuat Alex merasa gemas. Alex memutuskan untuk menggendong Chelsea dan membawanya ke mobil untuk pulang. Chelsea tidak memberontak bahkan ia tenggelam dalam kenyamanan di pelukan Alex.

“Tidur aja, nanti kalo udah nyampe rumah aku bangunin.”

Chelsea memilih untuk memejamkan matanya selama perjalanan pulang. Alex mengendarai mobilnya dengan pelan agar Chelsea bisa tidur nyenyak cukup lama sepanjang perjalanan.

“Iya halo, Tan,” ucap Alex ke benda pipih yang berada di dekat telinganya.

“Chelsea sama kamu kan, Lex? Bawa dia pulang ya, Tante khawatir karna dia ga pulang-pulang dari tadi.”

“Iya, Tan. Ini aku udah sama Chelsea kok, Chelseanya lagi tidur, kayaknya dia kecapean deh, Tan,” jelas Alex sambil sesekali menoleh ke arah Chelsea yang terlelap.

“Syukurlah kalo begitu, kamu hati-hati ya bawa mobilnya, pelan-pelan aja yang penting bisa sampe dengan selamat.”

“Iya, Tante. Alex tutup ya, takut Chelsea denger nanti malah bangun,” ucap Alex lalu memutuskan sambungan telepon dengan mama Chelsea.

Alex meletakkan ponselnya di dashboard mobil dan kembali fokus menyetir mobil dengan santai.

Hari semakin larut malam, Alex masih dalam perjalanan untuk mengantarkan Chelsea pulang. Sejenak ia singgah ke minimarket untuk membeli beberapa minuman dan makanan, namun saat Alex kembali ke mobil ia mendapati Chelsea sudah terbangun dari tidur nyenyaknya.

“Dari mana, Lex?” tanya Chelsea yang melihat satu kantong yang ada di tangan Alex.

“Haus, Chel. Jadi singgah bentar di minimarket beli minuman sama camilan. Nih kalo mau!” Alex menyodorkan kantor kresek tersebut ke kursi Chelsea setelah mengambil minuman miliknya.

“Udah jam berapa, Lex?” tanya Chelsea yang melihat langit sudah gelap.

Alex melirik ke arloji yang ia gunakan, “masih jam setengah sembilan, lanjut tidur aja gapapa kalo masih ngantuk.”

“Aku ga mau pulang, Lex.”

“Ga mau pulang atau ga mau lihat orang tuamu berantem lagi?” tanya Alex yang sudah tahu dengan jawaban Chelsea.

“Kamu itu selalu tau apa yang ada di pikiran aku, Lex. Jadi susah buat bohongin kamu,” Chelsea mengambil minuman yang ada di kantong kresek dan camilan.

“Apa pun yang akan terjadi sama kamu, Chel. Aku bakal terus ada buat kamu,” ucap Alex sambil mengendarai mobilnya dengan pelan.

“Kamu kenapa ga pacaran aja, Lex. Kamu kan ganteng gini.”

Seketika Alex tersedak mendengar ucapan Chelsea yang di luar dugaannya. Selama mereka kenal, Chelsea tidak pernah sekalipun membahas tentang percintaan, baik itu urusan hatinya maupun urusan hati Alex.

“Aku belum siap aja, Chel. Aku takut bukan jadi yang terbaik buat dia,” jelas Alex.

“Jadi kamu udah punya incaran ya, Lex?” tanya Chelsea yang tampak frustasi.

“Kata siapa?”

Chelsea mengalihkan pandangannya ke jendela mobil dan melihat rumah-rumah yang ia lewati.

“Kebahagianku ada di kamu, Chel. Jadi apa pun yang membuatmu bahagia akan aku lakukan.”

Kalimat yang membuat Chelsea tiba-tiba tertegun, ia tidak tahu harus mengatakan apa kepada Alex yang sudah selalu ada untuknya hingga saat ini.

“Aku tau, pasti kamu menganggap aku sebatas sahabat yang selalu ada, dan aku mengerti itu. Makanya aku ga mau sampai terjadi apa-apa sama kamu, jujur aku ga bakalan bisa maafin diri aku sendiri kalo sampai terjadi hal buruk sama kamu, Chel.”

Tanpa sengaja Chelsea meneteskan air mata dan segera mengusapnya agar tidak diketahui oleh Alex. Chelsea tidak menyangka jika Alex setulus itu dengannya, bahkan Chelsea tidak menyadari keberadaan Alex yang selalu mendukung apa pun yang ia inginkan.

Di tengah keheningan dalam mobil, akhirnya mereka sampai di rumah Chelsea. Mama Chelsea sudah menunggu di depan rumah. Chelsea dan Alex keluar dari mobil, lalu menghampiri mama Chelsea yang setengah khawatir menunggu kepulangan putrinya.

“Chelsea, mama khawatir sama kamu, Nak.”

“Aku langsung ke kamar, Lex. Kamu hati-hati ya pulangnya,” ucap Chelsea tanpa memedulikan keberadaan mamanya yang khawatir dengan keadaannya.

“Langsung istirahat ya, Chel,” teriak Alex yang tidak melihat Chelsea setelah masuk ke dalam rumah.

“Tante maaf kalo pulangnya kemaleman, tadi singgah dulu buat makan,” jelas Alex.

“Makasih ya, Lex. Kamu benar-benar menepati janji untuk selalu menjaga Chelsea. Maaf juga karena Tante sering ngerepotin kamu, padahal kamu juga punya banyak urusan,” ucap mama Chelsea.

“Tante, menurut Alex, jangan ganggu Chelsea dulu ya, dia masih perlu waktu buat nerima semuanya. Biarin Chelsea istirahat dulu buat tenangin pikirannya, nanti kalo dia udah tenang, baru Tante ajak ngobrol lagi.”

“Iya, Lex. Kamu itu emang paling ngerti sama Chelsea,” ucap mama Chelsea.

Setelah percakapan cukup panjang, Alex berpamitan untuk pulang, karna malam pun semakin larut.

Beberapa hari kemudian, setelah kejadian itu Chelsea dan mamanya hampir tidak pernah mengobrol meskipun tinggal dalam satu rumah. Hingga akhirnya ayahnya datang untuk menemui Chelsea dan menjelaskan semua yang terjadi.

“Chelsea sekarang udah ga peduli mama sama papa mau pisah, sekarang Chelsea minta agar mama sama papa ga usah ngurusin kehidupan Chelsea lagi, Chelsea bukan anak kecil yang harus ngikutin semua kemauan mama sama papa.”

Chelsea mengambil koper dan hendak keluar dari rumahnya namun di cegah oleh papanya.

“Chelsea, kamu harus dengerin papa, Nak. Ini semua salah papa, kamu tetap tinggal sama mama, ya. Kamu temenin mama biar ga sendirian,” pinta papa Chelsea dengan penuh harapan.

“Udah cukup Chelsea buat jagain mama, Pa. Selama ini Chelsea yang selalu jaga mama, selama ini Chelsea yang selalu dituntut untuk selalu ngertiin kalian, terus kapan kalian ngertiin Chelsea? ga ada kan. Jadi buat apa Chelsea bertahan di kehidupan yang tidak Chelsea inginkan, mending Chelsea ga usah ada di kehidupan kalian kalo cuma jadi penjaga buat mama.”

Perdebatan yang cukup serius membuat Chelsea semakin kesal dengan orang tuanya. Ia benar-benar sudah lelah dengan sikap kedua orang tuanya yang selalu melarangnya ini itu.

“Bawa aku ke alamat yang udah aku kirim ke kamu, Lex. Aku harap kamu bisa ngertiin perasaan aku kali ini,” ucap Chelsea yang sudah masuk ke dalam mobil Alex.

“Kamu yakin, Chel?” tanya Alex untuk memastikan kondisi Chelsea.

Chelsea hanya mengangguk, tak lama dari itu Alex mulai mengemudikan mobilnya. Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan, tak ada obrolan asyik dari dua sejoli ini.

“Udah sampe, Chel. Kamu yakin mau tinggal di sini?” tanya Alex setelah melihat kondisi tempat yang akan Chelsea tinggali.

“Iya, Lex. Setidaknya tempat ini jauh dari keramaian dan jangkauan mama papa.”

Alex mengeluarkan koper Chelsea yang ada di bagasi, lalu mengantarkan Chelsea hingga depan pintu.

“Makasih ya udah anterin aku, kamu sering-sering main kesini biar aku ga kesepian.”

Chelsea memeluk Alex sebelum ia masuk ke dalam rumah yang akan ia tempati.

“Kabarin aku setiap saat, Chel. Kamu ga sendirian, ada aku yang selalu ada buat kamu. 24 jam aku siap buat kamu.”

“Ga usah berlebihan deh, Lex. Ya udah, kamu hati-hati ya pulangnya, fokus nyetirnya, jangan mikirin aku dulu, nanti kalo udah nyampe rumah baru mikirin aku lagi,” ucap Chelsea yang meminta Alex untuk pulang.

“Pengen banget nih di pikirin?” ejek Alex.

Tatapan sinis Chelsea muncul ketika ia mulai kesal dengan Alex.

“Ya udah iya, aku pulang dulu ya. Kamu hati-hati disini, jangan lupa selalu kabarin,” ucap Alex lalu masuk ke mobilnya dan melaju perlahan lalu menghilang dari pandangan Chelsea.

“Maaf ya, Lex. Gara-gara aku kamu jadi terbawa masalah keluargaku. Sehat-sehat ya orang baik, jangan mati duluan,” ucap Chelsea dalam hati sambil senyum-senyum sendiri di depan pintu.











Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)