Flash
Disukai
55
Dilihat
8,169
Nikmati Saja Hidup, Jangan Dilawan
Komedi

Seharusnya standar motor butut ini tak lupa kuturunkan, agar ujung pagiku yang berselimut mendung tak memalukan seperti ini.

Tubuhku terhempas, kepalaku menyentuh aspal tipis-tipis. Sakit sih lumayan, malunya dilihat orang itu naujubillah.

Setelah selesai melakukan donor darah, kolong langit Pekanbaru masih kuat menahan hujan yang siap menumpahkan berkahNya siang itu.

Masih belum hujan. Dari lokasi donor darah ke rumahku cuma berjarak 5 km. Kupaksakan motorku lari tujuh puluhan dalam kondisi kepalaku masih sedikit sempoyong, entah itu karena terbentur tipis-tipis tadi atau karena donor darah, entahlah.

Kini hujan turun, dan sangat lebat. Aku melipir ke sebuah gerobak gorengan pinggir jalan dengan niat ingin berteduh.

Duh, aroma minyak goreng panas dicocol adonan bakwan membuat perutku disko darurat, tanganku tak kuasa menahan rasa ingin menggapai gorengan anget yang bertumpuk di balik kaca bening gerobak itu.

DUAAAR!!!

Suara tabrakan terdengar hebat tepat di depan gerobak gorengan, seorang perempuan terpental kurang lebih tujuh meter. Aku kaget, bapak yang jual gorengan lebih kaget melihat ekspresiku yang tak berbentuk.

"Ada apa, Bang?"

"Itu Pak, ada tabrakan!"

"Oh, itu. Hmmm..."

"Kenapa Pak?"

Jawaban si bapak gorengan membuatku penasaran. Tak lama kemudian si bapak menjawab pertanyaanku.

"Tiga hari lalu ada perempuan bunuh diri di depan sini. Dia menabrakkan badannya ke mobil."

"Terus?"

"Mati di tempat."

Aku hanya melihat heran ke arah bapak penjual gorengan. Menceritakan kejadian naas itu dengan wajah datar.

DUAAAR!!!

Terdengar sekali lagi suara tabrakan itu, masih di tempat dan korban yang sama.

"Astaghfirullah!!!" Latahku.

Tak lama kemudian, suara bapak penjual gorengan kembali terdengar, matanya masih fokus ke kuali panas berisi gorengan tahu isi.

"Namanya bunuh diri, itu gak akan diterima sama bumi. Dia akan terus melakukan itu sampai waktu menakdirkan dia mati."

"Maksud bapak?"

"Ya, misalnya dia harusnya mati di umur 50 tahun. Tapi karena dia bunuh diri di umur 40, jadi selisih umur dia bunuh diri dan takdir dia mati, dia akan terus disiksa dengan cara seperti dia bunuh diri."

"Anjir...!" Bisikku.

Tak lama kemudian datanglah seorang lelaki dengan perut rata ideal menggunakan baju kaos hitam ikut berteduh, bajunya rapi dimasukkan ke dalam celana. Setelah melepaskan mantelnya, tanpa basa-basi lelaki itu mengambil beberapa gorengan, ia melahapnya penuh semangat. Andai lelaki itu sadar dengan perlakuannya seperti itu yang dapat menyinggung perasaan orang-orang di sekelilingnya (di sana cuma ada aku dan bapak penjual gorengan).

Pikirku, kadang melihat orang makan banyak tapi perutnya bisa rata ideal, membuat sensitif ini gak ketolong lagi. Apa kabar aku yang makan gorengan satu saja besoknya timbangan langsung naik setengah kilo. Hiks.

Akhirnya kuputuskan melanjutkan perjalanan walau akan hujan-hujanan. Kupikir, dari pada berteduh di gerobak gorengan akan membuatku kenyang makan hati melihat si perut rata makan banyak gorengan.

Sebelum meninggalkan gerobak gorengan itu, kupegang kepalaku yang sakit tadi memastikan aman saat memakai helm.

"Sesampai di rumah, diobati bang. Kadang kita tidak tahu kapan dan bagaimana mata batin kita bisa terbuka," ucap horor bapak gorengan melepas kepergianku dari area gerobaknya.

"Au ah pak, lagian bapak juga hati-hati. Kadang waktu hujan dan petir, bukan cuma manusia saja yang memilih berteduh," balasku pada si bapak sambil melihat lelaki kaos hitam yang mulutnya cemong oleh minyak gorengan bakwan.

Kini aku melewati tempat kecelakaan yang terjadi berulang-ulang itu, terdengar rintih perempuan yang menabrakkan dirinya ke mobil, "Tolong, sakit," DUAAAR!!!

Motorku terus berjalan, melintasi dan menuruni Jembatan Siak Sudirman-Rumbai, Pekanbaru. Tak kuasa, aku pun melipir ke sebuah warung sarapan dengan kondisi pakaian basah aduhai. Ini sarapan yang benar-benar kesiangan. Dua porsi lontong sayur pun habis seketika di mulutku.

"Tuhan memang Maha membolak-balik hati seseorang. Bisa-bisanya secepat itu melupakan rasa iri dan sensitif melihat lelaki kaos hitam dengan perut rata 10 menit lalu. Hiks." Lirihku mengelus perut buncitku.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (7)