Masukan nama pengguna
Kita bisa tahu apa saja tentang orang lain tanpa harus bertanya atau bahkan bertemu langsung. Semuanya sudah diceritakan di setiap postingan yang terlihat. Meski itu tipuan atau kenyataan, orang-orang hanya peduli dengan konsumsi publik.
Hari ini aku melihat sebuah postingan menarik dari seorang pria yang memiliki latar belakang militer. Dia seorang tentara angkatan udara, namanya Navy. Postingannya tak lepas dari kegiatan militernya yang luar biasa, tak ada satupun postingan yang menyatakan bahwa dia sudah memiliki pasangan.
Sebuah postingan yang membuatku tertarik untuk mengulik seluruh feed media sosialnya.
“Tidak apa jika tidak menikah selamanya.”
Dengan keisenganku, aku menulis di kolom komentarnya.
”Jika aku meminta kau menikahiku apakah kau mau?”
Aku setengah iseng namun setengah serius. Aku melanjutkan pekerjaanku setelah melihat sosial media cukup lama.
Satu bulan berlalu, sebuah pesan masuk lewat media sosialku.
”Assalamualaikum Rana.”
Mataku terbelalak cukup lama, dia membalasnya.
”Walaikumsalam, apa aku harus memanggilmu Navy?”
”Ya, aku Navy. Aku hanya penasaran, kenapa kau mengajukan pertanyaan yang seharusnya kau tahu jawabannya apa dari postinganku.”
”Aku hanya berfikir, mungkin saja kau berubah fikiran.”
”Sepertinya tidak, aku sudah mantap untuk melakukan itu.”
”Benarkah?”
”Apa tidak bisa di fikirkan kembali. Aku sangat ingin menikah.”
”Kenapa harus aku? Bukankah ada banyak pria yang bisa kau temui?”
”Aku terkena dampak Marriage is scary.”
“Lalu apakah kau fikir menikah denganku semua akan baik-baik saja?”
”Apa kau tidak baik?”
”Ya, aku sangat jahat.”
”Seberapa jahat dirimu?”
”Wanita yang mendekatiku kebanyakan akan menanggapku jahat dan pria yang tidak peka.”
”Benarkah?”
”Ya.”
”Jika itu tidak kamu, aku juga tidak akan menikah.”
Setelah percakapan yang cukup panjang. Kami tidak berkomunikasi lagi lebih dari satu bulan. Aku kembali ke rutinitasku yang sama. Namun aku tetap melihat akun media sosialnya. Sebuah postingan muncul yang membuatku sedikit kaget.
”Jika istiqarah adalah jawaban yang seharusnya, dalam waktu dekat akan aku tunaikan dengan menikahi wanita itu (Rahasia).”
Aku memasang wajah kesal, dasar pria yang tak bisa menjaga ucapannya. Dia bilang tidak akan menikah tapi dengan cepatnya dia bilang akan menikah dalam waktu dekat.
Aku tidak mengikuti akunnya lagi dan mengabaikan apapun postingan terbarunya.
Lima hari setelah postingan itu, sebuah pesan masuk melalui sosial mediaku.
Navy, nama yang membuatku sedikit kesal. Dia mengirimkan pesan yang mengagetkan. Dia menyampaikan niat baik untuk menikah denganku dan akan segera ke rumah untuk melamarku.
Aku bingung harus bersikap bagaimana. Senang atau takut, bagaimana seharusnya.
Aku membalasnya dengan sedikit gugup dan memintanya segera datang ke rumahku. Bagi keluargaku itu adalah kabar yang sangat membahagiakan, akhirnya anak perawan tuanya menikah.
Ibu menyiapkan semuanya dengan baik begitu pun dengan ayah. Aku memutuskan untuk mempersiapkan penampilan yang baik agar Navy tidak menyesal bertemu denganku secara langsung.
Sampailah di hari yang di tunggu-tunggu, pria itu datang bersama ayahnya. Dia tampak gagah dengan kemeja biru tua yang menutupi tubuh tegapnya. Ayah sangat bangga karena dia adalah seorang prajurit kebanggaan negara. Namun yang membuat ayah sedikit ragu apakah aku sanggup menikah dengan Navy yang bertugas dan terkadang hanya bisa bertemu sekali setahun atau bahkan lebih.
Dengan percaya diri aku bilang tidak apa-apa. Aku sudah mempertimbangkan semuanya. Kedua keluarga menyepakati pernikahan dan akan melangsungkan secepatnya.
Pernikahan diselenggarakan dengan meriah, awalnya aku ingin diadakan secara tertutup dan untuk keluarga dekat saja. Tapi mengingat navy mempunyai banyak rekan, aku menyetujui pernikahan terbuka yang diinginkan keluarganya.
Setelah pernikahan, aku ikut pindah ke rumah dinasnya Navy. Aku sempat bilang pada kedua orang tuaku, jika Navy bertugas aku akan kembali ke rumah. Ayah tidak memperbolehkan, aku hanya boleh berkunjung sesekali.
Navy yang tengah menyiapkan tas untuk bertugas besok, aku hampiri.
”Bolehkah aku menanyakan sesuatu?”
”Apa Ran?”
”Kenapa kau sampai berfikir untuk tidak menikah.”
”Mmm … bagiku dengan tugasku sebagai seorang prajurit akan membuat seseorang menderita.”
”Bagaimana kau bisa tahu?”
”Aku pernah hampir menikah dengan seorang wanita, tapi beberapa bulan kemudian dia meluapkan kemarahannya padaku karena tidak akan sanggup ditinggal berbulan-bulan olehku. Aku sangat menyayangkan itu, tapi dari pada hal buruk yang akan terjadi. Aku memutuskan untuk membatalkan semuanya.”
”Oh … begitu.”
”Bagaimana denganmu, apa benar-benar siap menikah denganku?”
”Siap dengan presentase 75%, aku korban marriage is scary. Aku takut mengalami semuanya. Tapi desakan orang tua membuatku bingung, di usia mereka yang sudah cukup tua harus cemas dengan keadaanku. Tapi melihat statusmu saat itu aku fikir kita akan sama-sama belajar.”
”Aku akan bertugas selama sebulan, aku akan menelfonmu saat waktu istirahat. Kalau kamu bosan dan ingin ke rumah orang tuamu tidak apa-apa.”
”Baiklah, aku akan mengabarimu.”
Paginya aku bangun cukup pagi sebelum shalat subuh. Aku menyiapkan sarapan dan beberapa bekal yang dibawa Navy.
Aku membuatnya menjadi empat kotak. Apa ini terlalu banyak, tidak apa-apa ucap suara kecil di otakku.
Navy bangun dan mendapati Rana tengah mempersiapkan sarapan.
”Wah, pagi banget kamu bangunnya.”
”Kalau di rumah, ibuk yang bakalan bangunin aku nyiapin semuanya. Tapi sekarang beda.”
”Itu apa?”
Navy menunjuk tas yang cukup besar.
”Ini cemilan dan bekal makan siang.”
Navy tertawa dan melihat isi tas tersebut.
”Kenapa banyak sekali? Lagian disana aku akan dapat makan siang Ran.”
”Benarkah? Apa aku keluarkan saja?”
Wajah bingung Rana membuat Navy makin gemas.
“Nggak usah, aku bawa saja. Terima kasih istriku.”
Rana tersipu malu dan kembali membersihkan semuanya.
Seminggu berlalu, Navy dan aku berkirim pesan melalui media chatting. Aku fikir semua akan berjalan lancar tapi aku merasa ada yang kosong. Dulu aku memang betah sendiri tapi sekarang aku tidak bisa. Menunggu pulangnya Navy seperti hari yang kutunggu-tunggu. Setiap hari aku akan menandai kalender.
Hari ini tepat 6 bulan, navy ada kesempatan untuk pulang. Aku membersihkan rumah dan menyiapkan makan malam untuknya. Katanya akan sampai pukul 8, jika di fikir-dikir aku seperti anak kecil yang menunggu ayahnya pulang.
Mendengar mobil berhenti aku bergegas membuka pintu. Benar saja pria yang ku tunggu sudah datang.
”Akhirnya …,” Aku berlari memeluknya.
Navy tertawa sambil mengusap kepalaku.
”Apa kau merindukanku?”
”Tentu saja. Tidak ada yang membantuku mengangkat galon dan memasang gas.”
”Hanya untuk itu.”
”Ya.”
Navy mencubit pipiku sembari dia memberiku sebuah bingkisan.
”Ini oleh-oleh.”
”Terima kasih.”ucapku sambil memberi hormat pada Navy.
”Apa besok kamu ingin pergi ke suatu tempat?” Tanya navy.
”Tidak, aku ingin menghabiskan waktu bersamamu saja. Bukankah kau cuma istirahat satu hari.”
Navy tidak menyangka pernikahannya menjadi begitu penting, semua berkat Rana. Wanita yang selalu merindukan kepulangannya.
“Aku minta maaf …,” Ucap Navy.
”Kenapa?”ucapku dengan wajah penasaran.
”Aku tidak selalu bisa menemanimu di rumah.”
”Kau tidak perlu merasa bersalah. Bukankah keputusanku menikah denganmu sudah pertimbangkan semuanya. Aku sangat bangga denganmu, ternyata merindukanmu itu adalah sebuah tantangan,”ucapku sambil memeluknya.
Satu hari menjadi moment penting bagiku. Menghabiskan waktu dengannya walau hanya makan berdua atau menonton film kesukaanku. Dia mengisi waktu singkat itu dengan baik. Aku tidak ingin kehilangan Navy.
Waktu enam bulan menjadi waktu untukku kembali menabung rindu. Hari ini kepalaku cukup pusing, aku menelfon ibu untuk menemaniku di rumah.
Tapi ibu bilang harus ke rumah sakit, aku mengikuti kemauan ibuku. Dokter mendiagnosa cukup lama. Dia bilang aku terkena kanker hati.
Ibuku syok dan memelukku erat, air mataku mengalir deras. Aku menatap kosong, ibu menyadari diamku.
”Kamu harus kuat nak. Dokter bilang kita bisa memperlambat perkembangan kankernya.”
”Tapi bukan berarti bisa sembuh buk. Gimana cara Rana kasih tau Navy …?”
Hari kepulangan Navy membuatku bingung. Aku merindukannya tapi aku takut memberitahunya tentang keadaanku.
Pintu rumah terbuka, aku masih duduk di ruang keluarga.
“Kau sudah datang, maaf aku tidak menyambutmu.”
”Kamu kenapa? Apa kurang sehat?”
Pertanyaannya membuatku ingin memeluknya.
”Jika aku sakit, aku harus bagaimana? Bagaimana denganmu?”
”Kalau kamu sakit aku akan menjagamu. Kamu jangan kahwatir.”
Aku terdiam dalam pelukkan Navy cukup lama. Jika aku tahu akan memiliki penyakit ini, aku tidak akan membawa Navy dalam penderitaanku.
Navy memahami perasaan rana saat ini. Sebenarnya ibu rana menelfon setelah aku pulang kerja, ibu bilang Rana divonis mengidap kanker hati. Aku menangis di kantorku hari ini, karena itu aku pulang terlambat bekerja dari biasanya. aku tidak biasa menangis, tapi jika tentang Rana aku menjadi cukup lemah.
“Kamu jangan kahwatir, aku tetap cinta sama kamu apapun yang terjadi. Jangan berfikir macam-macam, aku akan bantu kamu cari pengobatan terbaik.”
Rana tetap diam dalam pelukkan Navy. Berat hatinya jika harus meninggalkan Rana sendirian di rumah. Jika bisa dia ingin tinggal saja dengan Rana saat ini.
“Apa aku mengajukan cuti saja untuk menemanimu, Ran?”
”Nggak, walaupun aku ingin kamu disini. Tapi sebelum aku kamu milik negara. Kamu harus tetap berangkat.”
”Aku akan bergegas pulang, Ran.”
Aku memeluk pria yang memasang wajah kahwatir itu. Ibu memutuskan untuk menemaniku di akhir pekan.
Beberapa bulan berlalu, kesehatanku semakin menurun. Aku harus di rawat di rumah sakit.
Setiap hari Navy terus menyempatkan diri menelfonku. Aku merasa menjadi beban untuknya.
“Ibuk, aku menyesal memintanya menikahiku dulu. Akan lebih baik aku mengabaikannya saja dulu.”
”Kok kamu ngomong gitu nak.”
”Rana merasa menambah beban Navy buk.”
Ternyata Navy berdiri di belakang pintu kamarku. Dia masuk dengan masih menggunakan pakaian tugasnya.
”Ibuk ke kamar mandi dulu.”
Aku mengusap air mata yang masih tersisa. Navy duduk di samping tempat tidurku.
”Jangan pernah menyesal Ran.”
”Apa bertemu denganku sangat membuatmu menyesal?”
”Tidak, bukan begitu. Aku fikir jika saja aku tidak memintamu menikah denganku. Mungkin kau akan baik-baik saja dan bisa menjalankan tugasmu tanpa kahwatir. Kau mungkin akan menemukan perempuan yang lebih sehat dan bisa menyambutmu selalu ketika pulang bertugas.”
”Dengar Ran. Jika bukan kamu aku tidak akan menikah. Aku lebih baik mengabdikan hidupku untuk negara dari pada menikah dengan wanita selain dirimu. Ketika pertama kali aku membaca pesanmu, aku fikir kamu hanya iseng saja tapi aku melihat postinganmu. Aku menyadari ada yang berbeda namun aku belum yakin. Aku memutuskan untuk shalat istiqarah untuk meyakinkan hatiku. Dan ayahku meyakinku untuk menikahimu. Jangan menyalahkan dirimu.”
”Aku minta maaf, kamu harus pulang ke rumah sakit bukan ke rumah kita.”
”Dimana pun aku harus pergi jika bisa bertemu denganmu itu adalah rumah Ran.”
”Aku sangat mencintaimu.” Ucapku sambil memeluknya.
Kesehatanku semakin memburuk, aku hanya bisa makan dengan bantuan infus. Dan ibu yang selalu membantuku menelfon Navy.
Sampai pada akhirnya aku harus meninggalkan pria yang kucintai secara tidak sengaja.
Navy yang tengah dalam tugasnya menerima telefon dari ibu rana. Rana menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit.
Navy yang baru saja hendak terbang seketika menghentikan semuanya dan berlari menuju kantor untuk meminta izin kembali lebih cepat.
Navy menatap kosong pada foto pernikahannya. Inilah rasanya kehilangan seseorang.
”Nak, ini ada surat yang Rana tinggalkan untukmu.” Ucap ibu rana sambil memegang pundaknya.
Untuk Navy, Suamiku tercinta
Surat ini aku tulis dengan kesadaran penuh untuk prajurit terbaik negara yang berhasil aku dapatkan. Aku sebenarnya juga tidak tertarik untuk menikah, tapi ketika melihatmu di media sosial. Aku teringat ucapan temanku, menikah dengan prajurit negara itu adalah tantangan yang luar biasa. Aku memutuskan untuk menghubungimu lebih dulu. Aku minta maaf menjadikanmu percobaan untuk hidupku. Tapi aku tidak menyangka ternyata aku menemukan pria yang menghapuskan pandanganku tentang marriage is scary. Kamu adalah pria yang luar biasa baik dan pengertian. Walaupun sekarang aku menyesal karena membawamu dalam kesulitan hidupku. Aku sangat bersyukur di cintai olehmu, aku ingin hidup lebih lama tapi tuhan tidak mengizinkanku untuk menemanimu lebih lama. Jika aku harus pergi kau tidak perlu merasa bersalah dan terikat denganku. Kehidupan harus terus berjalan, kepergianku tidak harus menjadi luka untukmu. Aku tidak pernah menyesal menghabiskan waktuku denganmu, aku tidak menyesal menunggumu berbulan-bulan dan aku minta maaf membuatmu terluka. Navy aku mencintaimu.
Navy meneteskan air matanya, dia merasa tidak ada wanita yang patut dia tangisi lagi. Rana adalah wanita terakhirnya.
_End_