Masukan nama pengguna
Taja dan Lorr En menyaksikan duel pertarungan antara dua makhluk pemangsa. Singa Putih paling besar mengaum lantang, memimpin gerombolan berbaris puluhan ekor. Sedangkan di sisi lain, serigala-serigala api menyalak ganas bersahutan.
Energi gaib saling menghantam antara dua pemangsa. Tubuh-tubuh dua jenis makhluk bertubrukan, bergulat di tanah, terpelanting ke udara. Singa Putih menerkam dengan sekali gigit tengkuk dan leher serigala. Singa Putih lainnya dikeroyok tiga sampai empat serigala, namun singa lain balas menerkam.
Suara-suara beradu gulat, bergemuruh raung geram. Tubuh serigala-serigala terkoyak dan terkapar dalam waktu singkat. Gerombolan Singa Putih menghisap energi gaib dari tubuh serigala-serigala Arroragh yang sudah tak berkutik, sampai wujudnya raib tak berbekas.
"Lowantar menghisap jiwa-jiwa serigala Arroragh!" Lorr En terpekik menyaksikan betapa Singa Lowantarg ternyata jauh lebih buas daripada Arroragh.
Tertinggal serigala paling muda, tampak terpojok oleh kepungan Singa Putih. Serigala muda itu sudah kehilangan nyali keganasannya. Tubuh serigala itu meronta dalam terkaman cakar dan terkoyak taring-taring tajam Singa Putih, mengeroyok habis-habisan serigala Arroragh terakhir.
Hauuuuughh ...!
Serigala terakhir itu meraung dalam sisa wujudnya semakin menipis sampai akhirnya tak bersisa apapun. Singa-Singa Putih belum cukup puas menghisap jiwa-jiwa gaib Arroragh sekian banyaknya. Keganasan makhluk berwujud singa putih, nampaknya sangat kelaparan dalam kurun waktu lama.
Suasana kembali sepi. Singa Putih takluk di ujung jari-jari Taja. Mengelus moncong pemimpin singa paling besar, Taja mengungkapkan rasa terimakasih. Makhluk seganas itu, terlihat jinak di bawah kendali ujung jemari Taja.
"Aneh sekali!" Lorr En ternganga, menyaksikan segerombolan Singa Putih menaruh hormat dengan merendahkan kepala secara serentak.
"Bukankah Lowantar sudah lama punah?" tanya heran Lorr En, menyaksikan makhluk-makhluk itu kembali ke lingkaran cahaya Pasvaati. Tubuh Lowantar menyusut kemudian menghilang bersama cahaya itu lenyap di satu titik.
"Pasvaati mampu memanggil mereka kembali!" kata Taja, tidak cukup membuat Lorr En paham.
"Alam Pasvaati memanggil mereka dari kematian sekalipun!" kata Taja lagi, membuat Lorr En bertambah bingung dan ngeri.
"Kamu ..., seolah-olah baru kembali dari kematian ...," Lorr En menerka penuh khawatir.
"Begitulah!" kata Taja tersenyum menanggapi. Situasi kembali tenang, hening di ujung malam menyadarkan diri mereka. Langit malam menampakkan rona ungu kemerahan di ufuk timur.
"Apa kita masih punya waktu?!" tiba-tiba Taja tersadar jika waktu menampakkan terbit fajar. Terlebih-lebih teringat Raojhin menunggu di Istana Emas.
"Gawat! Mungkin Raojhin dalam kesulitan! Kenapa kamu tinggalkan dia?!" Taja panik.
"Dia sudah berhasil membawa Sang Gendewa dan menuju Istana Emas. Aku menyusulmu atas permintaan dia juga," jawab Lorr En.
Tak terdengar lagi alunan seruling dari angkasa. Pertanda Mantera Sirep sudah habis pengaruhnya di sekitar Tanapura.
"Kita harus segera ke Istana Emas!" Taja bergegas pergi. Lorr En mengikuti di sisinya.
Tiba-tiba sesosok lelaki tua, Ki Ratma muncul lagi di tengah jalan. Bersama ke empat anjing hitam, ia berjalan ke arah Taja dan Lorr En.
"Sial. Ki Ratma!" Taja baru ingat, kemunculan Ki Ratma juga satu ancaman besar selain Arroragh.
"Jangan ganggu kami, Tua Bangka!" seru Taja kepada sosok itu menghadang jalan.
"Ternyata dia, Tuan Anjing Hitam. Sumber gaib Serigala Arroragh sampai ke Tanapura!" kata Taja menguak rahasia selama ini tentang Ki Ratma sebenarnya.
"Dia dalangnya?!" Lorr En segera memasang badan ke depan, melindungi Taja.
Ki Ratma semula berani menghadapi Taja. Kali ini tampak gentar. Apalagi ia melihat pusaka di tangan Taja adalah Pasvaati.
"Kamu menyaksikan sendiri, pertarungan dua makhluk pemangsa. Singaku mengalahkan serigalamu. Masih punya nyali?!" seru Taja tanpa takut sedikitpun. Sebaliknya, wajah sangar Ki Ratma menyiratkan gemetar.
"Tuan Anjing Hitam! Alasan apa yang memaksa dirimu bersekutu dengan Serigala Arroragh. Kekalahan mereka akan berimbas kepadamu juga!" seru lantang Taja makin menciutkan nyali Ki Ratma.
"Dasar Bedebah! Tidak akan 'kubiarkan Bocah Malapetaka hidup di Tanapura!" nekad juga Ki Ratma, tak bisa mengelak. Ketahuan jika dirinya menganut ilmu menyimpang bersekutu dengan Arroragh.
Jika ada seseorang manusia ngilmu tertentu dengan cara mengadakan perjanjian dengan makhluk gaib Arroragh, maka sangat besar dampak pengaruhnya. Jika makhluk-makhluk sekutunya mengalami kematian, maka orang tersebut akan terkena imbasnya. Perjanjian seperti itu juga harus dibayar dengan umur dan darah, bahkan jiwanya. Pantas saja Ki Ratma tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Itu pengaruh ngilmu dan perjanjian dengan Arroragh.
"Tubuhmu juga akan menjelma seperti makhluk-makhluk terkutuk itu!" Taja menggertak.
"Orang-orang akan memandangmu sangat hina!" tak henti Taja menghardik, kembali teringat bahwa Ki Ratma sejauh ini, pemburu beringas sampai ke Tanapura. Menginginkan kematian Taja dengan cara sadis. Rasa takut itulah yang menyerap energi kultivasi yang dimiliki Taja. Sama seperti Arroragh, sangat lapar akan jiwa peri. Itu sebabnya mereka bersekutu.
"Siapa sebenarnya kamu?" Ki Ratma menjadi kerdil jiwanya, melihat Taja setangguh ini di hadapannya. Seolah lebih menegangkan daripada Bocah Malapetaka.
"Siapa aku?" Taja melangkah. Sementara Lorr En mundur. Derap langkah Taja menghampiri Ki Ratma, anjing-anjing di sisi kanan kirinya pun mundur ketakutan.
"Akulah Bocah Malapetaka yang lain!" seru Taja sembari mengangkat Pasvaati siap dikerahkan.
Keadaan berbalik. Kekuatan Ki Ratma tersisa hanya empat anjing hitam bawah kendalinya, sebentar menggonggong namun berubah lengking ketakutan dengan sisa-sisa tenaga.
Ngaik ... ngaik ...!!!
Anjing-anjing itu kehilangan ganasnya.
"Perlukah aku memanggil Lowantar lagi?" tanya Taja di sebelah Lorr En.
"Tidak perlu! Serahkan padaku, akan aku beri pelajaran anjing-anjing piaraan tua bangka itu!" giliran Lorr En maju, menghadapi empat anjing yang dilepas Ki Ratma.
Beberapa hembusan nafas, tubuh Lorr En kembali mekar dipenuhi penuh otot kekar. Kulit perisai duri di punggungnya yang hijau gelap. Semakin penuh tubuhnya oleh perisai tebal bertekstur kulit katak dan buaya.
Ki Ratma terbelalak melihat perubahan wujud Lorr En, berubah menjadi sosok raksasa berselimut perisai kulit katak.
"Si ... si ... lu ... man!!!"
Jerit Ki Ratma terpatah-patah. Penuh ngeri. Lorr En berjalan tegap, siapa meladeni anjing-anjing hitam mundur ketakutan.
Lorr En tak ingin menyakiti anjing-anjing itu. Ia hanya mengelus makhluk piaraan. Empat anjing semula galak, berubah penurut. Sekali saja Lorr En menepuk-nepuk dahi anjing-anjing itu, "Ssh ..., pergilah kalian ...," anjing-anjing pun pergi.
Tertinggal Ki Ratma sendirian. Lelaki tua itu menggeliat dan dada membusung ke atas. Perlahan jubah gelap dikenakannya tersingkap. Suara retak tulang dan anggota tubuh, seiring wujud Ki Ratma berubah menjadi sosok tinggi besar dan buas.
Hoooaaaaaarggh!!!
* * *