Cerpen
Disukai
2
Dilihat
9,662
Batu Ajaib Nenek
Drama

Timur adalah seorang anak berumur lima tahun. Ayah Timur, yang bernama Pak Sabrang, adalah seorang guru Sekolah Menengah. Sedangkan ibu Timur, Bu Amara, adalah seorang petugas kesehatan yang bekerja di Puskesmas Kelurahan.

Karena kedua orang tua Timur harus bekerja dari pagi hari, maka Timur kerap diasuh oleh neneknya, yang rumahnya tidak jauh dari rumah Timur. Setiap pagi, ayah dan ibu Timur membawanya dengan sepeda motor ke rumah nenek. Nanti, pada petang hari, mereka datang lagi untuk menjemput Timur pulang ke rumah mereka.

Nenek Timur bernama Asrita. Nenek Asrita tinggal sendiri, karena kakek sudah lama meninggal. Nenek Asrita adalah ibu dari ibu Timur. Selain ibu Timur, Nenek Asrita punya dua anak lagi yaitu Paman Aditya, dan Bibi Anandini. Namun mereka, karena sudah berkeluarga, tidak lagi tinggal di sana.

Selain mengasuh Timur, Nenek Asrita memiliki kesibukan yaitu merawat tanaman dan melayani pesanan membuat kue-kue tradisional.

Suatu hari, saat Timur tengah berada di rumah Nenek Asrita, seorang tamu datang memesan kue pada nenek.

“Kue talam seratus lima puluh kue cucurnya juga seratus lima puluh. Buat acara lusa, apakah sanggup menyelesaikannya, Bu Asrita?” Tanya Bu Mima, sedikit khawatir karena ia berpikir nenek akan mengerjakan pesanan itu sendirian.

“Insyaallah, Bu Mima, nanti saya minta Bu Azkia dan Bu Rosita membantu supaya dapat memenuhi pesanan Bu Mima.”

“Baiklah, kalau begitu, ini pembayarannya,” Bu Mima mengulurkan sejumlah uang ke tangan Nenek Asrita, dan berkata lagi, “Kalau bisa, setelah selesai, sekalan minta tolong diantar ke rumah ya Bu.”

“Baik, Bu Mima, nanti saya juga minta bantuan Pak Ramlan antarkan ke rumah Bu Mima kalua sudah selesai. Pukul berapa ditunggu?”

“Kalau bisa sebelum pukul sepuluh pagi, Bu Asrita. Karena ini buat kudapan sebelum makan siang.”

“Baiklah, Bu Mima. Terima kasih banyak pesanannya.”

Setelah tamu itu pergi, Nenek Asrita mengajak Timur pergi menemui dua orang tetangganya yang disebutnya tadi. Rumah mereka tidak terlalu jauh dari rumah nenek sehingga mereka berdua hanya berjalan kaki saja.

Itulah pertama kalinya Timur melihat Nenek Asrita menggenggam sebuah batu kecil berwarna putih. Batu itu berukuran hampir separuh dari genggaman tangannya, sehingga meskipun digenggam, masih tetap kelihatan meskipun tidak jelas sekali. Ia meremas-remas batu itu dalam genggamannya sambal terus berjalan.

Bahkan ketika sampai di rumah Bu Azkia dan berbincang-bincang dengannya perihal banyaknya pesanan kue yang diterima dan permintaan untuk membantunya, Nenek Asrita tetap meremas-remas batu kecil putih dalam genggamannya itu.

Timur melihat remasan jemari Nenek Asrita berhenti sejenak setelah Bu Azkia menyatakan bahwa ia setuju untuk membantunya. Demikian juga saat Bu Rosita menyanggupi untuk membantu Nenek Asrita, batu kecil putih itu berhenti diremasnya.

Besoknya, Timur melihat Nenek Asrita meremas batu kecil putih itu lagi. Ketika melakukannya, Nenek Asrita tengah berdiri di depan pintu rumahnya menunggu pesanan tepung dan gula merah serta santan kelapa dari kedai langganannya di pasar. Begitu juga ketika ia menanti kedatangan Bu Azkia dan Bu Rosita.

Saat hendak memasak kue-kue pesanan itu, Nenek Asrita meletakkan batu kecil putih di atas meja tamu begitu saja. Seolah batu itu tidak berharga. Namun tidak bagi Timur yang penasaran pada batu itu. Timur memerhatikan batu kecil berwarna putih itu dengan saksama.

Ditelitinya batu tersebut seperti layaknya seorang ahli. Diraba dengan perlahan seolah ingin merasakan semacam getaran yang mungkin dihasilkan oleh batu itu. Ternyata tidak ada apa-apa. Batu putih berukuran kecil itu sama seperti batu biasanya, dingin, halus, sedikit menyisakan debu.

Timur merasa pernah melihat batu seperti itu. Ia kemudian berjalan ke pekarangan depan rumah dan menemukan batu-batu kecil berwarna putih itu ditaruh oleh Nenek Asrita pada beberapa pot tanaman bunga. Diambilnya sebutir batu putih dalam sebuah pot tanaman lalu dibawanya masuk untuk dibandingkan dengan batu milik nenek Asrita tadi.

Ternyata, dua buah batu putih berukuran kecil itu adalah batu yang sejenis dan tak berbeda! Batu yang sering diremas oleh Nenek Asrita tidak jauh berbeda dengan batu yang diambilnya dari pot tanaman tadi.

Ketika Nenek Asrita mendapati dirinya seperti tengah memainkan batu miliknya, Timur ditegur dengan suara yang lembut, “Boleh buat mainan, asal jangan sampai hilang, ya?”

Timur jadi makin penasaran dengan batu kecil putih itu.

Pada hari pesanan kue-kue Bu Mima harus diantarkan, Timur kembali mendapati Nenek Asrita meremas-remas batu kecil putih dalam genggamannya. Waktu Timur melihat kejadian itu, Nenek Asrita tengah berdiri di dekat pagar dengan raut muka cemas dan sebentar-sebentar, ia melirik pada arloji di tangannya.

Timur mendengar Nenek Asrita mengeluh, “Aduh. Sudah hampir jam sepuluh ini. Kenapa Pak Ramlan belum datang juga?”

Rupanya Nenek Asrita khawatir Pak Ramlan yang diminta bantuan untuk mengantar kue-kue pesanan Bu Mima tidak datang.

Timur kembali mendengar Nenek Asrita mengeluh, “Tapi tadi dia sudah kirim pesan sudah dalam perjalanan. Kok belum sampai-sampai ya?”

Nenek Asrita kemudian berjalan mondar-mandir dari halaman sampai ke ruang makan tempat dimana ia sudah meletakkan kue-kue pesanan ke dala dua kardus berukuran sedang yang sudah diikat dengan tali untuk memudahkan dibawa.

Cukup lama Timur memerhatikan bahwa selama Nenek Asrita gelisah dan khawatir, selama itu pula ia meremas-remas batu kecil putih dalam genggamannya. Ketika jarum panjang pada jam dinding mendekati angka tiga, terdengar suara pintu pagar diketuk orang.

“Bu Asrita, maaf, tadi di jalan ban sepeda motor saya mendadak kempis. Jadi saya harus mencari tukang tambal ban dulu. Untunglah ada seorang pengemudi ojek online yang mau membantu saya menunjukkan kios tukang tambal ban terdekat. Jadi tidak terlalu lama saya menuntun sepeda motor.”

“Oalah. Kasihan sekali Pak Ramlan ini. Maaf ya Pak, sudah merepotkan.” Kata Nenek Asrita.

Nenek Asrita masuk ke dalam rumah dan Pak Ramlan bergegas mengikutinya. Rupanya Pak Ramlan ingin membantu membawa kue-kue tersebut. Tak berapa lama, Pak Ramlan pun pergi mengantar pesanan Bu Mima itu.

Saat itulah, Timur bertanya kepada neneknya. “Nek, apakah batu kecil berwarna putih dalam genggamanmu itu adalah batu ajaib?”

Nenek Asrita tertawa kecil mendengar pertanyaan Timur. Jawabnya setelah tawanya hilang, “Itu batu biasa. Kau juga kemarin tahu bahwa itu batu yang sama dengan yang nenek taruh di pot tanaman, bukan?”

“Tapi mengapa nenek suka meremas-remas batu itu?”

“Ini hanya kebiasaan saja, Timur. Sejak dulu, Nenek suka meremas-remas batu jika sedang gelisah, takut, atau khawatir.”

“Jadi, itu bukan batu ajaib?”

Nenek Asrita kembali tertawa. Kali ini berderai-derai tawanya.


Tangerang Selatan, April 2024

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)