Flash
Disukai
11
Dilihat
18,691
Rasa Yang Tertinggal
Drama

"Love Of Rayya," ucapnya barusan. Memecah hening yang menyertai pertemuan ini sejak tadi.

"Ya?" Aku terkejut. Lelaki yang tak sengaja kujumpai barusan, mengucapkan itu.

"Cerbung yang kamu tulis di Kwikku. Aku membacanya."

Spontan aku mendongak menatapnya. Sekilas. Jantungku berdetak makin kencang. Bahkan pertemuan tak sengaja ini saja telah membuatnya berdenyut tak beraturan. Dia ... tak kuduga membaca cerbung itu.

"Trus?" Aku berusaha menguasai hati, agar rasa canggung yang selalu muncul tiap kali bertemu dengannya tak semakin menjadi. "Ehmm, maksudku bagaimana pendapatmu tentang cerbung itu. Apa menarik?" Aku tersenyum. Kaku. Entah dia menyadari atau tidak.

"Bagaimana ...," ia menahan kalimatnya, "jika kisah Rayya dan Rian dalam cerita itu kita buat menjadi nyata?" 

Jantungku makin berpacu. Apa dia tau kalau tokoh Rian dalam cerbung itu adalah gambaran dirinya?

"Ma-maksudnya?" 

Lelaki tegap yang berdiri di sampingku membalik badan sembilan puluh derajat. Dia menatapku lekat.

"Menikahlah denganku!" ucapnya tegas, penuh keyakinan. Membuat aliran panas menjalar dari dada hingga ke kepala. Jika saja kulitku putih, pasti sangat nampak wajahku yang memerah. Tetapi ini tidak benar.

"Ba-bagaimama mungkin?! Itu tidak mungkin! Kau masih punya istri, dan aku bersuami," jawabku gugup.

Lelaki tampan berbadan bidang itu terdiam sesaat. "Rian dalam cerbung yang kamu tulis itu adalah aku, 'kan? Begitupun Rayya, itu kamu. Iya 'kan? Maka aku tidak salah jika kusimpulkan kamu pun masih menyimpan perasaan untukku. Dan kau benar, aku mencintaimu. Rasa itu masih trus ada," ucapnya kemudian.

Aku tertegun. Tak pernah menduga dia ikut membaca cerbungku. Dari mana dia tau? Aku bahkan tak pernah berani meng-add pertemanan dengannya di media sosial, tempatku mengiklankan cerita-ceritaku. Apa dia sering stalking akunku yang memang diatur publik?

"Jika kita selama ini selalu berhasil menekan perasaan masing-masing hingga ke dasar hati, aku yakin kita akan terus berhasil untuk membuatnya tak muncul ke permukaan. Kita tak akan mati hanya karna menahan rasa yang memang tak boleh lagi ada." 

Entah bagaimana kalimat itu bisa lancar keluar dari mulutku, saat gemuruh di dada masih menguasai? Kali ini lelaki yang selalu membuatku canggung itu, memandang lantai di depannya.

"Jika memang kau untukku dan aku untukmu, Allah pasti telah menjodohkan kita. Tapi nyatanya tidak," lanjutku. Dia hanya diam.

"Istrimu adalah yang terbaik untukmu. Dan suamiku yang terbaik untukku. Allah tak pernah salah memberi. Jangan pernah mencari kebahagiaan yang belum pasti. Jagalah apa yang sudah Allah beri. Kita bisa bahagia dengan mensyukuri semua yang telah dimiliki." Aku menghela napas. Kata-kata yang sebenernya aku tujukan untuk diriku sendiri. Detak jantungku berangsur normal.

"Jika takdir berkata lain di kemudian hari, apa kita akan bersama?" ucapnya lirih. Masih dengan memandang lantai.

Aku terdiam. Hening beberapa saat. 

"Asal tanpa ada yang tersakiti. Mungkin." balasku kemudian. "Tapi jangan mengharap yang belum pasti. Syukurilah apa yang ada." Pelan kuucap kalimat terakhir, seolah berkata pada hatiku.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)