Cerpen
Disukai
0
Dilihat
8,812
Cinta Dua Cinta
Romantis

Deru mesin dari bis yang tak layak jalan itu membuat tidur pemuda bernama Raka terganggu, namun itu tak menyurutkan semangatnya untuk sampai di Jakarta. Malam sudah sangat larut saat Raka berhenti dan turun dari angkot yang mengantarnya sampai di kontrakannya, Raka mengamati sekitar, ia terlihat menarik napas panjang, dengan langkah lunglai Raka memasuki halaman kontrakannya, saat itu henponnya bordering, barang bawaannya yang banyak membuat raka terlihat kerepotan

“Iya, paman, aku baru saja sampai, tidak apa apa paman, inikan hanya tempat tinggal sementara. Iya, terimakasih paman, sudah mengizinkan Raka tempati rumah paman selama paman pergi” tututrnya saat mengankat telpon dari pamannya

Keesokan harinya, pagi pagi sekali Raka sudah bangun, ini hari pertamanya di jakarta, rumah yang ditinggalinya sekarang adalah rumah paman yang semalam menelponnya, karna Raka harus menemui seorang kenalan dokter di jakarta maka terpaksa ia tinggal di rumah itu, pamannya sedang dinas keluar kota, dari pada rumah kosong, pamannya memperbolehkannya tinggal disana.

Raka bosan berdiam diri saja, dia pun keluar rumah sekedar berolah raga dengan lari lari kecil disekitar rumahnya, Saat keluar dari tempat tinggal barunya Raka berpapasan dengan seorang gadis, gadis itu terlihat kerepotan membawa barang belanjaannya

“Ada yang bisa aku bantu?”tanya Raka menawarkan bantuan

“Ooh, iya kak, aku kesulitan bawa barang barangku, bisa kakak bawain salah satunya” ucap gadis itu dibalik barang barang bawaan yang menutupi sebagian wajahnya, hingga gadis itu kesulihat melihat

“Silahkan, sebaiknya aku bawakan yang ini yah” ucap Raka mengambil barang yang menutupi wajah gadis itu

“Iya kak…” ucap gadis itu terpotong, dia melongo melihat wajah rupawan Raka, mereka saling pandang, Raka takjub dengan kecantikan gadis itu begitupun dengan gadis itu

“O… oke…”ucap Raka terbata

“Makasih yah, Kak” ucap gadis itu tersenyum manis

Rupanya rumah gadis itu tepat di depan rumahnya, Raka senang mengetahui mereka bertetangga, setelah menurunkan semua barang barang gadis itu mereka mengobrol

“Sekali lagi, makasih yah, oiya aku Icha, Kakak?” ucap gadis itu memperkenalkan diri, dia mengulurkan tangannya

“Aku Raka, aku tetangga barumu” jawab Raka menjabat tangan gadis cantik bernama Icha itu

“Tetangga baru?” tanya Icha heran

“Aku tinggal dirumah paman Rino”jawab Raka menyudahi keheranan Icha

“Ooh, senang berkenalan denganmu” ucap Icha tersipu malu

“Ya, senang berkenalan denganmu” ucap Raka salah tingkah, gadis bernama Icha itu tersenyum geli, hatinya berdecak kagum pada pribadi Raka yang baik, jaman sekarang jarang sekali orang yang mau membantu.

Hari berganti, waktu berlalu begitu cepat, Raka dan Icha makin dekat, mereka sering bertemu, mereka sering bertamu, sering jalan bareng, sering nonton bareng, jika Icha punya masalah di kampusnya Icha akan cerita pada Raka, begitupun sebaliknya hingga tak ada rahasia yang bisa mereka sembunyikan, kecuali tentang rahasia yang amat dijaga Raka, tentang kenapa Raka sering sekali menemui dokter, tentang kenyataan pahit dalam hidup Raka yaitu bahwa jantungnya lemah

Pagi itu Raka bangun dengan lemah dari tempat tidurnya, dia meraih henpon yang tergeletak di meja, tadi malam ada SMS tapi karna dadanya sangat sakit Raka tak memperdulikannya, satu pesan diterimanya itu dari Icha

Aku mencintaimu, Kak.

Jatuh air mata Raka membacanya, Raka mendekatkan henponnya ke dadanya, lalu menangis sesegukan

Dirumah Icha, seorang laki laki setengah baya menarik paksa Icha untuk ikut dengannya, Raka melihat kejadian itu dari jendela kamarnya, namun Raka tak bisa berbuat apa apa dadanya terguncang hebat

“Tidak mau ayah” teriak Icha, pria itu menarik Icha paksa, Raka ingin bangun melerai namun dadanya sakit tak tertahan

“Tidak mau ayah, tidak” brontak Icha, saat itulah pria itu membalikan tubuhnya hingga wajahnya terlihat oleh Raka, tubuh Raka bergetar hebat, bibirnya menganga, ia tak percaya yang dilihatnya, sungguh dunia sekecil daun kelor, karna ayah Icha ternyata ayah dari seorang gadis bernama Acha, yang sepuluh tahun lalu menjadi penyebab kematian kakaknya

Dunia terasa gelap, Raka tergulai lemas dilantai, dalam tak sadarnya bayangan masalalu itu muncul silih berganti

“Kak Acha ini, pacar kakak, Ka” ucap seorang pemuda mengenalkan teman wanitanya

“Hai kak, aku Raka, adiknya kak Riki” ucap Raka kecil saudaranya Riki tersenyum senang, begitupun gadis bernama Acha itu

Bayang masalalu begantian mengisi alam tak sadar Raka, banyangan saat sang kakak di cambuk dan di rajam warga, Raka masih mendengar jelas jerit kesakitan Riki, bayang banyang sepuluh tahun lalu itu terlihat jelas dalam alam bawah sadarnya

“Lepasin kak Riki, lepasin” teriak Raka, beberapa warga menahannya agar tak mendekati kakaknya Riki

“Cambuk penzinah itu, cambuk” teriak warga geram

“Lepasin, lepasin”isak Raka, tak tega melihat tiap cambukan yang membuat luka punggung kakaknya

“Aku tidak melakukannya, ini fitnah” ucap Riki pelan lalu tergulai lemas, matanya menatap sendu kearah Raka lalu terpejam selamanya

Raka terperanjat, dia tersadar dari pingsannya, Raka menarik napas napas panjang, dadanya masih terasa sesak.

“Tidak mungkin, tidak mungkin” isak Raka, air matanya berderai begitu saja

Berat baginya mengetahui kebenaran bahwa Icha adalah anak Bram, ayahnya Acha, seorang gadis yang dicintai kakaknya yaitu Riki, sulit bagi Raka memaafkan keluarga itu karna Bram menyebar fitnah yang membuat warga merajam dan mencambuk Riki hingga meninggal, fitnah yang tak pernah dilakukan riki, bram memberitahu warga bahwa riki telah meniduri Acha anak gadisnya, padahal Riki pemuda baik baik, dia takan berani menyentuh gadis manapun sekalipun Acha kekasihnya, namun takdir itu telah terjadi, namun kini semua jadi pelik, karna tak dapat dipungkiri Raka mencintai Icha, mencintai gadis dari keluarga yang amat dibencinya.

Icha dibawa paksa kembali kerumahnya, namun gadis itu malah kembali melarikan diri dari rumah, dalam pelariannya Icha tak punya orang yang bisa dimintainya bantuan selain Raka.

Malam sudah hampir dini hari saat pintu rumah Raka diketuk, kesehatan Raka semakin buruk, dia tak bergegas bangun ketika pintu rumahnya diketuk dia memilih untuk berbaring saja tanpa pedulikan siapa yang mengetuk pintu.

Esok harinya keadaan Raka tak lebih baik, dia bergegas bangun, ia harus segera kerumah sakit.

Saat membuka pintu, Raka terperanjat mendapati Icha tertidur di depan rumahnya, tangannya gemetar hebat, batinnya dilema, antara benci dan rasa lain yang tak dapat Raka pungkiri, rasa cinta yang bukan sekedar cinta sesaat, tapi cintanya pada Icha, cinta yang tulus

“Kakak, kak…” isak Icha menyambar tubuh lemah Raka dan memeluknya erat, Raka gamang

“Bantu aku kak, bantu aku, bawa aku pergi, please” pinta Icha ketakutan

Raka tak punya pilihan, hari itu juga mereka pergi, meski keadaan Raka sebenarnya sangat buruk.

“Ada yang ingin aku temui, antar aku kesana ya kak” Raka hanya mengangguk, dadanya sakit, tapi ia tak ingin Icha tau

Bis yang mengantar mereka berhenti disebuah persimpangan jalan, mereka berjalan memasuki deretan rumah mewah, langkah kaki Icha terhenti di depan sebuah rumah

“Sebenarnya kita mau kemana?” tanya Raka bingung

“Aku akan temui kakakku dulu sebelum pergi, aku tak mau kakakku cemas” jawab Icha

“Kakakmu” tanya Raka terlihat gamang, Raka tau kakak yang dimaksud Icha pasti Acha.

“Itu rumahnya, aku kenalkan kakak pada kakakku yah” ajak Icha meraih tangan Raka, Raka menahannya dia ragu, amat ragu, dia tak sanggup bertemu orang yang membuat kakaknya meninggal

Kakinya gemetar, bukan karna dadanya yang sakit, tapi hatinya, Raka tak sanggup, sangat tak sanggup, melihat Acha akan seperti melihat kakaknya yang dicambuk hingga meninggal, bertemu dengan Acha akan seperti membuka luka lama Raka.

Icha menetuk pintu rumah, Raka memejamkan mata, pedih bila harus melihat Acha, namun ternyata yang membuka pintu bukan Acha, melainkan pembantu rumannya, Icha dan Acha pun dipersilahkan masuk,

“Kak Acha, ini Icha, Kak” teriak Icha menaiki anak tangga menuju kamar Acha.

“Kak. Buka pintunya” tak lama pintu dibuka, Raka yang termanggu dibawah tangga akhirnya melihat wajah itu juga

“Icha, Icha…” ucap Acha berkali kali, Raka terperangah tak percaya dengan yang dilihatnya, Acha yang dilihatnya tak seperti yang dipikirkannya, wajah Acha lusuh, rambutnya acak acakan, make-up tak karuan, lipstick belepotan, Acha gila, ya Acha gila.

“Kakakmu kenapa?” tanya Raka heran

“Ayahku yang buatnya begini, kakak depresi karna pacarnya” jawab Icha

“pacarnya?”tanya Raka

“Iya, ayahku tak setujui hubungan mereka, kakakku disekap dan pacarnya…”

“Di rajam warga” potong Raka dengan mata berkaca kaca

“Bagaimana kakak tau” tanya Icha heran. Acha terperanjat melihat Raka, Acha turuni anak tangga sambil terus memanggil Raka, mereka bertemu, Acha memperhatikan Raka dari atas sampai bawah, lalu memeluk Raka berkali kali seolah tak percaya

“Raka, Raka…” teriaknya histeris

“Kak Acha” ucap Raka pelan, hatinya pilu

“Jadi, kak Raka…” ucap Icha tak percaya, Icha turun menghampiri mereka

“Iya, aku adiknya Riki, awalnya aku kira ini tak adil buat kak Riki, tapi ternyata…” ucapnya terpotong oleh isak, Icha mengusap pundak Raka, mengerti apa yang dirasakan oleh Raka

“Aku tau kau pasti disini, ayo pulang” teriak Bram tiba tiba, semua terperangah ketakutan, kecuali Raka tangannya mengepal, ingin rasanya menonjok wajah ayah tak punya hati itu

“Tidak mau ayah, aku tak mau dinikahkan dengan siapapun, kecuali dia” ucap Icha menunjuk Raka

“Siapa dia, siapa dia Cha, kamu tak mau menurut pada ayah seperti kakakmu, mau ku buat dia seperti pacar kakakmu, pulang, kau harus menikah lusa, jauhi laki laki itu” ucap Bram menarik Icha menuruni anak tangga, Acha menjerit jerit histeris, Raka geram

“Apa hanya itu yang bisa kau lakukan, mengancam laki laki yang mencintai anak gadismu” ucap Raka

“Lancang kamu” gertak Bram, Raka terperanjat tangannya memegangi dadanya yang tiba tiba sesak

“Mungkin kau bisa lakukan itu pada kakakku, tapi tidak padaku,” ucap Raka kesal

“Apa maksud ucapanmu?” tanya Bram tak mengerti

“Kau ingat Riki, seorang kakak yang dirajam dihadapan adiknya sendiri, akulah adik itu” ucap Raka membuat Bram terkejut.

“Hahahah… ini lucu, sangat lucu, kakakku mencintai Acha kakaknya Icha, dan aku mencintai Icha adiknya Acha” ucap Raka dibarengi tawa geli, Icha terperangah mendengarnya.

“Kak Raka”  bisik Icha

“Tapi yang pasti aku tak mau bernasib seperti kakakku, lebih baik aku tinggalkan anakmu ini dan hidup bahagia tanpa berurusan lagi dengan keluargamu” ucap Raka membuat semua terperangah tak percaya terlebih lebih Icha yang tadi bahagia karna baru saja mendengar pernyataan cinta Raka

“Buatlah kisah cinta yang adil tuan, atau kedua putrimu akan sama sama menderita” ucap Raka lalu bergegas pergi meninggalkan rumah itu, rumah yang bagai neraka baginya.

Baru beberapa langkah meninggalkan rumah Raka dapat serangan, dadanya terguncang hebat, sekuat tenanga Raka berjalan mencari pertolongan namun tubuhnya ambruk di tempat yang cukup sepi

Malam semakin larut, saat bram memutuskan pulang tanpa memaksa Icha untuk ikut dengannya, hati Bram gamang setelah mendengar semua ucapan Raka.

Mungkin ini sudah suratan, karna hujan yang lebat dan angin kencang banyak pohon yang tumbang, jalanan jadi macet hingga Bram memutuskan untuk mencari lain, saat itu bram melihat seorang pria tergeletak dijalan, Bram turun dari mobilnya untuk menolong, alangkah terkejutnya Bram mengetahui siapa pria itu.

“Dia” Bram terperangah

“Tuan, kita bawa kerumah sakit yah, kasian” ucap supir Bram, Bram gamang karna pria itu Raka, namun akhirnya Bram membawa Raka kerumah sakit juga, entahlah karna ucapan Raka hati Bram diliputi rasa bersalah

Dalam perjalanan, hujan yang turun sangat lebat membatasi jarak pandang, hingga ketika melewati tikungan, mobil Bram oleng karna silau lampu dari kendaraan lain, mobil Bram terguling berkali kali sebelum akhirnya menabrak pohon.

Hujan semakin deras, petir menyambar nyambar, hati Icha dicekam cemas, dia merasa sesuatu yang buruk sedang terjadi.

“Ya, apa???” teriak Icha histeris, saat petugas rumah sakit mengabarkan bahwa ayahnya mengalami kecelakaan dan tak dapat ditolong

Langkah kaki Icha sempoyongan, dia menuju kamar jenazah, meski ayahnya selalu bersikap tak adil padanya namun Icha mencintai ayahnya melebihi dirinya sendiri

“Mba, yang sabar yah” ucap seorang suster lalu bergegas pergi

“Oiya…” suster itu menghentikan langkahnya lalu menghampiri Icha yang berduka

“Teman ayah anda sedang dioperasi, sebelum ayah anda meninggal ayah anda berpesan supaya anda bisa memaafkannya dan senang dengan pemberiannya” ucap suster itu lalu pergi, Icha termanggu tak mengerti

“Teman ayah yang mana, supir ayah meninggal, lalu siapa teman ayah yang dimaksud suster itu, apa maksud ayah dengan pemberian” dalam kebingungan Icha bergegas lari mengejar suster tadi

“Maaf Sus, bisa suster beritahu saya, siapa teman ayah yang suster maksud”

“Oh, untuk sekarang pasien sedang di operasi, setelah operasi anda bisa menemuinya” ucap suster kemudian pergi meninggalkan sejuta tanya dihati Icha.

Keluarga Icha di rundung duka, Icha pun begitu terpukul atas kehilangan ayah yang sebenarnya sangat dicintainya, karna kesibukan untuk pemakaman dan tahlilan Icha lupa pada teman ayahnya yang dimaksud suster, Icha juga seolah lupa pada Raka

Seminggu kemudian, telpon rumah Icha bordering, Icha mengangkat telpon itu.

“Cha, bisa kamu kerumah sakit sekarang” ucap seorang pria, dia terlihat mengenakan baju rumah sakit

“Kak, Raka” batin Icha, kemana saja Raka, mengapa baru menghubunginya

Meski gamang akhirnya Icha pergi juga, langkah kakinya tampak ragu untuk memasuki salah satu ruang inap dirumah sakit itu, Icha membuka pintu dengan pelan, lalu dilihatnya Raka yang terduduk lesu diatas tempat tidurnya

“Kakak…”hati Icha perih, ingin rasanya dia berlari memeluk Raka

“Kemari Cha, kakak mau jelasin sesuatu” ucap Raka

Icha duduk disamping Raka, Raka terlihat menarik napas panjang sebelum menceritakan hal yang mungkin akan mengguncang hati Icha

“Cha, ayahmu titipkan ini” ucap Raka memberikan kotak sebesar buku pada Icha. Icha kebingungan, bukan karna kotak itu tapi karna Raka bilang ini titipan ayahnya

“Ayah? Kapan kamu bertemu ayah?” tanya Icha bingung

“Kecelakaan.” Jawab Raka ragu

“Kecelakaan?” tanya Icha makin tak mengerti

“Iya, ayahmu bermaksud membawaku kerumah sakit, tapi kecelakaan itu terjadi”

Icha hanya melongo tak mengerti, Raka tau Icha pasti bingung, Raka membuka bajunya dan memperlihatkan luka itu pada Icha

“Luka, ini” tunjuk Icha

“Bedah jantung…” jawab Raka menatap Icha

“Jantung?” tanya Icha

“Iya, selama ini ada yang aku sembunyikan darimu Cha, aku sakit, jantungku lemah, hari itu sepulang darimu aku terkena serangan, aku pingsan dijalan sampai ayahmu bermaksud membawaku kerumah sakit, kecelakaan itu seharusnya aku juga meninggal, tapi ayahmu…”ucap Raka terpotong, Raka meneteskan air mata dalam tunduknya

“Ayahku kenapa?”tanya Icha

“Coba kamu sentuh Cha” pinta raka, mendekatkan tangan Icha di dadanya

“Ini milik ayahmu Cha” isak Raka, Icha masih tampak tak mengerti

“Ayahmu, memdonorkan jantungnya untukku Cha” ucap Raka membuat Icha kaget, Icha menarik tangannya, mata Icha berkaca kaca, lalu tajuh tak tertahan, Raka mendekap erat Icha mereka menangis sesegukan, Icha tak percaya ayahnya akan lakukan itu

Hari berlalu, waktu beranjak meninggalkan masa lalu, Icha dan Raka akhirnya menikah dengan mahar alquran pemberian ayahnya yang dititipkan pada Raka, rupanya dalam kecelakaan itu Bram mengalami luka parah namun dia sempat bertahan beberapa saat, Bram meminta suster untuk membelikannya Al-quran dan membungkusnya untuk dititipkan kepada Raka untuk diberikan pada Icha, Bram juga berpesan agar jantungnya didonorkan untuk Raka, Bram ingin Raka tau, Bram selalu berbuat adil untuk anak anaknya hanya saja mungkin caranya yang salah

Icha dan Raka hidup bahagia berkat jantung ayahnya, kisah cinta Raka yang tak seperti kisah kakaknya sering kali membuat Raka meneteskan air mata, namun kisah cinta kakaknya tentu takan selamanya menjadi kisah pilu, kisah itu akan selalu jadi pembelajaran, akan selalu jadi bagian dari kisah cinta Raka dan Icha yang bahagia selamanya.


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)