Cerpen
Disukai
1
Dilihat
1,276
A GIRL WHO LOVE CAT
Drama


Namanya, Celia Anindya. Seorang gadis pecinta kucing berusia 17 tahun. Celia sangat menyukai kucing, segala aksesorisnya, gantungan kunci, casing hape, hingga tas, seprai tempat tidurnya dan lain-lain, semua berhiaskan kucing. Saking tergila-gilanya dengan kucing, sampai-sampai Celia di sebut cewek aneh oleh teman-teman satu sekolahnya. Karena selama tiga tahun Celia bersekolah di SMA Wijaya, tak pernah sekali pun melirik cowok. Padahal Celia cukup cantik, tapi dunianya hanya ada kucing, kucing, dan kucing.

Celia si pecinta kucing dan di sebut cewek aneh di sekolah, hanya sedikit yang mau berteman dengannya. Namun, siapa sangka seorang Cassano Aswangga, The Most Wanted Boy di sekolah tertarik padanya. Ketertarikan itu bermula ketika suatu pagi, tanpa sengaja Cassano melihat Celia rela mengotori dirinya menolong anak kucing yang terjebak di got.

“Duh! Kasihan banget kamu Pus Pus, bentar ya aku tolong kamu,” ucap Celia sambil menunduk melihat ke arah got, anak kucing itu terus saja mengeong.

Celia menaruh tasnya di pinggir got. Dia pun masuk ke dalam got yang cukup besar juga dalam. Dasar got tersebut sedikit berlumpur. Di ambilnya anak kucing yang terjebak itu dan dikeluarkan dari got.

Setelah mengeluarkan anak kucing itu, Celia membuka tasnya. Di ambilnya sapu tangan dan dibasuhnya anak kucing itu yang kotor terkena lumpur. Lalu Celia mengeluarkan sebuah wafer keju dan di sodorkan wafer itu ke anak kucing tersebut.

“Makan yang banyak ya Pus Pus, maaf aku enggak bawa Whiskas, tapi kamu pasti suka wafer keju.” Celia mengelus-elus tubuh anak kucing itu dan kucing itu dengan lahap memakan wafer keju yang diberikan Celia.

Cassano memperhatikan itu semua. Dia enggak habis pikir bagaimana seorang cewek rela mengotori dirinya sendiri hanya demi seekor anak kucing. Celia bangkit dan membersihkan dirinya, baju sekolahnya menjadi agak kotor. “Untung ada baju ganti di loker.” batinnya.

Pada saat Celia hendak pergi, dia tanpa sengaja bertatapan dengan mata milik seorang cowok, Cassano Aswangga! Yang sedari tadi memperhatikan Celia. Siapa sih yang enggak kenal Cassano di SMA Wijaya? Celia diam saja, membuat Cassano menjadi salah tingkah. Refleks, Cassano berpura-pura melihat kaca spion mobilnya sambil merapihkan rambutnya.

“Cih! Dasar cowok narsis,” gumam Celia dalam hati kemudian berlalu meninggalkan Cassano.

Cassano menghela napas lega. “Untung tuh cewek diem aja! Tapi kenapa gue malah salah tingkah sih!” rutuknya dalam hati.

Sejak kejadian pagi itu, diam-diam Cassano memperhatikan Celia. Dan sudah beberapa minggu Cassano memperhatikan cewek pecinta kucing itu, satu hal yang Cassano tahu adalah kebiasaan Celia kalau ke kantin hanya untuk memberi makan anak kucing yang dia tolong waktu itu dan di beri nama Pus Pus.

Dan hari ini, sebuah kejadian di kantin membuat Cassano terkejut melihat perubahan sikap Celia yang dia tahu adalah seorang cewek pendiam. Kecuali sama kucing, Celia pasti banyak omong.

“Lo punya hati nurani gak sih? Itu anak kucing kenapa lo tendang?” bentak Celia ke seorang siswi yang ternyata adalah cewek paling cantik, judes dan populer di SMA Wijaya! Namanya, Sella Oktavina.

“Heh! Lo cewek aneh! Kaki, kaki gue! Terserah gue mau nendang kucing apa gak!” balas Sella judes tanpa rasa bersalah.

“Kaki emang kaki lo! Tapi apa salah tuh kucing sampai lo tendang hah?”

“Salah tuh kucing deket-deket sama kaki gue, jadi gue tendang!”

“LO…!”

“APA…!?”

Celia dan Sella saling melotot dan emosi. Cassano yang melihat hal itu sungguh kaget dengan ekspresi Celia yang bahkan lebih judes dari Sella. Tapi justru itu yang membuat Cassano semakin tertarik. Dia pun tersenyum tipis.

“Cel, Cel, lo tuh cantik, imut, terlihat polos tapi kalau marah bikin gemes,” batin Cassano.

Pertengkaran kedua cewek tersebut akhirnya bisa di lerai oleh salah satu teman Sella.

“Dasar cewek aneh! Liat aja! Tunggu balasan dari gue!” hardik Sella.

“Lo yang harusnya tunggu balasan dari kucing ini! Lo enggak tau? Kalau nyakitin kucing tuh bisa kualat!” balas Celia kemudian berlalu meninggalkan kantin dengan membawa Pus Pus di gendongannya.

“Kita makan di tempat lain aja ya Pus Pus, di sini banyak orang yang jahat sama kamu,” ucap Celia.

Cassano yang mendengar ucapan Celia pun tertawa geli. “Menggemaskan!” batinnya.

                                                                   ● ● ●                              

Hari Minggu pagi, Cassano ke sekolah untuk tugas piket mingguan. Dia tidak tahu kalau Celia juga mendapat giliran tugas piket mingguan hari Minggu itu. Saat di kantin, Cassano melihat anak kucing Celia, Pus Pus, sedang mencari-cari makanan.

“Kasihan banget itu anak kucing, kalau majikannya gak ada dia nyari makan sendiri.” gumam Cassano. Lalu Cassano berpikir untuk memberi makanan ke anak kucing itu.

“Pus Pus.” panggil Cassano sambil menyodorkan biskuit cokelat Good Time.

Anak kucing itu makan dengan lahap. Satu biskuit. Dua biskuit. Tiga biskuit. Tiba-tiba…

“CASSANO!” teriak Celia. Sontak Cassano menoleh dan terkejut.

“LO MAU BUNUH KUCING? NGAPAIN LO KASIH MAKAN BISKUIT COKELAT HAH!?”

“Gu-gue… eng-enggak…” Cassano saking terkejutnya tak tahu harus bilang apa.

“Lo gak tahu hah? Kalau kucing di kasih makan cokelat bisa keracunan!” bentak Celia dan ekspresinya kini menjadi khawatir. Dengan cepat Celia menggendong Pus Pus lalu berlari menuju gerbang sekolah.

“Cel! Celia!” panggil Cassano. “Lo mau ke mana Cel?” Cassano menahan Celia.

“Gue mau ke dokter hewan! Enam jam setelah makan cokelat, kucing bisa keracunan dan bisa mati!” Celia lalu terburu-buru keluar gerbang sekolah hendak mencari angkot sambil menggendong Pus Pus. Namun, dengan cepat Cassano menahan lengan Celia.

“Apaan lagi sih Cas? Lepasin!” Celia berontak.

“Gue anter lo ke Dokter hewan!” ucap Cassano dengan tegas. Raut mukanya terlihat serius.

Celia menurut dan tidak membantah Cassano. Mereka pun menuju Dokter hewan.

“Untung kalian langsung membawa anak kucing ini ke sini, jadi saya bisa mengeluarkan semua cokelat yang baru saja di telannya.” kata Dokter Fadli.

“Jadi Pus Pus enggak apa-apa kan Dok? Dia gak keracunan?” tanya Celia cemas.

“Tenang saja, kucing kamu baik-baik saja, saya sudah membuat dia memuntahkan semua cokelatnya, kata Dokter Fadli, “lain kali kucing jangan di kasih makan cokelat ya.” lanjutnya.

Celia pun melirik ke arah Cassano dengan tatapan judes. “Gara-gara lo nih!”

“Cel, maaf. Gue beneran gak tahu kalau kucing bisa keracunan cokelat.” Cassano meminta maaf sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Celia dan Cassano akhirnya permisi kepada Dokter Fadli setelah di perbolehkan membawa Pus Pus pulang. Celia menggendong Pus Pus di kedua lengannya.

“Cel, rumah lo di mana?” tanya Cassano.

“Ngapain lo nanya-nanya rumah gue?” Celia balik bertanya.

“Gue mau anterin lo pulang, Cel.”

“Anterin gue ke sekolah aja, gue mau pulangin Pus Pus.”

“Lo kenapa gak pelihara aja itu kucing?”

Celia menggeleng. “Nyokap gue gak suka kucing.” Celia menunduk, raut mukanya sedih. Cassano menjadi iba.

“Yauda, gue anterin lo ke sekolah trus gue anterin lo pulang ya?”

Celia menoleh kemudian mengangguk dan tersenyum.

Semenjak kejadian itu, Celia dan Cassano menjadi semakin dekat. Di sekolah, Cassano menemani Celia memberi makan Pus Pus. Terkadang Cassano membawa Whiskas untuk Pus Pus. Cassano yang memang sudah tertarik dengan Celia merasa senang sekali akhirnya bisa dekat dengan cewek itu. Tapi berbeda dengan Celia yang baru saja merasakan getaran di hatinya setelah dekat dengan Cassano. Dunianya kini bukan lagi hanya kucing dan kucing. Untuk pertama kalinya, Celia memiliki dunia selain dunia kucing dan itu karena seorang Cassano Aswangga.

Namun, perasaan di hati Celia terhadap Cassano tidak bertahan lama. Setelah beberapa hari kemudian, Celia melihat Cassano bersama Sella sedang berduaan dan tampak mesra di ruang OSIS. Celia menjadi patah hati melihat hal itu. Kembali dia mengingatkan dirinya, bahwa dia adalah cewek aneh yang tidak pantas di sandingkan dengan seorang Cassano Aswangga, cowok populer di sekolah. Celia akhirnya memutuskan mundur perlahan dan menjauhi Cassano.

● ● ●

Pagi itu, Cassano sudah berada di depan pintu gerbang rumah Celia. Dia ingin menjemput Celia berangkat ke sekolah bersama. Sebenarnya, hati Cassano sedang tidak karuan. Karena beberapa hari terakhir dia merasa Celia menghindari dan menjauhinya. Cassano bingung dengan sikap Celia, dia terus berpikir kesalahan apa yang sudah di perbuatnya?

“Cassano? Lo ngapain di sini?”

“Cel, gue mau jemput lo ke sekolah.”

“Gak usah Cas, gue bisa naik angkot.”

Celia menolak ajakan berangkat ke sekolah bersama Cassano. Dia hendak pergi tidak memedulikan Cassano, tapi laki-laki itu dengan cepat menahan Celia.

“Cel, gue pagi-pagi udah jemput lo ke sini, se-enggaknya hargai gue.”

“Gue gak minta lo jemput gue ke sekolah kan?”

“Iya gue tahu Cel, tapi gue tulus mau jemput lo ke sekolah.”

Celia menatap Cassano, memang terlihat ketulusan di mata Cassano bukan paksaan. Akhirnya Celia berangkat bersama Cassano. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam saja. Sampai akhirnya mereka tiba di sekolah. Buru-buru Celia keluar dari mobil dan hendak kabur ke kantin. Tapi Cassano dengan gerak cepat menangkap tangan Celia dan menahannya.

“Cas! Lepasin!” bentak Celia.

“Enggak Cel! Gue butuh penjelasan!” Cassano semakin menggenggam tangan Celia erat.

“Penjelasan apa sih Cas?” Celia berusaha melepaskan tangan Cassano.

“Penjelasan Cel! Kenapa akhir-akhir ini lo menjauhi gue? Apa gue berbuat salah?”

“Perasaan lo aja Cas! Lagian ngapain juga gue menjauh kalau dari awal kita gak pernah dekat?” Celia melepaskan tangan Cassano kemudian berlari ke kantin sambil menahan tangis. Cassano terpaku mendengar kata-kata Celia.

“Jadi menurut lo kedekatan kita beberapa hari itu apa , Cel?” tanya Cassano dalam hati.

Celia tiba di kantin, dia langsung mencari dan memanggil Pus Pus. Kucing tersebut keluar dari kolong meja kantin, Celia langsung memberi makan Pus Pus, mengelus-elus lembut kucing itu sambil menceritakan apa yang di rasakannya pagi ini kepada kucing tersebut.

Beberapa hari kemudian, Celia dan Cassano kembali menjadi seperti dua orang yang tak saling mengenal. Celia selalu berusaha menghindari Cassano. Sedangkan Cassano diam-diam tetap memperhatikan Celia. Dia masih tertarik pada Celia, meski Celia tak lagi mau mengenalnya. Hati Cassano menjadi sakit, baru saja dia mulai menyayangi Celia.

Dan hari itu, saat istirahat, Celia mencari-cari Pus Pus. Tadi pagi dia masih sempat memberi makan kucing itu. Biasanya Pus Pus ada di kantin dan Celia pasti menemukannya. Tapi kali ini Pus Pus tak terlihat di kantin sekolah, juga tak terlihat di mana pun. Celia menjadi cemas, raut mukanya sangat khawatir. Dia mencari Pus Pus di seluruh penjuru sekolah.

“Pus Pus!” panggil Celia. “Pus Pus kamu di mana sih?” Tak terasa air mata Celia sudah menetes di pipinya.

Celia tidak tahu bahwa pada saat itu Pus Pus di bawa oleh soreng siswi untuk dijebak di atap sekolah, ke empat kaki Pus Pus di ikat tali rafia agar tak bisa ke mana pun.

“Sel! Lo ngapain sih?” tanya seorang cewek bernama Mira, sahabatnya Sella.

“Udah diem aja deh Mir! Gue mau kasih pelajaran ke cewek aneh itu!” hardik Sella.

“Tapi kasihan itu kucing.” Mira merasa iba melihat Pus Pus di atas atap dengan kondisi kaki-kakinya di ikat dan kucing itu mengeong-ngeong ketakutan.

“Cih! Sama kucing aja kasihan!” cibir Sella.

“Sel! Lo gak takut apa kualat nyakitin kucing?” tanya Mira.

“Bahasa lo Mir, udah kayak cewek aneh itu! Udah yuk ke aula, kita harus latihan dance,” ajak Sella.

Pus Pus yang di tinggal sendirian di atap terus mengeong. Dia tak bisa bergerak karena kaki-kakinya terikat tali rafia. Siapapun yang melihat kondisi Pus Pus pasti merasa kasihan. Tega sekali orang yang melakukan hal tersebut pada kucing itu!

Sepulang sekolah, Celia kembali mencari Pus Pus. Hatinya resah sekali, seharian dia tak melihat kucing kesayangannya itu. Tiba-tiba Celia mendengar suara mengeong yang terdengar parau. Dia pun langsung menuju asal suara tersebut.

Betapa kaget Celia melihat Pus Pus di atas atap dalam kondisi kaki-kakinya terikat tali rafia.

“Astaghfirullah, Pus Pus! Tenang ya aku akan tolong kamu.” Celia terlihat panik. Bagaimana dia menolong Pus Pus di atas atap?

Celia kemudian menuju gudang sekolah untuk mencari tangga. Untung saja salah satu OB sekolah mengatakan ada tangga di gudang. Celia mengambil tangga tersebut, di arahkannya tangga itu ke atap lalu dia menaiki tangga tersebut.

“Ya Allah Pus Pus, siapa yang ikat kaki-kaki kamu ini?” ucap Celia lirih sambil membuka ikatan-ikatan di kaki Pus Pus. Selesai membuka ikatan-ikatannya, Celia menggendong Pus Pus menuruni tangga.

Namun, tiba-tiba tangga yang di naiki Celia kehilangan keseimbangan. Dan… Braaakkk!

Celia terjatuh, dia pingsan. Untung saja tangganya tidak menimpa tubuhnya dan Pus Pus terjatuh tepat di atas badan Celia. Kucing tersebut mengeong-ngeong sangat kencang seakan ingin membangunkan Celia. Pus Pus juga mengendus-endus muka Celia dan dia terus mengeong-ngeong.

Cassano yang baru saja keluar dari ruang OSIS tak sengaja mendengar suara Pus Pus yang mengeong kencang. “Itu kayak suara Pus Pus.” batin Cassano. Perasaannya menjadi tidak enak. Dia pun langsung menuju ke asal suara kucing tersebut.

“Astaga, Celia!” pekik Cassano begitu melihat tubuh Celia tak bergerak di atas rumput. “Cel! Bangun Cel!” Cassano menepuk-nepuk pipi Celia pelan. Langsung saja dia menggendong Celia dan membawanya ke UKS.

Saat tersadar, Celia kaget melihat Cassano ada di samping tempat tidurnya.

“Udah bangun Cel? Lo baik-baik aja?” tanya Cassano khawatir.

Celia mengangguk. “Lo yang bawa gue ke UKS?”

“Iya Cel, kalau aja gue gak denger suara Pus Pus, mungkin gue gak nemuin lo pingsan.”

“Oya, Pus Pus di mana?”

“Meooowww….”

Pus Pus ternyata sedari tadi berada di UKS. Kucing tersebut mengikuti Cassano, dia seperti menunggu Celia sadar. Di panggilnya kucing tersebut lalu Pus Pus langsung naik ke atas tempat tidur Celia.

“Lo gimana bisa jatuh dari tangga sih?” tanya Cassano penasaran.

“Tadi gue nolongin Pus Pus yang kejebak di atap. Kaki-kakinya di ikat, jadi dia gak bisa turun.” Celia menjelaskan. Untuk sesaat Celia lupa kalau dirinya sedang menjauhi Cassano.

“Gila! Siapa yang tega sih melakukan hal kayak gitu ke Pus Pus?” tanya Cassano agak kesal. Ternyata seorang Cassano bisa menyayangi kucing juga, mungkin rasa sayang itu muncul karena beberapa hari dia pernah ikut mengurus kucing itu bersama Celia.

“Gue juga gak tahu, Cas,” jawab Celia sambil mengelus-elus lembut tubuh Pus Pus yang mulai tertidur di atas paha Celia yang beralaskan selimut.

Braaakkk! Tiba-tiba pintu UKS terbuka. Beberapa anak sedang menggendong tubuh Sella yang sedang kesakitan.

“Pelan-pelan ya! Hati-hati sama kakinya Sella!” teriak salah seorang teman Sella.

Sella pun dibaringkan di atas tempat tidur. Cewek itu kemudian melirik ke arah Celia dan matanya tertuju kepada anak kucing yang sedang tertidur pulas di atas pangkuan Celia.

“Apa gue kualat ya?” tanya Sella dalam hati. Lalu dia menatap Celia dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Lo kenapa Sel?” tanya Cassano. Kini dia beralih ke tempat tidur Sella.

“Gue tadi jatuh pas lagi latihan dance, kaki gue terkilir.” jawab Sella sambil meringis.

“Gimana nih Sel, Kompetisinya lusa dan gue gak yakin kaki lo udah pulih secepat itu.” ujar salah satu teman Sella.

“Mau gimana lagi? Gue gak bisa ikutan kompetisi.” Sella mulai menangis.

“Sabar Sel, yang penting sekarang lo istirahat, sembuhin dulu kaki lo.” ujar Cassano memegang bahu Sella yang sesenggukan.

Celia yang melihat kejadian itu menjadi tak tahan. Kembali dia ingat kejadian beberapa hari lalu antara Cassano dan Sella di ruang OSIS. Celia memutuskan keluar dari ruangan UKS diam-diam sambil menggendong Pus Pus yang sedang tertidur.

Cassano tidak menyadari kepergian Celia karena posisinya yang membelakangi Celia ketika menghampiri tempat tidur Sella.

Celia langsung menuju kantin sambil menahan tangis. Dadanya terasa sesak, dia menyukai Cassano!

Begitu sampai di kantin, Celia meletakkan Pus Pus di sudut kantin, tempat favorit kucing itu tidur. Celia mengelus-elus lembut tubuh Pus Pus. Sekali lagi dia curhat pada kucing tersebut tentang apa yang di rasakannya. Tentu saja dalam hatinya.

Celia bangkit dan berbalik. Namun, betapa kaget dirinya melihat Cassano kini ada di hadapannya.

“Lo kenapa pergi dari UKS gak bilang-bilang? Gue cariin lo ke mana-mana!” bentak Cassano dengan tatapan dan raut muka serius.

Celia sedikit terkejut dengan bentakan Cassano.

“Gu-gue mau balikin Pus Pus.” jawab Celia beralasan.

“Trus kenapa gak bilang-bilang gue? Bisa gak sih, lo gak bikin gue khawatir?” tanya Cassano. Kini suaranya agak melembut.

“Apa? Cassano khawatir sama gue? Gak mungkin!” batin Celia.

“Tadi lo sibuk sama Sella, gue gak mau ganggu lo.” jawab Celia.

Cassano mengkerutkan keningnya. “Cel, lo cemburu?”

“Apa? Cemburu? Enggak!” Celia mengelak.

Cassano tersenyum tipis kemudian memicingkan matanya, membuat Celia bergidik.

“Kalau cemburu tuh bilang sayang, kalau sayang bilang cinta.” goda Cassano.

“Apaan sih Cas! Gue gak cemburu!” Celia hendak kabur namun dengan cepat Cassano menahan tangan Celia.

“Cas! Lepasin gak!”

“Kalau gue enggak mau?”

“Cassano!” Celia terus berusaha melepaskan diri dari Cassano.

“Gue benci situasi kayak gini Cel.” ujar Cassano dengan nada serius dan menatap lekat kedua bola mata Celia.

“Maksud lo apa?” tanya Celia.

“Lo menjauh dari gue padahal gue mulai sayang sama lo.”

Celia terdiam. Kini dia yang menatap lekat mata Cassano.

“Trus, gimana sama Sella?” tanya Celia.

“Emang kenapa dengan Sella?” Cassano balik bertanya.

“Bukannya lo sama Sella pacaran?”

“Siapa yang bilang?”

“Penglihatan gue.”

“Penglihatan lo?” Cassano bingung. “Cel, gue beneran gak paham.” lanjutnya.

“Gue gak sengaja lihat lo mesra banget sama Sella beberapa hari yang lalu di ruang OSIS.” Celia menjelaskan dengan raut muka datar dan tak menatap Cassano.

“Cel, jangan bilang lo cem…”

“Gue gak cemburu!”

Tepat pada saat itu, Cassano menarik Celia ke dalam pelukannya. Celia berontak ingin melepaskan diri.

“Cel, gue suka sama lo dan sekarang gue beneran sayang sama lo.”

Celia berhenti berontak ketika mendengar ucapan Cassano.

“Gu-gue juga suka sama lo, Cas. Tapi gue ini cewek aneh yang cuma ada kucing dalam dunia gue.” ucap Celia pelan di dalam pelukan Cassano.

Cassano tersenyum, dia semakin memeluk Celia dengan erat.

“Gue janji, gue bakal bikin dunia lo berwarna dengan kehadiran gue. Lo mau kan jadi pacar gue?” bisik Cassano lembut.

Celia mengangguk. “Lo sudah menjadi bagian dari dunia gue, Cas. Bahkan menjadi bagian di hati gue.” gumam Celia.

Untuk beberapa saat Celia dan Cassano berpelukan, Celia melepaskan pelukannya. Cassano menatap muka celia yang bersemu merah, Celia dengan cepat memalingkan mukanya karena tersipu malu. Kedua tangan Cassano memegang pipi Celia dan menatap lekat kedua mata Celia. Sekali lagi, dia mengatakan. “Gue sayang sama lo, Celia Anindya.”

Senyum merekah di bibir Celia, mereka kemudian beranjak dari kantin. Cassano menggandeng tangan Celia. Namun, tiba-tiba Celia menahannya.

“Cas…”

Cassano menoleh. “Kenapa Cel?”

“Mm, gue boleh minta satu permintaan gak?”

“Permintaan apa?”

“Baru jadian udah ada permintaan aja nih cewek!” batin Cassano.

“Pelihara Pus Pus dong, Cas. Gue mohon, kalau Pus Pus tinggal di sini banyak yang jahat sama dia.” rayu Celia dengan raut muka seperti anak kucing minta makanan. Menggemaskan!

“Astaga Cel! Mending gue melihara lo deh, daripada melihara Pus Pus.” ucap Cassano dalam hati.

Tapi tentu saja Cassano menyanggupi permintaan Celia. Mulai saat itu, seorang Cassano tidak bisa menolak permintaan Celia. Lagi pula, Pus Pus bisa mengobati rasa rindunya kelak jika dia merindukan Celia Anindya.

● ● ●

 

 

 

 

 

 

 


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)