Masukan nama pengguna
Kali pertama aku melihatmu, itu adalah hari pertama aku tiba di kota ini. Aku sedang duduk di beranda rumah, mencoba menyalakan sebatang rokok usai menurunkan semua barangku dari truk barang sewaan saat kau melintas di depan rumahku.
Kau terburu-buru. Terlihat jelas dari caramu berjalan. Kau juga melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganmu sebelum memindahkan buku tebal bersampul gelap dari tangan satu ke tanganmu yang lain. Aku rasa karena itulah kau tidak menyadari kehadiranku.
Besoknya, aku mendapati dirimu sedang berdiri di depan pintu rumahku, mengetuknya dengan tidak sabar. Kau memberiku keranjang bambu berisi rambutan. Kau bilang, "Ibuku memaksaku melakukan ini. Senang melihat wajah baru di lingkungan ini, ngomong-ngomong."
Aku tahu ini kedengarannya gila tapi, sejak saat itu, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Aku sering kali mendapati diriku tengah berada di loteng pada pagi dan sore hari, menatap keluar jendela untuk melihat judul buku yang kau bawa hari itu atau sekedar melihat wajahmu yang terlihat muram sepanjang waktu. Kadang aku menghabiskan berjam-jam di depan laptopku hanya untuk melihat apa saja yang kau lakukan di internet. Termasuk membaca impianmu soal melepaskan dirimu dari setiap hal yang terikat denganmu, menghilang dalam gelap dan tidak pernah muncul lagi ke permukaan di blog pribadimu.
Di sinilah aku. Mengamati dirimu yang terlelap di tempat tidurku setelah berhasil mewujudkan impianmu dengan memalsukan kematianmu. Jadi, kau terlepas dari setiap hal yang mengikat dirimu.
Satu-satunya hal terikat padamu adalah aku. Aku harap kau tidak keberatan dengan itu. Dan bisa aku pastikan, kau tidak akan pernah muncul lagi ke permukaan.