Flash
Disukai
6
Dilihat
7,344
Tak Bisa Memilih
Komedi

Tak ada yang mau hidup sulit, tak ada yang mau menjalani sulitnya hidup dengan beban menganggur, ketika tidak bisa berbuat apa-apa sekat-sekat mulai dibuat orang bahkan terdekat.

Pandangan melecehkan bisa datang dari kapan saja, siapa saja, mana saja, apa saja, pun termasuk pikiran yang sebetulnya hanya maya.

Adi mengguratkan puisi dableg di smartphone nya yang kacanya sudah pecah, tak lama terdengar suara adik bayinya menangis, bayi perempuan bernama Reva.

Anto, sang ayah berteriak dari atap, ia yang sedang membetulkan genting meminta Adi memeriksa Reva.

Adi melakukannya dengan baik, tapi tiba-tiba terdengar samar-samar celetukan sang ayah.

"Anak nyusahin aja. Nganggur bantu, kek. Mungkin di scriptnya ditulis aktingnya molor."

Adi hilang fokus, akibatnya ia yang awalnya melepas popok dengan baik kini memasangnya dengan berantakan. Bahkan hampir dipasang di kepalanya yang mirip pantat adiknya itu.

Anto yang mengecek kecewa, mengatakan pekerjaan yang bisa dilakukan putranya tersebut memang menganggur atau bahasa inggrisnya, "All you have to do is doing nothing."

Sindiran itu sangat pas karena Adi lulusan S1 sastra inggris dan itu juga merupakan judul skripsi Adi yang mengambil tema utama para pengangguran dan sekarang Adi lah yang menganggur. Karma? Bisa jadi.

Lalu...

"Dan puisi gak bisa dikunyah terus ditelan. Gak bikin kenyang."

Setelah sindiran ayahnya, sindiran dari ibunya kemarin itu tiba-tiba mengapung-ngapung di gendang telinga ingatannya. Berteriak lantang disana persis orang sedang demo, tapi bukan demo bikin anak yang tentu kalo itu bakal disambut hangat hampir semua kalangan.

Adi yang menganggur mencoba menjual puisi, tapi selera zaman sudah jauh mengalami penurunan selera, seperti kata seorang musisi kondang ia bisa laku karena selera masyarakat waktu debutnya lagi berkelas. Nah sekarang? Adi lah yang dirugikan. Mungkin paling.

---------------------------------------------------------------------

Sang ibu, Mayang, pulang. Tapi bukan Mayang Sari, pun ekonomi nya jelas kayak langit ketujuh sama dataran bumi paling rendah.

Mayang punya rencana, menyelundupkan Reva ke hotel tempatnya kerja.

Harapannya ada orang kaya yang nemuin, berbelas kasih, dirawat dan akhirnya beban berkurang.

"Hah beban berkurang?"

"Beneran!"

Sebelumnya pun adik perempuan Adi yang lain, Feni, sudah sukses dibereskan. Dititipkan ke rumah nenek dengan alasan Feni lebih nurut sama neneknya, padahal sama sekali nggak.

Feni disana cuma karena sang nenek pinter masak dan Feni punya cita-cita jadi chef handal dengan berguru ke neneknya.

Setelah Adi tahu Reva sekarang mau dibereskan, ia yakin nanti pasti akan tiba masa giliran dia.

Tapi kenapa dirinya yang terakhir? Apa ada pertimbangan tertentu.

"Prakerja yang masih ada sisa satu bulan kah?"

Sepertinya.

---------------------------------------------------------------------

Statusnya yang menganggur dan sama sekali gak punya uang bahkan buat beli rokok sebatang di warung menciptakan Adi yang apa-apa bilang "Iya." Sama ortunya.

Gimana mau bilang selain "Iya." ada gelagat ninggiin nada aja seringnya Adi udah dibentak.

Kalo Adi punya penghasilan mending, diusir bisa minimal ngontrak sendiri. Nah ini? Uang aja ngumpulin dari saku tiap celana yang siapa tau ada yang keselip, lupa diambil.

Seringnya kalo nyari dari saku Anto atau Mayang berakhir tabokan atau mata biru.

"Ya... Memang maling sih itu."

---------------------------------------------------------------------

Reva yang gak tau apa-apa dibawa ke hotel tengah malam buta waktu satpam yang makan gaji buta sedang molor, para pelanggan lagi asik "Ah ih uh ah ih uh."

Ditambah resepsionis yang laki fokus ngedit fotonya jadi cewek pakai aplikasi AI di smartphonenya, terus dishare di medsos, mengharapksn banyak react love dan komen "Cantik." Terutama dari sugar daddy yang juga happy kalo dibilang, "Cantik."

"Eh, boti sama boti emang bisa?"

Aksi Adi dan kedua orang tuanya bisa dibilang lancar karena Mayang sudah menguasai medan.

"Jangan-jangan si emak dulu abis ngelahirin mati-matian supaya bisa kerja di hotel demi rencana hari ini?" Pikir Adi.

"Penyelundupan berencana apakah ada pasalnya? Lebih beratkah hukumannya?" Pikirnya lagi.

Reva yang gak tau apa-apa itu dimasukkan ke salah satu kamar dimana penghuni topita dan botita nya ketiduran habis adu pedang tumpul yang sama-sama bengkok.

"Wajah mereka keibuan pasti bakal ngerawat Reva dengan baik." Mayang tersenyum seolah ia terpaksa mengikhlaskan.

Padahal faktanya Reva gak bisa memilih.

"Alesannya?"

"Dia bayi, lah."

"Bocil epep yang doyan bilang gg juga tahu."

Mayang, Anto dan Adi pulang, meninggalkan Reva sendiri dengan harapan bayi kesayangan mereka tersebut (Padahal cuma Adi doang yang sayang karena Reva aslinya kecelakaan kondom bocor) bahagia bersama orang tua topita dan botita nya.

Tamat.

"Cuma sampe situ ceritanya?"

"Gitu doang?"

"Memang sampe situ aja."

"Dipikir bakal twist apa? Emang gak capek muter otaknya."

"Sekarang bener-bener tamat, ya. Jangan berisik lagi."

"Beneran tamat?"

"Iya, tamat."

"Serius. Demi apa?"

"Iya berisik amat, ah!"

"Ceritanya udah tamat, nih?"

"Mau kisah hidup lu yang gue tamatin!?"

"Gak, bang."

"Iya bang, iya bang. Tamat, bang."

"Nah gitu."

Tamat.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)