Masukan nama pengguna
Sepulang kampus, Vano mendapati rumahnya berantakan, kaca kaca pecah, pintu rusak bekas di dobrak paksa, peralatan rumah tangga berantakan tak karuan, vano panic saat sang nenek tak menyaut ketika dipanggilnya
“Nek, nenek…” teriaknya cemas, Vano berlari dari satu ruangan keruangan lain namun sang nenek belum di temukan juga
“Van, Vano” lirih seseorang dari arah kamar mandi, Vano berlari dia mengenali suara itu
“Nenek” isaknya histeris mendapati sang nenek tergeletak di lantak penuh darah
“Siapa yang lakuin ini nek, siapa?” tanya Vano geram
“Van, nak dengarkan nenek, dengar” seru sang nenek tersengal sengal
“Kita ke rumah sakit nek, ayo nek” ajak Vano
“Tidak nak, dengar nenek Vano” serunya menahan sakit yang teramat
“Pergi dari sini, cepat pergi dari sini” pintanya
“Mana mungkin vano ninggalin nenek, nenek harus kerumah sakit” isak Vano
“Vano, cepat pergi nak, sebelum mereka datang” seru nenek mendorong dorong tubuh Vano menyuruh cucu kesayangannya pergi
“Mereka siapa nek, siapa nek” tanya Vano geram
“Orang yang telah membunuh orang tuamu” jelas sang nenek, Vano terperangah, matanya berkca kaca
“Pergi nak, jangan perdulikan nenek, mereka tidak boleh menemukanmu,pergi nak” seru sang nenek pilu
“Nek…” hati Vano gamang
“Vano, bawa ini nak… bawa” pinta nenek memberikan selembar photo pada Vano
“ini, “ ucap Vano memperhatikan photo itu
“Itu poto saudara saudara kembarmu” jelas nenek membuat mata Vano terbelalak
“Saudara kembar?” ucapnya tak percaya
“Kamu punya dua saudara kembar, satu laki laki dan satu perempuan, nak cari mereka mereka memiliki liontin yang sama denganmu, cari saudara saudaramu nak, sebelum orang orang itu membunuh mereka juga” jelas nenek, Vano menggenggam liontin yang tergantung dilehernya
“Mereka siapa? Kenapa mereka membunuh kami “ tanya Vano makin geram
“Ne…. nenek” ucap Vano tertahan melihat tubuh sang nenek tergulai lemas
“Tidak, nek, nenek… bangun nek, nek” Vano menjerit jerit histeris, ia tak punya siapa siapa kini, nenek yang puluhan tahun menyurusnya meninggal dengan mengenaskan, tangan vano mengepal merasakan amarah yang memuncak, ia tak paham apa yang sebenarnya terjadi, mengapa ini menimpa keluarganya
Dari luar terdengar deru mesin mobil, Vano mengintip dari jendela, dilihatnya empat laki laki bertubuh besar melangkah mendekati rumahnya, Vano bimbang, dia tak tega meninggalkan neneknya, namun ia juga teringat pesan neneknya
Sebelum orang orang itu masuk rumahnya, Vano berhasil melarikan diri lewat pintu belakang, Vano tak tau harus meminta bantuan pada siapa selain pada Ben, sahabat karibnya
“Vano, ada apa?” tanya Ben ketika melihat Vano datang kerumahnya dengan raut wajah panik
“Tolong bantu aku Ben, tolong” ucap Vano ngos ngosan
Dua minggu kemudian…
Dibawah guyuran hujan, seorang laki laki dikejar kejar warga yang meneriakinya maling, sekuat tenaga laki laki itu berusaha menghindar dari warga yang mengejarnya, hingga saat dia melihat mobil yang pintu penumpangnya terbuka dia masuk dalam mobil itu dan bersembunyi di dalamnya
“Lama banget sih, Van” ucap seorang pemuda yang duduk dibangku kemudi, dia asik tiktok kan hingga tak menyadari siapa yang masuk dalam mobilnya, dia mengira itu temannya
Mengira temannya sudah masuk pemuda itu melaju mobilnya meninggalkan temannya yang sesungguhnya belum kembali ke mobil
“Aaakkkkhh” teriak mereka berbarengan sesaat setelah mobil pergi
“Kamu, siapa?” tanya pemuda itu melihat sosok yang duduk disampingnya
“Mana Vano, heh, kamu siapa? Main masuk saja” tanyanya menengok kebelakang mencari temannya Vano
“Ak, aku..”
“Turun…” usirnya
“Tolong jangan turunkan saya, saya lagi dikejar warga” ucapnya mengiba
“Aah, bukan urusanku, turun sana” ketus pemuda itu
“duuh, tolongin saya dong sebentar, saya Cuma mau sembunyi di mobil ini sampai warga pada pergi, itu doang, please bantuin bentar yah” pemuda itu mulai terusik, apa lagi melihat wajahnya mirip dengan temannya Vano
“Ya sudah, kamu boleh sembunyi disini, tapi aku mau kembali kesana, aku mau cari temanku” ucapnya luluh. Laki laki itu hanya tersenyum gamang
Ditepian jalan Vano terlihat kesal, dia tak mengerti mengapa temannya meninggalkannya, dalam kesalnya dia melihat mobil temannya kembali
“Sorry van” ucap pemuda bernama ben itu sambil cengar cengir
“Apa apaan kamu, gimana bisa ninggalin aku” kesal Vano
“Noh, gara gara dia, aku pikir dia kamu makanya aku main cabut aja” laki laki itu membuka jendela mobil, Vano tercengang melihat siapa yang didalam mobil itu
“Kamu?” ucap Vano terperanjant
“Tunggu, kalian mirip?” Ben takjub
“lu?” ucap pemuda yang wajahnya mirip Vano
Di sebuah taman vano terlihat berdiri termanggu memandangi laki laki di hadapannya, wajahnya sangat mirip, bahkan tak ada bedanya hanya saja dia lebih kucel dan kumuh dibanding Vano.
“Siapa namamu?”tanya Vano, dia jadi teringat pesan terakhir sang nenek
“Aku Vino” jawabnya Vano tampak kaget mendengarnya
“lu, apa lu Vano?”tanya laki laki bernama Vino itu, Vano makin tercengang tak mengerti bagaimana Vino bisa tau namanya
“Iya, bagaimana kamu tau namaku” tanya Vano heran
“Ya ampun, gua ga percaya ini” decaknya berkali kali, matanya terlihat basah menanhan tangis
“Ini Van” Vino mengeluarkan liontin yang tersembunyi dibalik jaketnya, Vano memperhatikanya dengan seksama, tangannya bergetar hebat
“Kita saudara Van, saudara kembar” Vano menatap Vino lekat lekat, lalu tumpah ruah keharuan mereka dalam pelukan erat tak ingin terpisahkan, langit malam mendung tanpa bintang, semua bintang bagai berada dihati dua saudara kembar yang baru bertemu setelah Sembilan belas tahun terpisah
“lu tau juga soal Vina kan?” tanya Vino
“Saudari kembar kita?” jawab Vano tersenyum gamang
“Iya, hidup dia tak lebih baik dari kita Van, gua dengar dia kerja di tempat hiburan malam, gua sudah berusaha mencarinya, namun tak pernah menemukannya” jelas Vino
“Apa yang sebenarnya terjadi pada kita Vin? Kenapa kita dipisahkan?” tanya Vano, beribu tanya berkecambuk dihatinya.
“Nenek ga cerita?” tanya Vino, dia tau kalau Vano diasuh sang nenek sedangkan dirinya diasuh sang kakek, dan Vina saudari kembar mereka diasuh oleh paman dan bibinya
“Nenek baru beritahu aku kalau aku punya saudara pun beberapa hari lalu sebelum nenek meninggal, aku tak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi” tanya Vano, hatinya bingung, mengapa keluarganya harus terpisah pisah
“Ayah kita, seorang reporter, tanpa sengaja ayah merekan pembunuhan, para pelaku pembunuhan itu telah membunuh ayah juga ibu kita, tapi ayah berhasil menyelamatkan kita, ayah memisahkan kita agar kita tak jadi incaran para pembunuh itu,” jelas Vino, mata Vino dan Vano berkaca kaca
“Ini tak masuk akal Vin? Mengapa ayah memisahkan kita?” ucap Vano tak habis pikir
“Ayah menitipkan bukti pembunuhan itu pada salah satu dari kita” jelas Vino, Vano makin tak mengerti
“Maksudmu?” tanya Vano
“gua ga paham apa maksudnya, kakek belum sempat menceritakan semuanya sebelum beliau meninggal” ucap Vino menatap Vano yang masih saja kebingungan
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanyan Vano gamang
“Yang terpenting, kita cari Vina? Kakek bilang, Vina lah yang tau ada pada siapa barang bukti itu” jelas Vino
Malam ini mendung menghiasi langit, tak ada bintang apa lagi bulan, perlahan rintik rintik hujan turun, Vano membawa Vino kerumah Ben, Ben memperbolehkannya apalagi setelah tau Vino saudara kembar Vano
“Van, kita cari Vina sekarang” seru Vino, sudah tak sabar ingin segera menemukan Vina
“Ini sudah malam Vin” Vano ingin istirahat dulu
“Justru karna sudah malam Van, tempat hiburan malam pasti sedang ramai, lagipula entah kenapa perasaanku nggak enak” ucap Vino menarik napas panjang
“Ya sudah, Ben boleh aku pinjam mobilmu” pinta Vano, Ben mengangguk memperbolehkan
“Apa sih yang ga boleh buat kamu, pake saja, dan temukan saudari kalian, oke” seru Ben sambil melempar kunci mobilnya
“Makasih yah, aku banyak berhutang sama kamu” ucap Vano lalu bergegas pergi
Malam makin larut saat Vano dan Vino sampai disatu tempat hiburan malam, Vano ragu keluar dari mobilnnya apalagi melihat para kupu kupu malam yang menawarkan diri untuk ditiduri
“Vin, apa harus kita masuk” tanya Vano yang terlihat risih
“Jangan bilang tak pernah ketempat seperti ini?” sindir Vino, lalu keluar dari mobil
“Vin, aku tidak bisa, aku memang tak pernah ketempat seperti ini” ucap Vino membuat geli Vano
“Ya sudah, gua cari Vina sendiri” seru Vino melangkah meninggalkan Vino yang terlihat bingung
“Ya nggak gitu juga, aku juga harus cari Vina, Vin tunggu” teriak Vano, lalu lari mengejar kembarannya
Dengan raut wajah serba salah vano mengikuti langkah Vino, Vano beristigfar tiap kali matanya melihat puluhan gadis gadis berpakaian tak pantas
“Vina, semoga kamu tak seperti mereka” bisik Vano
Lama mereka mencari, bertanya tanya dari satu gadis ke gadis yang lain, bahkan kebeberapa hidung belang, Vino sepertinya akrab dengan para hidung belang dan kupu kupu malam itu, membuat batin Vano miris
Setelah tanya tanya, Vino tetap tak menemukan Vina, tanpa mereka sadari gerak gerik Vino dan Vano sudah diikuti dua orang laki laki bertubuh besar, mereka punya rencana jahat
“Bunuh mereka berdua” ucap salah satu dari dua orang itu kepada satu rekannya, rekannya mengangguk, tangan salah satu dari mereka memegang senjata dan siapa ditembakkan kapan saja
Karna tak juga menemukan Vina, Vano segera menyeret Vino keluar, dia sudah tak sanggup lagi lama lama didalam
“Van, ya ampun, munafik banget sih lu” sindir Vino
“Kalau aku bilang tak pernah kesini itu artinya aku sungguh tak menyukai tempat seperti ini” gertak Vano kesal
“Heran aku bagaimana bisa kamu betah disana” tambahnya
“Oke abang, gua terkesan dengan pribadi lu, tapi masalahnya sekarang, kita kesini untuk cari Vina, kesampingkan dulu prinsip lu itu, ok” seru Vino menepuk pundak Vano
“Terserah, aku mau pulang” gertak Vano melangkah meninggalkan Vino yang berdiri kesal melihat tingkah Vano, dari jauh ujung senapan sudah ditodongkan kearah Vano, Vino dan Vano tak menyadari maut yang mengincar mereka, pelatuk sudah ditarik, lalu…
“Vin, Van… menunduuuuk” teriak seorang gadis dari depan pintu
Dooorrrr, dooorrr
suara tembakan terdengar membahana membuat kaget orang orang disana, namun tembakan meleset, Vino dan Vano mendengar perintah menunduk sebelum peluru itu melesat mengenai salah satu dari mereka
Dalam panik, Vino dan Vano melihat seorang gadis sedang mengejar dua orang laki laki yang dari tadi mengikuti Vino dan Vano, dua saudara kembar ini hanya terperangah sambil jongkok tak jauh dari mobil mereka
gadis itu jago bela diri, laki laki yang tadi bawa pistol pingsan tak berdaya setelah dilumpuhkannya dengan beberapa pukulan saja, sedangkan satu orang lagi lari gadis itupun mengejarnya
“Dia mengenal kita” ucap Vino heran
“Vina” ucap mereka berbarengan lalu bergegas mengejar gadis itu.
Tak jauh mereka mengejar mereka melihat gadis itu sudah melumpuhkan laki laki tadi, mereka bertemu, Sembilan belas tahun terpisah mereka bertemu, gadis itu sungguh Vina, wajah mereka amat mirip, adegan slow motion seperti disinetrom sinotron mewarnai pertemuan kembar tiga ini, Vina melangkah pelan menghampiri dua saudara kembarnya yang hanya tertegun menatapnya, mata Vina berkaca kaca, senang tak terkira rasanya bisa bertemu saudara kembarnya setelah belasan tahun, langkah mereka semakin dekat, tetes air mata perlahan jatuh memenuhi rongga rindu yang tak tertahan, Vina berlari menghampiri kedua kembarannya lalu jatuh dipelukan keduanya, mereka menagis sesegukan, Vino mengusap wajah penuh riasan Vina, sedang Vano tak berhenti terisak, dia miris melihat Vina yang kurus kecil, tulang tulangnya terlihat jelas, Vano pun menemukan memar dipundak Vina, dia tak tega membayangkan para hidung belang itu pasti berkali kali menyiksanya
Malam sudah hampir subuh saat mereka memutuskan untuk kembali kerumah Ben, selama perjalanan Vina tak henti menagis dalam rangkulan Vino
Ben bergegas membuka pintu rumahnya, dia tersenyum senang melihat Vano pulang bersama seorang gadis yang sudah pasti adalah Vina
“Ayo masuk, aku siapin kalian air hangat yah, biar ngga masuk angin” ajak Ben, lalu bergegas kedapur. Vano mempersilahkan Vina dan Vino duduk, Vina dan Vano duduk bersampingan, Ben tersenyum senang, akhirnya mereka berkumpul juga
“Bagaimana bisa kamu kenali kami?” tanya Vano menatap Vina
“Aku sudah lama memperhatikan Vino, berkali kali dia kesana untuk mencariku, tapi aku hanya bisa diam, dua orang itu selalu mengamati Vino, aku jadi tak berani menemui Vino” jelas Vina, Vino mengerti mengapa tiap kali datang kesana tak pernah bisa menemui Vina
“Orang orang itu, kenal sama lu?” tanya Vino
“Tidak, tapi aku tau, mereka mencari cari aku, karna sudah tau, barang buktinya ada padaku aku” jelas Vina
“Ada padamu?” tanya Vano dan Vino berbarengan. Vina mengeluarkan liontin dari saku celananya, memperlihatkannya pada vino dan vano
“Punya ku tak sama kan? Ini kunci dimana ayah menyimpan barang buktinya di berangkas bank, paman dan bibi yang mengurusku sudah ceritakan semuanya, akupun diajari mereka bela diri sejak kecil untuk jaga jaga jika mereka tiba tiba datang, setahun lalu paman dan bibi meninggal karna kecelakaan, tapi aku tau itu bukan murni kecelakaan, paman bilang aku punya kembaran, sejak kecil aku selalu membayangkan bagaimana kalian, bisa berkumpul dengan kalian, seperti hari ini” tuturnya Vina kembali terisak, Vino menepuk pundak Vina meminta Vina tersenyum karna kini semua telah berlalu
“Sekarang kita sudah berkumpul, apapun kita atasi bersama, Vina tak usah jadi wanita penghibur dan Vino tak usah pergi pergi lagi ketempat hiburan malam itu, kita hidup bahagia selamanya, kita mulai hari ini, ok” ucap Vano disela isaknya.
“Apa sih lu, gua ngga nyangka ternyata kamu cengeng” goda Vino, Vina tertawa lepas, Vano terlihat malu ditertawakan kembarannya.
“Tapi ucapan Vano ada benarnya juga Vin” ucap Vina membela Vano
“Iya tapi tidak usah di dramatisir begitu” ledek Vino
“Iya, iya maaf” ucap Vano sambil menunduk, membuat Vina tak henti tertawa oleh ulah dua kembarannya.
Suara kumandang subuh menggema menggetarkan hati, tiga anak kembar ini bersimpuh memohon ampun ilahi, memohon perlindungan dan kebahagiaan slamanya, serta memohonkan ampun untuk ayah ibu yang tak sempat mereka lihat.
Liontin yang selama ini mereka pakai disimpan rapih dalam sebuah kotak beserta handycam bukti pembunuhan itu, lalu mereka bakar barang barang itu, mereka kini ingin hidup damai, hidup bersama bahagia selamanya.