Cerpen
Disukai
1
Dilihat
13,508
Pesan maaf Inka
Drama

Mentari belum juga meninggi saat pintu kamar Vano diketuk pembantu rumah tangganya, Vano tersentak dan bangun dari tempat tidur lalu membuka pintu kamarnya.

“Ada apa sih bi” tanyanya kesal

“Anu den, ini ada yang nganterin undangan buat aden” ucapnya sambil menyerahkan undangan pada Vano

“Dari siapa?” tanyanya

“Bibi tidak bisa baca den”

Tubuh Vano bergetar hebat, berulang kali ia membaca nama calon pengantin di undangan berwarna pink itu, dunia terasa gelap bagi Vano, saat ia baca nama calon mempelai wanitanya

“Inka Pratiwi Putri dan Reza Dwi” bisiknya gemetar,

“Bukan Vano Baskoro” lanjutnya lalu tubuhnya ambruk,

“Ini apa maksudnya….?” Tanyanya, lalu dunia benar benar gelap

Laki laki mana tak hancur hatinya Tepat dihari ia menyebar undangan, ia malah mendapat undangan yang bertuliskan nama calon istrinya denga lakilaki lain.

Di hari pernikahan Vano datang mengacaukan pernikahan Inka.

“Hentikan Van, pulanglah!! pulang” teriak Inka histeris

“Tidak, aku mau kamu nikah sama aku, kalau tidak aku hancurkan smua yang ada disini”

“Aku udah nikah Van, tolong ngertiin aku”

“Kenapa kamu tega, kenapa? hari ini seharus aku yang nikah sama kamu, kenapa kamu nikah sama dia, kenapa?” teriak Vano mengguncang guncang tubuh Inka, Inka hanya menangis histeris tanpa jawab.

***

Dua tahun berlalu.

Suatu hari vano bertemu Inka, dirumah sakit tempat Devina pacar barunya Vano bekerja sebagai dokter, Anehnya Vano selalu bertemu Inka di depan salah satu ruang rawat inap, dan setiap kali bertemu Vano melihat Inka duduk termanggu di kursi tunggu,

Hari itu, Vano memutuskan untuk bicara dengan Inka, yang lagi lagi ditemuinya tengah duduk didepan ruang rawat inap

“Apa kabar?” sapa Vano ia ulurkan tangannya berharap dapat jabatan dari Inka, tapi Inka hanya menatapnya kemudian menekuk wajahnya lagi.

“Siapa yang sakit?” tanya Vano namun Inka hanya tertunduk, lalu tetes air mata nya mengalir basahi wajahnya yang tampak pucat, ingin rasanya Vano menghapus air mata itu. Tapi tangannya bergetar dingin, tiap kali berpikir untuk menghapus air mata itu

“Sudah berapa hari kamu disini, aku lihat kau masih mengenakan baju yg kemarin, apa kamu taidak pulang? kamu bisa sakit kalau terus begini” ucap Vano khawatir, Inka masih diam lalu bangun dari duduknya dan menuju kamar mandi, vano bingung dengan yang terjadi. Lama vano menunggu, 10 menit, 15 menit, 20 menit, sampai Devina keluar dari ruang kerjanya dan mengajaknya pulang, Vano pun bergegas pulang namun saat Vano melangkahkan kaki meninggalkan ruangan itu tiba tiba

“Bajunya sudah kuganti, kamu suka” teriak seseorang keluar dari kamar mandi, Vano hanya menoleh dan dan dilihatnya siapa yg teriak tadi, orang itu Inka, Vano tersenyum suka dengan pakaian yang dikenakan Inka.

Sepanjang jalan pulang, Vano bertanya pada Devina siapa yang di rawat dikamar inap tersebut, dimana Inka sering duduk menunggu di depan ruangan itu, dari Devina, Vano tau diruangan itu ada seorang pasien yang dirawat karna terjangkit HIV/Aids, Devina juga cerita bahwa dulu suami pasien tersebut juga pernah dirawat disana karna penyakit yang sama dan meninggal dua bulan lalu.

Esok harinya, Vano kembali bertemu Inka, kini Inka terlihat lebih segar dan ceria.

“Siapa yang sakit” tanya Vano tanpa basa basi saat mnghampiri Inka dan duduk disampingnya, Inka tak menjawab dia lagi lagi hanya menunduk

“Mana suamimu?” tanya Vano yang dari kemarin merasa heran karna hanya melihat Inka sendirian tanpa suaminya.

“Dia sudah lebih dulu kesurga” jawab Inka menatap Vano, Vano tercengang, Inka kini janda, ya tuhan, kasihan dia.

“Maaf, aku tidak bermaksud mengingatkanmu pada suamimu, lalu siapa didalam, ibumu?

“Bukan” jawabnya hampa

“Lalu siapa”tanya Vano penasaran

“Jika ku ceritakan sesuatu kamu mau dengar?” tanyanya mengalihkan pembicaraan

“Iya… “jawab Vano tersenyum padanya

“Suatu hari, seorang dokter melakukan kesalahan fatal saat dia sedang memberikan transpusi darah pada pasien kecelakaan, dia mentranspusi pasien itu dengan darah yang terjangkit HIV/AIDS, pasien itu kemudian terjngkit, dia sangat merasa bersalah, dia merasa menghancurkan hidup pasien itu, makanya dia memilih untuk menikahi pasien tersebut dan meninggalkkan calon pengantinnya, seminggu sebelum mereka menikah”

“Kenapa kamu ceritakan ini padaku?”tanya Vano heran

“Kamu terus bertanya siapa orang yang ada didalam, karnanya aku ceritakan ini padamu” jawabnya dan lagi lagi menundukan kepalanya

“Apa hubunganmu dengan orang itu, kamu terlihat begitu peduli”tanya Vano rasa herannya belum usai

“Dia sama sepertiku” bisiknya

“Maksudmu?” Vano tambah tak mengerti

“Aku juga wanita, aku hanya merasa, dia ingin meminta maaf, pada kekasih yang pernah disakitinya, dia wanita yang tak berdaya, dia merawat suaminya dengan iklas, ia jalankan kewajibannya sebagai istri dengan ikhlas meski sadar dia bisa terjangkit juga” tuturya

“Sungguh sangat mulia hati orang itu” decak Vano kagum

“Benarkah?” tanya Inka dengan senyum mengembang, Vano mengangguk pelan.

Angin bertiup tiba tiba, membawa hawa tak menyejukan, angin seolah membawa kabar akan harapan yang terwujud.

Sore itu, setelah pertemuannya dengan Inka, Vano mengantar Devina pacarnya seperti biasanya, tapi sore itu wajah Devina tampak murung.

“Ada apa, ada masalah dirumah sakit” tanya Vano cemas

“Tidak ada, hanya saja aku iba pada pasien yang terjangkit HIV/AIDS itu”

“Memang kenapa? “ tanya Vano heran

“Dia semakin menghawatirkan, aku rasa dia tak punya banyak waktu lagi, HIV/AIDS telah membunuh suaminya, kini penyakit itu juga akan membunuhnya”tambah Devina

“Aku sudah dengar soal itu, wanita yang malang” ucap Vano mengejutkan Devina

“Kau tau?” tanya Devina menatap Vano

“Iya, aku dengar dari Inka” jawan Vano matanya menatap jalan hampa

 Devina terheran heran bagaimana Vano tau pasien yang sedang dirawat itu.

“Inka?” ucap Devina heran

“Iya, wanita yang selalu setia menunggu di depan ruang rawat inap itu,” ucap Vano membuat mata Devina tercengan

“Wanita yang selalu menunggu? Ruangan itu tidak pernah ditunggui siapapun Van” jelas Devina

“Maksudmu apa” tanya Vano tak percaya

“Aku justru heran darimana kamu tau nama pasien dikamar itu” ucap membuat Vano lemas

 “Maksudmu, wanita diruang rawat itu Inka?” hampir jatuh pingsan Vano saat mendengarnya

Keesokan harinya, memenuhi rasa penasarannya, Vano memutuskan untuk melihat siapa pasien tersebut, Vano terkaget kaget mengetahui kenyataan bahwa benar itu Inka, gadis yang dulu dicintainya dan meninggalkannya seminggu sebelum mereka menikah. 

Tubuh Vano bergetar hebat, ia tak percaya, sangat tak percaya, lalu siapa yang dilihatnya dan bicara denganya beberapa hari ini, itu tak mungkin halusinasi, itu tak mungkin fatamorgana, lalu itu siapa?

Melihat Vano datang Inka mengerakkan tangannya sesaat kemudian tergulai lemas, lama Vano terpaku, sampai Devina menghampirinya .

“Dia sudah tidak ada Van” bisik Devina, semenit kemudian tubuh Vano melemas dan pingsan.

***

Terik mentari mengiringi langkah Vano, langkah lunglainya terhenti didepan pusara bertuliskan Inka Pratiwi Putri, Vano duduk bersimpuh, isak tangisnya semakin menjadi, Devina yang mengantarnya hanya mampu merangkul kekasihnya.

“Aku maafin kamu, aku maafin…” isak Vano, ia meremas remas sepucuk surat dari Inka yang diberikan oleh kedua orang tua Inka pada Vano sesaat sebelum Vano memutuskan menziarahi makam Inka.

Dear vano

Maafkan aku kasihku, maaf. sesungguhnya tak ada laki laki yang kusayang melebihimu, tak ada yang bisa menggantikanmu. Aku mencintaimu sampai tak tau sebatas mana, jangan benci padaku kasihku, aku tarpaksa lakukan ini, meski tubuh ini kini kuserahkan untuknya tapi seutuhnya aku untukmu, aku hanya tak ingin merasa bersalah, reza lelaki yang baik, karna aku hidupnya menderita, aku tak bermaksud menghianatimu atau menghianatinya, maafkan aku kasihku, sungguh maaf.

                                                                       Yang terkasihmu

                                                                      inka


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)