Cerpen
Disukai
0
Dilihat
12,643
Bukannya Ibu Tak Sayang
Drama

"Clara ...."

Clara yang sedang asyik membaca buku langsung keluar kamar, menghampiri Ibunya di ruang tamu.

"Iya Bu, ada apa?"

"Clara ini Tante Salamah yang selalu Ibu ceritakan."

Clara menjulurkan tangan sambil tersenyum. Bukannya membalas salim Clara, tante Salamah malah memandang Clara dengan tatapan sayu.

"Tan, Tante gapapa kan?"

Tante Salamah tersenyum sambil menggeleng gelengkan kepala, kemudian langsung memegang telapak tangan mungil itu. Clara tersenyum lalu mencium telapak tangan tantenya.

Clara melihat meja di depannya masih kosong.

"Sebentar Tante, Clara ambilkan minum dulu ya."

"Biar Ibu saja nak, kamu ngobrol di sini saja sama Tante."

"Oh iya baik Bu."

Ibu pergi ke dapur dan Clara langsung duduk di samping Tantenya.

"Tante apa kabar?" tanya Clara dengan ceria.

Tante Salamah terlihat canggung, apalagi saat menatap mata bening Clara.

"Alhamdulillah baik, kamu?" tanya tante Salamah sambil menunduk

"Alhamdulillah baik juga Tente."

"Tante kok baru ke sini sekarang? Padahal kalau Tante tinggal di sini dari dulu, pasti aku seneng, karena aku yakin Tante orangnya baik," ujar Clara, ceria lalu tersenyum.

Tante Salamah sesekali melihat Clara, sesekali menunduk

"Kerja nak," jawab tante Salamah sambil menunduk.

"Iya aku udah tahu ko, Tante kerja di Arab kan? kok gak di sini saja?"

Tante Salamah menatap Clara lalu tersenyum.

"Alhamdulillah di sana penghasilannya besar dan mungkin udah jalannya juga."

"Tante udah menikah?"

Tante Salamah berhenti tersenyum lalu kembali menunduk.

"Maaf Tante."

"Jangan nanya yang banyak banyak Clar, kasihan Tantenya," ujar ibu sambil membawa nampan berisi gelas teh dan cemilan di piring.

"Diminum dulu Mbak."

Kemudian ibu duduk di samping Clara.

"Mbak kapan mau berangkat lagi ke Arab?"

"Maaf Sari, Mbak gak akan berangkat lagi ke sana."

"Lah, kenapa Mbak?"

Clara hanya memerhatikan obrolan mereka dengan mengerutkan kening.

"Clara, kamu ke kamar saja dulu ya, boleh lanjut baca buku."

"Eu ... Baik Bu."

Clara kembali masuk kamar.

"Mbak ayo kita ngobrol di dapur, kalau di sini takut Clara dengar."

Sari berjalan ke dapur dan Salamah mengikutinya. Di dapur mereka duduk di kursi makan.

"Mbak maaf, kenapa Mbak gak akan balik lagi ke arab?"

"Mbak udah berhenti kerja jadi ART."

"Kenapa Mbak?" tanya Sari, tegang

"Mbak mau kerja di sini saja, mbak mau lebih dekat sama Clara.”

Rumah yang mereka tempati adalah rumah hasil keringat Salamah. Selama ini yang tinggal di rumah itu hanya Sari dan Clara, sementara suami Sari kerja di tanggerang sebagai karyawan di pabrik roti. Sari tidak bisa punya anak jadi dia rela mengasuh Clara, tapi yang membiayai Clara tetap Salamah. Sementara rumah Sari dan Salamah yang dulu, sudah dijual untuk membayar hutang orang tua mereka.

“Gak bisa gitu dong mbak, kalau Clara tahu semuanya gimana?”

“Gak apa-apa, Mbak yakin kok dia bisa memaklumi semuanya.”

“Belum tentu Mbak, Mbak kan belum tahu dia gimana.”

“Mbak yakin dia akan terima, saat Mba lihat matanya, dia sosok yang tenang dan penyabar.”

“Mbak jangan gegabah.”

“Maaf Sari keputusan Mbak sudah bulat, oh iya, Mbak sekarang mau mulai cari kerja.”

“Mbak ….”

Salamah meninggalkan Sari. Akhirnya Salamah mendapatan pekerjaan sebagai ART di rumah yang ada di Jl. Mendali dan dia sudah bisa kerja. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 16.00, Salamah pulang ke rumah dengan jalan kaki karena rumahnya tidak begitu jauh.

Ketika sudah di depan pintu masuk, Salamah tidak langsung masuk karena mendengarkan Sari sedang telponan dengan seseorang.

“Giman nih bang? Gimana caranya supaya Mbak Salamah kerja lagi di Arab?”

“Katanya dia mau dekat dengan anakanya. Kesel, aku jadi ga bisa dapat uang banyak dong … dan gak bisa nyuruh nyuruh sepuasnya ke Clara. Pokonya selama kamu belum tahu caranya, kamu harus sering kirimin aku uang titik!”

Prang!

Suara piring pecah terdengar di dapur membuat Sari dan Salamah kaget. Sari memutuskan telepon lalu langsung ke tempat suara itu. Sementara Salamah mengikutinya dari belakang.

Sari melotot melihat Clara. Clara yang sedang membersihkan pecahan piring, dijambak rambutnya oleh Sari.

“Dasar anak ceroboh!”

“Aw ... maaf Bu tadi pas cuci piring licin.”

Salamah yang melihat itu semua melotot lalu mendorong Sari.

“Jahat kamu Sari!! Tega-teganya kamu memperlakukan anak saya seperti ini!!”teriak Salamah sambil menujuk Sari yang terjatuh.

Sari hanya bisa diam dengan tegang sambil memegang tangan bekas dorongan kakaknya.

“Anak?” tanya gadis yang berumur 13 tahun itu dengan bingung

Hati Salamah tersentak, dia menurunkan tangannya lalu duduk sambil menunduk membelakangi anaknya. Salamah diam sejenak.

“Nak ... maaf ya ... ini Ibu, maaf selama ini Ibu gak mengaku sebagai Ibu kamu karena Ibu gak mau kamu malu punya Ibu mantan narapidana, Ibu dipenjara karena gak sengaja membunuh ayah kamu yang waktu itu berusaha merebut kamu …,”jelas Bu Salamah sambil terisak-isak, tak kuat menahan tangis.

Mata Clara membesar, wajahnya memerah, air matanya perlahan menetes kemudian dia berlari masuk kamar. Bu Salamah mengejar Clara.

“Nak … tolong maafkan Ibu … hiks,” mohon Bu Salamah sambil mengetuk pelan pintu kamar yang tertutup.

Di dalam kamar Clara menangis sambil duduk di belakang pintu. Bu Salamah terus memohon.

“Nak ... tolong kasihani Ibu … Ibu sayang sama kamu ….”

Perasaan Clara campur aduk. Di satu sisi dia merasa bersyukur karena Bu Salamah sudah berkorban untuknya, di satu sisi dia gak tega dengan semua hal yang dialami oleh ibu kandungnya, dia juga bersedih karena ternyata Bu Sari bukan ibu kandungnya. Walaupun selama ini bu Sari selalu bebuat kasar padanya, namun dia sudah membesarkan dan terkadang bersikap baik juga.

Sari mendekati Sarah sambil menunduk.

“Mbak, saya minta maaf karena sudah emosian ke anak mbak, pantesan saya belum dikasih anak, mungkin itu karena saya gak sabaran orangnya. Maafin saya mbak, mbak juga tahu kan dari dulu saya memang orangnya sensitif.”

Salamah berdiri dari duduknya.

“Tapi yang kamu lakukan bukan cuman itu kan? Kamu juga sudah memanfaatkan kebutuhan yang seharusnya dikasih ke Clara kan?”

“Maaf Mbak … saya sudah boros sehingga membuat Clara hidup berkecukupan bahkan terkadang kurang ...,” jelas Sari sambil duduk di depan Salamah, tangannya memohon.

“Tega kamu!”

“Maaf Mbak, Mbak kan tahu dari dulu saya orangnya suka belanja.”

“Dengar ya Sari, gak semua orang harus menuruti dan memahami permintaan kamu, kamu juga harus mengendalikan nafsu kamu. Saat kamu menerima dengan baik Clara di depan saya, saya kira kamu sudah berubah tapi ternyata?!” respon Salamah masih meneteskan air mata.

“Iya Mbak, aku minta maaf ….”

Clara keluar kamar masih dalam keadaan sembab.

“Bu ....”

Salamah membalikkan badan.

“Maafkan Bu Sari ya, walaupun begiu, dia sudah membesarkan Clara.”

“Clara?” tanya Bu Sari.

“Iya Bu?”

Bu Sari bangun, langsung memeluk Clara.

“Maafkan Ibu Clara, hiks.”

Saat bu Sari melepas pelukannya, nu Salamah mendekati Clara.

“Kamu memaafkan Ibu juga kan nak?” tanya Bu Salamah

“Pasti Bu, mana mungkin aku tidak memafkan orang yang sudah rela berkorban untukku.”

Salamah langsung memeluk Clara.

“Makasih Nak ... maaf ibu melakukan itu semua bukannya Ibu tak sayang.”

"Iya Bu ... makasih banyak ...," jawab Clara, tak tahan menahan tangis saat dipeluk Ibunya.

Sambil berdiri, Sari mendekati mereka yang sedang pelukan

"Mbak maafkan saya, saya janji akan lebih baik ke Clara. Tapi jika tidak ada ampunan lagi dari Mbak, lebih baik saya pergi, saya malu Mbak ...," ujar Sari sambil menunduk.

Salamah berhenti pelukan lalu berdiri.

"Saya memaafkan kamu, tapi jangan diulang lagi ya."

"Mbak?"

"Makasih Mbak ...,"ucap Sari sambil memeluk Kakaknya.


 

 

 

 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)