Cerpen
Disukai
1
Dilihat
16,903
Dering Telepon
Drama

Sahadah selalu cemas jika telepon genggamnya berdering. Ia selalu mengira jika telepon genggamnya berdering berarti Nola, anak semata wayangnya, tertimpa masalah.

Ihwal kecemasan ini dimulai karena kebiasaan Nola yang selalu mengabari keadaannya di perantauannya di Kota Z yang jauhnya ribuan kilometer dari kampung di mana Sahadah tinggal. Nola memutuskan untuk hijrah ke Kota Z karena bujukan Yulia yang pulang kampung dengan setumpuk uang dan segudang cerita indah tentang bagaimana mudah mencari uang di Kota Z itu.

Namun, yang tidak diceritakan okleh Yulia kepada Nola adalah ia menjadi pacar Tuan A, seorang bankir kaya raya dari Kota Z yang sudah beristri dan ia diboyong ke sana semata untuk kelancaran urusan berahi lelaki itu alih-alih harus setiap kali berbohong pada istrinya untuk bisa pergi ke kampung pacarnya.

Meskipun memang di Kota Z, Yulia, yang kemudian putus dengan Tuan A, berhasil merangkak dari pelayan kantin sampai menjadi seorang manajer toko, tetapi ia tidak hidup dari nol. Ada sejumlah uang yang diberikan kepadanya dari Tuan A untuk memulai hidup di Kota Z.

Kepada Nola, Yulia bercerita bahwa dirinya siap menampung Nola selama belum mendapatkan penghasilan di rumahnya. Rumah yang dibelikan oleh Tuan A sebagai hadiah peringatan tahun ke lima mereka berpacaran. Dengan iming-iming itu, Nola terbujuk. Sesampainya di sana, Nola memang diberi kesempatan untuk mencari pekerjaan, tetapi di sisa harinya, ia diminta oleh Yulia untuk membersihkan rumah, mencuci peralatan makan dan juga baju-baju Yulia, yang menjadikan Yulia tak ubahnya seperti asisten rumah tangga.

Tidak punya teman di Kota Z, membuat Nola mengeluhkan kehidupannya itu kepada Sahadah melalui panggilan telepon.

“Yang sabar ya Nak, “ Begitu ucapan Sahadah saat Nola menceritakan bahwa ia kurang tidur, kecapekan akibat membantu mengurus rumah Yulia di sela-sela kegiatannya mencari pekerjaan di Kota Z.

“Semoga kamu cepat mendapat pekerjaan dan bisa mencari tempat tinggal sendiri supaya bisa istirahat dengan lebih jenak. Ibu hanya bisa mendoakan dari jauh.”

Akhirnya Nola mendapatkan pekerjaan sebagai pembersih piring kotor di sebuah restoran. Kegembiraan yang ia bawa pulang ke rumah Yulia tiba-tiba bisa sekejap menjadi kesedihan. Mendengar Nola sudah bekerja, Yulia memintanya untuk membantu meringankan bebannya dengan membayar tagihan listrik dan gas.

“Tapi gajiku akan berkurang banyak sekali jika harus melakukannya, Yulia. Sedangkan aku masih perlu uang transport dan membeli makanan. Tolonglah, jangan sebesar itu, aku tidak sanggup.”

Yulia tidak bergeming pada permintaan Nola. Hanya ada dua buah pilihan yang diberikan kepada Nola, menerima permintaannya atau angkat kaki dari rumah itu.

Tak lama berselang dari kejadian itu, telepon gengggam Sahadah berdering dan ia mendengar Nola terisak menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. Ingin rasanya Sahadah bisa segera terbang ke Kota Z dan menjemput anak perempuannya itu, namun ia hanya seorang perempuan tua yang tak lagi bersuami dan hanya memiliki sedikit penghasilan dari menjahit pakaian secara konveksi. Maka yang ia sarankan kepada Nola adalah agar mencari tempat tinggal dekat dengan lokasi kerjanya agar mengurangi uang transport sehingga gajinya cukup untuk bisa hidup di sana.

Setelah kejadian tersebut, telepon genggam Sahadah seolah menjelma menjadi corong penyampaian nasib buruk Nola, seperti ketika Nola berkenalan dengan Pemuda D, berandalan tetapi menurut Nola punya kebaikan hati. Awalnya, Pemuda D membantu Nola mencari tempat tinggal. Ia juga mendatangi rumah Yulia untuk mengambil barang-barang Nola yang masih tertinggal. Berita yang dianggap buruk oleh Sahadah adalah Nola jatuh hati pada Pemuda D.

Sahadah mulai ada perasaan cemas sekaligus benci yang menjadi satu pada bunyi telepon genggam setelah kabar percintaan Nola itu. Namun dering yang berikutnya, Sahadah menjadi khawatir. Lewat telepon genggam, Sahadah dipaksa menampung kesedihan tak terkira dari Nola yang bagian-bagian tubuhnya jadi sering memar merah kebiruan bahkan luka akibat perbuatan Pemuda D yang katanya mencintai Nola dan tak mau membagi cinta Nola dengan siapapun. Perbuatan itu didasarkan pada rasa tak percaya dari Pemuda D yang tak beralasan pada Nola, hanya karena hal-hal sepele seperti ada jeda lima menit ketika ditelepon, Nola diberi buah tangan dari teman sejawatnya, atau sekadar Nola terlihat duduk bersebelahan dengan pria yang tak dikenalnya di halte bus belaka.

Sahadah bangkit dari duduknya dan melemparkan telepon genggam itu ke atas sofa butut yang tadi didudukinya. Ia geram, marah, juga kecewa pada anak satu-satunya, yang ia cintai. Karena begitu cintanya kepada Nola, ia memungut dan menyentuh kembali telepon genggam itu untuk menghubungi ketua RT dan menceritakan tentang Nola.

Tak lama berselang, Rosikin yang menjadi ketua RT didampingi beberapa orang lainnya mendatangi rumah Sahadah dan mereka menyarankan Sahadah melapor kepada pihak-pihak yang berwenang dalam urusan kasus yang menimpa tenaga kerja di luar negeri sesegera mungkin. Sahadah pun menuruti saran mereka dan pergi ke lembaga pengiriman tenaga kerja.

Namun karena Nola pergi Kota Z tidak melalui lembaga terkait pengiriman tenaga kerja, Sahadah akhirnya diminta pergi melapor ke pihak kepolisian. Sahadah kembali menuruti saran dan permintaan orang yang menjumpainya tadi. Di kantor polisi, Sahadah kembali mendapat saran agar mengirimkan sejumlah uang untuk Nola supaya ia bisa segera pulang. Pihak kepolisian, menurut petugas yang menerima laporan Sahadah, tidak bisa melakukan apa-apa karena belum ditemukan adanya perkara hukum di sana.

Sahadah kembali melemparkan telepon genggamnya ke sofa butut. Ia merasa menjadi seorang ibu yang tak bisa berbuat apa-apa bagi anak perempuannya yang tengah dirundung masalah yang bisa mengancam jiwanya. Masih sambil duduk di sofa butut, bibir Sahadah bergetar saat menyebut nama Tuhan dan meluncurkan sebarisan doa dari mulutnya. Ia berharap, jika telepon genggamnya berdering dan peneleponnya adalah Nola, maka yang ia dengar bukan lagi masalah dan cerita duka, melainkan kebahagiaan.

Benar saja, tak berapa lama, telepon genggam itu berdering.

“Nola?”

“Ini Ibu Sahadah?” Dari seberang terdengar suara laki-laki. Sedikit parau, seakan habis berteriak-teriak atau menyanyi berjam-jam lamanya.

“Ya betul. Ini siapa? Di mana Nola?”

“Ibu tidak perlu khawatir tentang Nola. Saat ini, dia aman bersama saya. Selama dia mau mendengar dan menuruti apa kata saya. Nola pasti sudah menceritakan semua keburukan saya kepada ibu. Itu bohong, Bu. Saya menyayangi dan mencintai Nola. Tidak mungkin saya berbuat kasar dan memperlakukan dia begitu buruk. Begini, Saya minta ibu tidak perlu melapor ke mana-mana perihal Nola. Dia baik-baik saja. Hanya dia sering membayangkan dirinya hidup tersiksa di perantauan.”

“Maaf, ini D?”

“Betul, Ibu. Saya D. Saya telah menyelamatkan Nola dari kejahatan yang hendak dilakukan Yulia. Ibu tahu Yulia? Maksud saya, Ibu tahu benar Yulia itu siapa?”

Sahadah menjawab bahwa ia mengenal Yulia sejak kecil sampai Yulia meninggalkan kampung menjadi seorang yang sukses di Kota Z.

“Dia itu muncikari, Ibu. Karena saya tahu Nola diperalat olehnya, maka ia saya selamatkan. Tidak hanya itu, Nola saya uruskan perizinannya untuk bekerja di sini. Namun, harap maklum, ya Bu, Nola hanya bisa bekerja yang pembayaran upahnya tidak melalui bank atau terima tangan saja. Aturan di sini begitu, sebelum seseorang mendapatkan visa kerja, dia tidak boleh menerima gaji bulanan.”

“Lalu, Nola bekerja apa, dan di mana, Nak D?”

Pemuda menceritakan bahwa Nola dia arahkan untuk bekerja sebagai pembersih rumah, pengasuh anak, atau pembawa anjing jalan-jalan. Karena Nola takut pada anjing, ia kemudian disalurkan pada semacam yayasan yang mencarikan pekerjaan pembersih rumah atau pengauh anak. Bahkan yayasan itu memberi tumpangan tempat tinggal sementara yang dibayar dari persenan upah Nola. Tidak banyak, yang penting jika dikumpulkan dari mereka yang ditampung di situ cukup untuk iuran listrik dan air minum. Soal makanan, para pencari kerja lebih kreatif untuk menyelenggarakan makan Bersama. Artinya Nola tidak akan kekurangan apa-apa jika rajin bekerja.

“Tetapi, Nola ternyata tidak sepolos yang Ibu bahkan saya kira.” Ujar Pemuda D.

“Ada apa, Nak?”

“Dia masih meyakini bujukan Yulia, Bu. Akhirnya Nola melarikan diri.”

Sahadah terdiam. Lidahnya kelu. Ia tidak yakin akan cerita ini. Apalagi yang menceritakan tentang Nola adalah orang yang belum dikenalnya. Hal yang membuatnya curiga kepada Pemuda D adalah mengapa ia menelepon menggunakan nomor telepon Nola?

Ketika Sahadah memastikan kecurigaannya dengan bertanya mengenai nomor telepon Nola, Pemuda D menjawab dengan begitu meyakinkan.

“Seperti saya bilang Bu, Nola melarikan diri dari yayasan. Ia tidak membawa apa-apa. Tidak selembar pakaian pun. Dompet dan perhiasannya juga masih ada di dalam tasnya. Ia benar-benar ‘pfffh’ hilang.”

Mendengar perkataan Pemuda D, terutama ketika mengatakan ‘hilang’ Sahadah tidak bisa lagi berkata-kata. Hanya air mata banjir di kedua pipinya. Ia menangis tanpa suara sebelum akhirnya rubuh.

Sejak itu, Sahadah benar-benar seperti sangat ketakutan akan dering telepon genggam. Ia tidak pernah mau menjawab panggilan telepon yang masuk. Bahkan ia membanting telepon genggam satu-satunya. Kali ini tidak di atas sofa butut, tapi di lantai yang hanya diplester dengan semen tanpa acian.

 

Tangerang Selatan, Mei 2024

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)