Flash
Disukai
0
Dilihat
9,459
Tentangmu
Romantis

Awalanya aku ingin menulis tentang sore yang sangat damai. Atau, menulis tentang pagi dan semua kesibukannya. Banyak hal yang ingin aku tuangkan dalam kata demi kata hinggi tersusun rapi untuk dapat dinikmati. Tapi, bagaimana rupa huruf yang terangkai tidak lain masih tentang kamu.

Setelahnya, ada warna-warni terlukis diatas kanvas. Tiap sapuan kuas yang mendarat diatasnya berhasil membentuk objek indah tentang tempat dan suasana masih tentang kamu. Hebat sekali. Jiwamu telah pergi, tidak hadir di hadapanku lagi, namun dapat hidup.

Siapa sangka saat kaki melangkah terlalu jauh suara, senyum, rupa, bahkan kebiasaan kecilmu tidak terlepas dari ingatan. Kalau saja ada alat penghapus ingatan seperti dalam novel hujan yang di tulis Tere Liye. Aku akan menjadi salah satu diantara yang mencoba menggunakan kehebatan alat muktahir itu. Gila. Bukan kamu, mungkin aku. Atau, kita sama gilanya.

"Siapa?" panggilan dari nomor tidak tersimpan dan menampilkan profile avatar. Diantara ketakutan serta keramaian busway, aku mendengar samar-samar suara dari sebrang sana.

Bohong sekali aku tidak kenal suara itu. Suara yang aku harapkan akan terdengar setelah beberapa tahun hilang dari teling. Suara yang pernah berhasil membuat jantungku berdegup lebih cepat. Masa-masa aku ingin jatuh cinta dengan penuh kesenangan.

"..." dia menyebutkan nama, lengkap. Sekali, "Hah? Siapa?" bising suara bus hampir menyamarkan suaranya. Namun, detik berikutnya, semua terdengar sangat jelas.

Senyum kecut semula, takut pada tempat asing, lelah akan kerumunan orang, terlepas sudah setelah itu. Rahasia alam tanpa pernah dimengerti oleh siapapun.

"Ada undangan pernikahan untukmu." pura-pura dan cukup takut kalau yang dia maksud adalah tentang pernikahan dia. Harapanku ternyata belum berubah.

"Siapa nikah?"

"Kalau aku gimana?"

"Sudah siap nikah?"

"Jelas belum," disebrang panggilan sana, terdengar dia tertawa samar. Aku tidak mengerti maksud itu. "Kamu dimana sekarang? Ada undangan dari temen kita."

"Aku udah pindah kota karena kerjaan," lebih jelasnya, supaya bisa melupakan kamu. "Fotokan aja dan mungkin nanti kirimkan nomor rekening saja. Sorry gak bisa hadir."

Klise, tapi itulah kenyataan. Tidak ada hal yang lebih diinginkan selain mendengar pengakuanku untuk berusaha melupakan perasaan lama. Masa telah berubah. Setiap orang harus terus melangkah, bukan tetap pada satu sosok yang bahkan melirik hidupku saja, mungkin tidak. Ironis.

"Kamu sendiri disana?"

"Ya." tapi, memangnya boleh jika aku meminta kamu untuk disini? Pertanyaan gila yang mustahil bisa terucap dibibirku.

"Ya sudah. Aku pamit." silahkan. Seharusnya aku yang bicara itu. Pamit untuk segala perasaan lama yang belum sedikit pun menghilangan. Tentang memori yang pernah terlewatkan, tidak pernah usai terbayang dalam ingatan. Setelahnya, aku hanya ingin kita benar-benar pamit. Bukan lagi untuk mempertahankan memori yang jelas masih aman dalam ingatanku.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)