Masukan nama pengguna
Sore mengakhiri terik hari itu disambut suara lidih beradu ke tanah. Tampak seorang perempuan sedang menyapu dedaunan yang gugur dari pohon di halaman rumahnya. Pakaian panjangnya melambai seolah mengajak bermain dengan angin.
“Assalamualaikum,” Tio membuka pagar besi rumahnya dengan wajah sedikit ditekuk.
“Waalaikumsalam,” balas perempuan berusia kepala tiga tersebut.
“Loh kok?” heran perempuan itu setelah tangannya di salim Tio yang masih merundukan wajah.
Tio berjalan melewatinya menuju teras rumah, di sana ia meletakkan tas punggungnya lalu melonggarkan kerah seragam merah putih yang dikenakannya.
“Ada apa, Dek?” kini perempuan itu ada di samping Tio, ia memperhatikan Tio melepas sepatu dan kaos kakinya.
“Itu, Bu. Tadi pas pulang sekolah, waktu adek mampir ke musala untuk masukin sedekah titipan Ibu ke kotak amal, Awan bertanya ke adek, kenapa sedekah? bukannya sedekah itu untuk mensucikan harta?” Tio menirukan ucapan Awan.
“Awan teman kamu kelas 2A?” balas Ibu bertanya sambil memperhatikan anaknya yang masih saja manyun merunduk.
“Ia, Bu."
“Terus?”
“Ya terus adek diam aja, bingung gak tahu mau jawab apa. Cuma Adek kepikiran gitu sama pertanyaan terakhir Awan tadi,” Tio melihat wajah Ibunya yang sedari tadi memperhatikan rawut wajahnya.
Angin berhembus pelan menyejukan teras rumah sore itu, kicauan burung terdengar saut-menyaut seolah ikut berdiskusi dengan kawanannya perihal pertanyaan Tio tadi.
Kini Ibu dan Tio saling bertatapan, Ibu memperhatikan kedalaman mata anaknya yang seperti berisyarat membutuhkan jawaban segera. Suasana seketika menjadi hening.
“Hahaha!” Ibu tertawa sambil menyubit hidung Tio lembut memecah suasana.
“Ya sudah. Sekarang kamu ke dapur, di kulkas ada buah kesukaan kamu. Tadi pas istirahat, Ayah pulang sebentar bawaain itu buat kamu.”
Tio kaget, air wajah Tio seketika berubah melihat respon Ibu yang seperti tidak menggubris obrolannya tadi. Lalu Tio beranjak menuju dapur meninggalkan Ibu di teras.
"Jangan lupa pisaunya ya dek," teriak Ibu.
"Segarrr," ucap Tio kembali dengan setengah buah semangka di atas piring.
Tio duduk di tempat semula ketika meninggalkan Ibu, Ibu kemudian meletakkan sapu lidi di sebelah kirinya.
"Biar adek aja," pinta Tio sambil memegang pisau di tangannya.
Ibu melihat Tio memotong setengah buah semangat yang dingin efek lemari pendingin, membagi empat bagian lalu melahap bagiannya.
"Bismillahirrahmanirrahim," bisik Tio.
"Ibu mau?" tanya Tio pada gigitan pertama, ia melihat senyum Ibu yang beranjak dari duduknya.
"Adek aja. Ibu mau lanjut nyapu dulu. Sedikit lagi selesai."
Dua potong semangka telah habis disantap Tio menyisakan biji dan kulit semangka di samping piring, ia benar-benar menyukai buah itu.
"Bu, adek sudah selesai. Sisa buahnya Adek letak di kulkas lagi atau...?"
Kini Ibu telah selesai menyapu dan berjalan mendekati Adek.
"Kok ini gak dimakan?" tanya Ibu menunjuk kulit dan biji semangka.
"Ha?" Tio kaget.
"Ia ini, dek. Kulit dan bijinya kok gak di makan?" Ibu bertanya kembali dengan senyum lembut.
Tio hanya melihat Ibunya, mulutnya masih memerah karena air buah semangka.
Ibu kembali meletakan sapu lidi, lalu duduk di samping Tio.
"Dek, andaikan semangka ini adalah rejeki apakah ia kotor?"
Tio berusaha menangkap pertanyaan Ibu, lalu menggelengkan kepala. Raut wajah Ibu teduh bertanya.
"Ya begitulah rejeki. Mengeluarkan infak, sedekah atau zakat dari rejeki itu bukan berarti rejeki kita itu kotor. Rejeki itu semua dari Allah, bersih dan suci. Tapi, gak semua bisa kita ambil," Ibu mendorong pelan piring berisi dua potongan semangat, biji dan sisa kulitnya.
"Ibarat semangka adalah rejeki yang diterima Ayah, biji dan kulitnya adalah sedekah. Itu harus kita pisahkan karena ada hal yang harus kita lakukan untuk memancing rejeki berikutnya dan itu bisa menjadi tidak baik di badan kita," lanjut Ibu sambil memalingkan wajah melihat pohon yang tertiup angin.
"Nih, kalau biji-biji semangka itu kita tanam, insya Allah akan tumbuh jadi pohon dan menghasilkan buah baru. Begitu juga kulitnya, bisa jadi pupuk loh biar tanah subur."
"Sedekah adalah hal baik, hal baik akan kembali pada orang yang berbuat dan melakukannya," tambah Ibu.
Ibu kembali melihat wajah Tio yang terlihat fokus dengan ucapannya barusan.
"Bu, Tio mau menyisihkan jajan untuk bersedekah mulai sekarang," Tio perlahan mendekati Ibu dan memeluknya.
Ibu mengelus kepala Tio, lalu menyentuh hidungnya lembut.
"Ayo, bersihkan mulutmu, nanti kena seragam sekolah dan baju Ibu," tutup Ibu.