Masukan nama pengguna
"Laila beliin aku cilor dong, jangan terlalu asin, pedesnya banyakin dikit ya, boleh kan?" tanya Giska sambil menyodorkan uang.
Laila yang sedang duduk sambil membaca buku di bangku paling belakang pun langsung mendongak.
"Tap," jawab Laila, gugup.
"Masa disuruh gini aja ga mau si!"
"Ya sudah, baiklah," jawab Laila sambil menerima uang dari Giska.
Laila keluar kelas hanya membawa uang dari Giska. Sementara Giska kembali duduk dibangkunya, paling depan.
Laila adalah perempuan berkacamata yang pintar namun pendiam dan lugu . Dia selalu disuruh-suruh seenaknya oleh teman-teman satu kelasnya namun tidak ada yang mau berteman dengannya karena dia terlihat cupu.
Laila kembali ke kelas membawa cilor, kemudian memberiknya ke Giska.
"Ini Gis."
"Oke makasih," ujar Giska sambil menerimannya.
Saat Laila kembali ke bangkunya hatinya tersentak mendengar ucapan Giska.
"Hah, pedes banget ... payah banget si!!"
Semua siswa yang melirik ke Giska.
"Payah banget si kamu La, masa disuruh gini aja ga becus! Mau bikin aku sakit perut?!" protes Giska sambil menatap sinis Laila dari kejauhan.
"Maaf Gis, a ...," ujar Laila belum selesai sambil duduk dan menunduk dibangkunya.
"Udah-udah, mending aku buang, heuh kesel!"
Giska keluar kelas lalu membuang cilornya.
Dari kelas 1 SMP hingga saat ini menginjak kelas 2, Laila selalu diperlakukan sepeti itu oleh teman sekelasnya. Disuruh-suruh, dijauhin, dan dibuly. Dia terlalu pendiam sehingga tidak mampu melaporkan perlakuan teman-temannya.
1 Minggu kemudian, kelas Laila kedatangan murid baru bernama Shela. Shela gadis cuek yang sederhana, dia pindahan dari bandung. Shela duduk satu bangku dengan Laila karena sudah tidak ada lagi tempat.
Shela memang terlihat cuek, namun ia selalu bertindak tegas saat teman sebangkunya dibuly atau di suruh-suruh.
"Heh lo punya kaki kan? Sana beli sendiri!" protes Shela sambil melotot ke Giska.
"Heh gue nyuruh ke si Laila bukan ke lo ya, jangan ikut camput!" jawab Giska sambil melotot.
"Udah udah kalian jangan berantem, aku ikhlas ko beliin Giska nasi goreng, kantin juga kan deket."
"Tuh, nih uangnya."
"La, jangan mau ...."
"Gak apa-apa Shel."
Laila keluar kelas. Shela kembali duduk dengan wajah kecewa sementara Giska tersenyum sinis ke Shela, kemudian kembali duduk di bangkunya.
Pulang sekolah Shela melihat Laila berjalan ke arah toilet perempuan dengan wajah sendu. Shela mengikutinya dari belakang.
Tiba di depan pintu, Shela tidak masuk melainkan menguping dari balik pintu. Tak lama, dia mendengar suara isak tangis di dalam toilet sehingga membuatnya sedikit terkejut lalu langsung masuk.
Terlihat Laila sedang menangis sambil menatap cermin. Shela diam sejenak lalu mengeluarkan pertanyaan singkat.
"Lo kenapa?"
Laila tak menjawab, dia hanya menggelengkan kepala sambil menghapus air mata. Shela mendekati Laila.
"Lo kenapa La? Tenang aja, ceritain semuanya sama gue, siapa tau gue punya solusi."
"Ya udah kalau lo gak mau cerita. Tapi, gue mau ngasih pesan aja sama lo. Lo itu berharga, jangan mudah diperlakukan seenaknya sama orang. Belajarlah untuk lebih peduli sama diri sendiri, soalnya kesian batin lo, kesehatan mental itu sangat penting. Gue yakin lo bisa ko lewatin ini semua."
Shela membalikkan badan, diam sejenak.
"Kalau lo mau cerita, gue siap dengerin."
Kemudian shela meninggalkan Laila yang dari tadi masih menatap cermin dengan tatapan sendu. Setelah Shela keluar, Laila menghela nafas. Beberapa detik kemudian Laila memakai kacamatanya kemudian keluar.
Keesokan harinya Giska kembali menyuruh Laila namun dia menolak dengan alasan sedang fokus baca buku.
"Maaf Gis, aku sedang baca buku," jawabnya sambil fokus ke buku.
"Ih! Sebentar aja kok ...."
"Maaf Gis gak bisa, mending sama kamu aja biar kamu bisa mendapatkan yang kamu inginkan."
Laila hanya fokus ke buku dan tak menatap Giska sama sekali. Sementara Shela yang duduk di samping Laila melirik ke Giska sambil tersenyum sinis.
"Ih ... udah berani ya kamu sama aku? Oh ... pasti di ajarin sama si anak belagu ini kan?!" tanya Giska, langsung melototi Shela.
Shela memukul meja kemudian berdiri sambil melotot ke Giska.
"Heh, ngapain lo nuduh-nuduh gue hah?!"
Laila tidak menghiraukan mereka, malah tetap fokus baca buku. Sementara siswa yang lain hanya fokus memperhatikan mereka sambil berbisik-bisik dengan teman sebangkunya. Sedangkan kedua teman Giska yaitu Lela dan Mila mengelus-elus bahu Giska, mencoba menenangkannya.
"Gue gak nuduh!!" suara Giska semakin meninggi.
Tiba-tiba ketua kelas masuk dan langsung menghampiri mereka berdua.
"Eh, eh ada apa ini?" tanya Radit.
"Ini lagi ketua kelas! masa ada pembulian di kelas ga tau?!"
"Pembulian? Sejak kapan ada pembulian?"
"Parah, emang kemana aja lo?"
"Maaf, mungkin kejadiannya pas saya gak ada di kelas, mungkin saat saya sedang istirahat di kantin jadi saya gak tahu."
"Bohong, bohong dit, masa lo percaya sama anak baru yang belagu ini?!" protes Giska.
"Heh, lo tuh yang beraninya dibelakang ketua kelas doang huh! Ini lagi, masa semua orang di sini gak ada yang berani lapor, semuanya payah!"
"Udah-udah, sekarang saya akan lebih ketat, kalau ketahuan ada keributan lagi, saya panggil guru BK. Dan buat teman-teman semua, tolong jika benar ada pembulian langsung lapor ke saya. Karena sekarang belum ada bukti jadi saya tidak akan langsung melapor."
"Pokonya kalian semua gak boleh pada bungkam pas si ema lampir ini bertindak pembulian!" Shela masih bersuara.
"Heh!!"
"Sudah-sudah, semuanya kembali ke bangku masing-masing, sebentar lagi Bu Rika masuk."
Giska memukul meja Shela, lalu kembali ke bangkunya bersama teman -temannya. Sementara yang lain kembali fokus ke aktivitasnya masing masing. Shela juga kembali duduk.
Hari-hari berlalu, akhirnya tidak ada lagi yang membuli dan menyuruh Laila. Satu waktu Shela menanyakan sesuatu ke Laila di dalam kelas saat siswa yang lain makan di kantin.
"Kok waktu itu kamu berani nolak permintaan Giska?"
"Malam-malam aku merenungi nasihat kamu Shel. Ternyata benar aku berharga, karena aku masih menjadi harapan orang tuaku. Aku tidak ingin kebahagiaanku bersama orang tuaku nanti terganggu hanya karena masalah mentalku. Jadi, malam itu aku juga merencanakan bagaimana caranya agar tidak ada lagi yang bersikap seenaknya kepadaku. Makasih ya Shel.
Shela tersenyum.
"Siap ... tapi rencana kamu tuh yang keren, pinter kamu.
"Alhamdulillah."
Quotes: Bantu dan Hargailah temanmu dan dirimu sendiri.