Masukan nama pengguna
"Pasvaati ...!"
Teriak lantang Taja memecah fajar.
"Tunjukkan kekuatanmu untuk melawan Pasukan Hijau!" kedua tangannya menggenggam pusaka itu terangkat ke angkasa. Banyak pasang mata menyaksikan aksi Taja yang membuat semua terheran-heran.
"Kalian pencuri! Tanapura akan menghukum kalian seberat-beratnya!" teriak salah seorang pemimpin dari Pasukan Hijau.
Taja tak menghiraukan mereka. Tetap memusatkan konsentrasi pada Pasvaati yang terangkat dan bercahaya.
Cahaya Pasvaati memukau semua orang. Sejenak menghentikan langkah-langkah Pasukan Hijau terus-menerus berdatangan.
Raojhin pun tak bergeming selama menyaksikan Pasvaati di tangan Taja. Sangat tak menyangka jika dilihatnya dengan mata kepala sendiri, Taja menggenggam benda pusaka yang selama ini hanya menjadi legenda. Bahkan Raojhin belum pernah bermimpi mampu melakukan itu.
Terlebih-lebih lagi Lorr En, hanya mematung siaga paling belakang di antara mereka bertiga. Ia juga tak kalah ternganga menyaksikan sekali lagi aksi Taja dengan Pasvaati di tangannya.
Beberapa saat berlalu. Tak ada sesuatu yang muncul dari ujung Pasvaati. Bahkan cahaya Pasvaati meredup. Taja menurunkan tangannya.
'Ada apa denganmu Pasvaati?' pikir Taja mendadak panik. Mengamati benda pusaka di tangannya. Belum sempat terjawab, tiba-tiba terjadi sesuatu.
Dalam sekejap saja, mendadak Pasukan Hijau melangkah mundur secara serentak. Kepungan mereka melonggar. Hanya beberapa saat setelah Taja meneriakkan sesuatu pada Pasvaati, memaksa Pasukan Hijau semakin mundur tanpa aba-aba. Raut-raut wajah mereka terlihat menahan ketakutan terhadap sesuatu.
Merasakan seperti ada cahaya terang di belakangnya, Taja berbalik. Bukan tanpa alasan jika Pasukan Hijau ketakutan. Ada sesuatu yang muncul berbaris di belakang Taja, Raojhin, dan Lorr En.
Wujud-wujud serdadu putih sebening kristal perak, berbaris rapi dalam posisi siaga. Kemunculan mereka menembus tembok gerbang. Bahkan tak terlihat lagi ada tembok di belakang Taja sekawan, seolah tertutup oleh kehadiran sekumpulan pasukan tak dikenal itu.
Taja, Raojhin dan Lorr En, bahkan ikut terkejut melihat kemunculan pasukan itu nyaris tanpa suara secara tiba-tiba sudah berada di belakang mereka bertiga.
Taja mengamati sebentar pusaka di genggamannya. Ternyata Pasvaati bukan meredup, melainkan cahaya lain yang lebih besar sedang berada di dekatnya, mengalahkan cahaya Pasvaati. Cahaya itu semakin terang hingga memenuhi seluas tempat perbukitan Istana Emas.
Tampaklah barisan serdadu memakai jirah serba perak. Bahkan rambut mereka terurai panjang mengkilat perak. Masing-masing membawa trisula perak. Mereka sama sekali tak berkata-kata sepatah pun. Bahkan tak terdengar nafas mereka. Raut muka datar tapi menawan, kecuali sesekali mata melirik lawan. Tatapan mata mereka seperti lirikan pengantin yang menghipnotis.
Suara gemerincing lirih membahana ke langit-langit Istana Emas.
"Serdadu Bidadari ...!"
Seru Taja takjub. Tak menyangka bala bantuan sejenis itu yang muncul berikutnya dari Pasvaati. Sungguh benda pusaka di tangannya itu memunculkan banyak sesuatu menakjubkan yang tak terduga dari alamnya.
"Wahai, Serdadu Bidadari! Sibukkan Pasukan Hijau! Tetapi jangan bunuh mereka!" teriak Taja, satu perintah terhadap Serdadu Bidadari.
"Serdadu Bidadari?!" Raojhin penuh heran. Belum pernah ia mendengar makhluk sejenis itu, apalagi melihatnya. Makhluk berwujud manusia tinggi, kulitnya sebening kilau perak. Semuanya seragam dan seperti bukan dari dunia manusia.
"Apa benar mereka bidadari?" Raojhin berpikir sendiri. Melihat barisan serdadu tak terhitung jumlahnya, bergerak serentak untuk menghadapi Pasukan Hijau.
"Taja, kamu membuatku takut ...," Lorr En beringsut. Lain hal nya dengan Raojhin, justru ia merasa Taja semakin aneh dengan memiliki Pasvaati di tangannya.
"Jangan khawatir, mereka di pihak kita!" kata Taja.
Taja mundur. Diikuti Raojhin dan Lorr En. Serdadu Bidadari menggantikan mereka untuk menghadapi Pasukan Hijau.
Sing ...!
Desing trisula terdengar ngilu sampai ke tulang, semuanya tertuju pada Pasukan Hijau.
"Serbuuuuu ...!!!"
Pemimpin Pasukan Hijau meneriakkan aba-aba.
"Heeeeeaah ...!!!"
Riuh bergemuruh teriakan Pasukan Hijau menyeruak sekitar tempat tertinggi Tanapura. Mereka belum menyadari makhluk apa yang sedang mereka hadapi.
Serangan terdepan Pasukan Hijau menghujamkan tombak-tombak ke arah Serdadu Bidadari. Bersiaga dalam pertahanan, Serdadu Bidadari balik mengerahkan senjata trisula serentak.
"Aaaargg ...!!!"
Jeritan menggema panjang. Pasukan Hijau terpental, berjatuhan, saling menubruk sesama mereka. Tanpa menyentuh, energi trisula Serdadu Bidadari telah menghantam orang-orang Pasukan Hijau. Mereka bergelimpangan sambil mengerang kesakitan.
Formasi terdepan Pasukan Hijau berantakan. Saling tumpang tindih beserta tombak-tombak mereka sendiri.
Melihat anak buahnya berjatuhan, giliran empat pemimpin Pasukan Hijau maju.
"Hiaaaaah!!!"
Pemimpin bongsor memainkan jurus tombaknya berputar-putar dengan lihai sebelum tombaknya menghujam ke sosok serdadu di depannya.
Kraaaak ...!!!
Tombak besar di tangannya seketika patah sebelum sampai menyentuh tubuh serdadu. Retakan keras tombak itu remuk. Energi trisula mengangkat tubuh pemimpin bongsor sehingga melayang tinggi.
"Aaaagh!!!" teriaknya sambil tangan dan kaki meronta.
Tiga pemimpin lainnya terlebih dulu melemparkan belati-belati sebelum sampai mendekati barisan serdadu. Suara benda tajam melesat. Belati-belati itu tertahan dan melayang di udara. Ketiga pemimpin melompat salto dan langsung menyerang dengan tombak-tombak besar.
"Heeaaaaagh!!!"
Serdadu Bidadari bersama-sama mengerahkan jari-jari mereka dengan gerakan memutar perlahan, mengendalikan tubuh ketiga pemimpin itu akhirnya melayang di udara.
"Aaaagh ...! Turunkan aku!!!"
Teriak mereka ketakutan. Melayang sekaligus terhimpit energi yang dikendalikan serdadu. Jemari serdadu terhenti gerakannya. Keempat pemimpin berjatuhan di pangkuan para serdadu secara acak.
Pemimpin bongsor tersandar punggungnya di lengan seorang serdadu. Berhadapan dengan sebuah raut wajah dingin menawan dan sedikit senyum tipis. Pemimpin bongsor terpana melihatnya. Jarak sedekat itu, pemimpin bongsor melihat dengan jelas wajah serdadu yang cerah, menyatu dengan cahaya tubuhnya.
Pemimpin bongsor tak berkutik, terus memandangi serdadu perak itu. Sementara ketiga pemimpin lainnya menjerit ketakutan lantaran terkekang kendali jemari serdadu lainnya yang kurang ramah.
Perhatian orang-orang Pasukan Hijau sibuk menghadapi para Serdadu Bidadari. Saat itulah Taja, Raojhin, dan Lorr En pelan-pelan menyusup masuk pintu gerbang Istana Emas. Suasana riuh memudahkan mereka bertiga melenggang masuk halaman Istana Emas.
"Radhittama!" Taja memanggil-manggil nama itu sembari pandangan matanya berputar ke sekeliling halaman luar istana.
"Radhittama!!!" teriak Taja lagi. Raojhin dan Lorr En turut terbawa celingukan ke sekitar. Tidak terlihat ada tanda-tanda seseorang yang dimaksud.
"Mungkinkah kita sedikit terlambat?" Lorr En menduga-duga cemas.
"Radhittama, kita sudah sampai. Di mana kamu?!" teriak Taja.
Raojhin menaruh Sang Gendewa di tanah. Tak kuat lagi punggungnya membiru.
"Mungkin dia tidak akan benar-benar muncul!" Raojhin memikirkan hal yang pesimis.
"Lupakanlah! Aku akan memanggil Gattor! Kita pergi dari sini!" kata Raojhin lagi.
"Tidak mungkin! Dia pasti datang!" Taja yakin. Sejauh ini, tidak mungkin usaha mereka sia-sia.
"Sekarang kita benar-benar pencuri pusaka!" Lorr En menimpali.
Situasi genting. Satu pintu utama Istana Emas. Tertutup rapat. Perlahan bergerak. Ada seseorang mendorong pintu itu dari balik sisi dalam istana.
* * *