Flash
Disukai
1
Dilihat
6,084
Tersedak
Religi

Hanya sekedar tersedak, untuk apa dituliskan segala? Seperti tidak ada lagi topik yang menarik untuk bahan tulisan? Seandainya ada yang berpendapat seperti itu. tidak begitu heran, karena pada awalnya aku pun berpendapat demikian.

Dalam KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia) kata tersedak memiliki dua pengertian. Sedak, tersedak, kesedakan diartikan tersedu-sedu atau terbelalak (karena tercekik, dsb).

Dalam bahasa Sunda, keadaan tersedak memiliki ciri-ciri yang mirip dengan "kabuhulan" dan "kabesékan', walaupun begitu Ki Sunda sedikit membedakan dua kata ini apabila dilihat dari penyebabnya. "Kabuhulan biasanya disebabkan oleh makanan padat (misalnya nasi), tetapi 'kabesékan ' Sebabnya benda cair yang sedang diminum. Orang yang bertanya-tanya, biasanya terbatuk-batuk. Biji mata melon seperti orang yang tercekik.

Keadaan seperti ini, tentu saja membahayakan apalagi kalau sampai pada tingkatan parah, diperlukan pertolongan pertama dari tenaga medis yang terlatih. Apabila dibiarkan, tersedak bisa berbahaya karena dapat menyebabkan pingsan, atau mungkin saja kematian.

Berdasarkan pendapat sahih para ahli yang memahami anatomi, seseorang dapat tersedak, apabila jalan nafas yang disebut saluran 'trachea' di tenggorokan tersumbat. Tersedak timbul karena ada yang tersesat atau salah jalan lalu masuk ke saluran trachea tersebut, padahal saluran itu diperuntukan bagi jalan nafas. Pantas saja, pengertian lain dari kata 'tersedak' di dalam KUBI adalah tersesat atau salah jalan (tentang air, dsb yang diminum, hingga orang terbatuk). Selain itu, gigi palsu juga bisa menjadi penyebab seseorang tersedak, akibat tidak sempurnanya mengunyah makanan, sehingga makanan yang belum begitu halus menyumbat saluran nafas.

Ketika kita kesedakan atau 'kabesekan dada akan terasa sesak, ulu hati terasa nyeri dan keluar suara 'cekleuk-cekleukan' mirip seperti orang yang terbatuk-batuk karena baru saja diangkat dari tenggelamnya.

Menurut kaol sesepuh-sesepuh di lembur, untuk menanggulangi "kabuhulan' dan 'kabesekan' gampang saja. Orang lain, atawa kita sendiri yang mengalaminya. Caranya, kepalkan salah satu tangan kita, letakan tangan yang terkepal itu di pusar. Pegang erat-erat tangan yang terkepal itu oleh tangan yang satunya lagi, seterusnya tekan mengarah ke atas. Benda apapun yang menjadi penyebab tersedak akan segera keluar (kalau cair), demikian pula kalau benda padat. Ehk, ehk, cleng! Alhamdulillah, tersedak, kesedakan atau kabesekan maupun kabuhulan hilang tiada berbekas....

Walaupun tidak terlalu sering, di usia yang sudah senja ini, saya kadang-kadang tersedak. Biasanya terjadi apabila makan atau minum sambil tidak konsentrasi. dalam arti sambil mengerjakan pekerjaan lain selain makan. Misalnya sedang menyuapkan makanan dengan menggunakan sendok, sementara itu jari-jari lain memijit- mijit tombol keyboard komputer, karena makannya sambil...mengetik. Atau, mengunyah makanan sambil terus berbicara. Mungkin hal tersebut memecah perhatian, atau menurut bahasa anak muda karena tidak "konsen itulah, tersedak menjadi akibatnya. Apalagi bagi saya. anak petani dari kampung, setiap makan akan terasa lebih nikmat, apabila menyantap nasi yang keras. Kalau makan dengan nasi lembek, serasa jadi pasen di Rumah Sakit; lebih baik menyantap bubur ayam sekalian...

"Sarapan pagi dulu, Abah mumpung nasi gorengnya masih panas," kata Si Ambu sambil menaruh piring nasi goréng didepan saya. Iya, sini bawa. Tuh, dari tadi sudah ada di depan, untung bukan ular, kalau ular dari tadi juga sudah mematuk," kata Si Ambu membanyol. Dimulailah memasukan makanan yang disediakan Si Ambu. Sambil mengunyah, saya tetap duduk di meja komputer. Blem, menyuap, tiriktik mengetik; mengetik lagi menyuap makanan lagi; sebentar ada yang terlewat nih. Tidak jarang ketika akan menyuap. malah memegang keyboard, begitu pula sebaliknya sehingga betul-betul dalam keadaan 'paciweuh kalau menurut istilah urang di lembur mah. Selain itu melayani dan menjawab pertanyaan Si Ambu...Ohk, ohk, cekleuk-cekleuk! "Ehm!" kata Si Ambu seperti kepada anak kecil, sebagai bantuan agar Abah sebagai suaminya terbebas dari tersedak.

"Simpan dulu atuh pekerjaannya, Abah. Tuh. temenin anak-anak di sudut dapur," kata Si Ambu setengah memerintah, sambil menyodorkan air teh hangat dalam gelas besar. Tak pernah saya menurut kata-kata Si Ambu, apalagi kalau pekerjaan sedang tanggung, tetapi walaupun begitu, saya menyempatkan meminum air teh yang disodorkannya.

Para pembaca pernah tersedak, kesedakan, kabesekan atau kabuhulan? Atau pernahkah mengamati orang tersedak? Ada suara 'cekleuk-cekleuk' seperti keluar dari ulu hati yang tentu saja akan terasa nyeri dan perih. Apabila sudah demikian, pikiran saya melayang kepada orang yang sedang 'najah' atau sekarat. Karena saya sering membantu memandikan mayat (Sunda: "ngaweredonan') sering pula menghadapi orang yang sedang sekarat, apakah itu kerabat sendiri atau orang lain. Seperti suara orang tersedak atau kabuhulan itulah, suara orang yang hendak melepaskan nyawanya. Kasihan berbaur kengerian menyaksikannya, apalagi kalau orang sekarat tersebut dibiarkan oleh keluarganya. Maksud saya. keluarga orang sekarat tersebut hanya menghadapinya dengan terpaku atau menangis berjamaah, salah tingkah tak tentu apa yang seharusnya dikerjakan dan tidak ada seorang pun yang bertindak seperti layaknya orang tua. Hanya mendahulukan tangisan, mengganggu kekhusyuan orang-orang yang sebisanya berdo'a mengantar orang sekarat ke tempatnya berpulang. Apabila sudah terjadi seperti itu, saya seringkali spontan, tanpa diminta oleh kerabatnya, sebisanya menuntut dengan cara membisikkan dua kalimah syahadah ke telinga orang sesak nafas, Asyhadu alla ilaaha illalooh, wa asyhadu anna Muhammada rosululloh....Cekleuk, lepaslah nyawanya yang selama ini dikandung badannya, selanjutnya diusap kelopak matanya, agar si mati tidak terbelalak matanya. Inna lillaahi wa inna ilaihi roji'uun, disusul jerit tangis keluarga yang ditinggalkan....

Saya jadi teringat diri sendiri yang sudah renta ini. Apabila suatu saat saya sendiri mengalami saat- saat mengeluarkan suara kengerian karena menjelang kematian. Apabila sudah keluar suara 'nyekleuk tetapi bukan karena tersedak, suara itu sebagai pertanda di ujung usia penghabisan. Tentu saja Si Ambu tidak akan mengeluarkan komando dengan suara dehemannya, karena keadaannya berbeda walaupun suaranya hampir sama. Ketika Si Ambu dan anak-anak (mungkin) yang merubung basah dengan air mata, menunggu tibanya Yang Maha Taqdir. Mudah-mudahan, di saat seperti itu ada yang menuntun, membisikkan kalimah-kalimah tauhid ke telinga.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)