Masukan nama pengguna
Pagi itu tepatnya tanggal 4 mei 1975 Bernard masih menunggu kereta yang sudah dia tunggu sejak satu jam yang lalu, tidak ada kereta yang terlambat jadwalnya, Bernard memang sengaja datang ke stasiun lebih awal, itulah kegiatannya sehari-hari, Bernard menunggu kereta bukan untuk ia tumpangi tetapi untuk ia lihat keadaannya.
Bernard memang sangat mencintai kereta api, kakeknya adalah kepala stasiun di masanya dan sang ayah adalah masinis yang dipensiunkan dengan hormat setelah tewas dalam kecelakaan kerja yang menyebabkan korban tewas lebih dari 150 orang, L’Accident Ferroviaire begitulah orang-orang di Montpellier menyebutnya.
Tidak ada yang tahu alasan mengapa Bernard suka melihat-lihat keadaan kereta selain dugaan karena sang kakek dan sang ayah pernah mengabdi di sana.
“Pagi Monsieur Bernard.” Ucap penjaga stasiun kereta sambil lewat.
“Pagi juga monsieur Petit.” Balas Bernard sambil membungkukkan badan.
Ya itulah sapaan basa-basi orang-orang kepada Bernard setiap paginya dan Bernard juga selalu membalas basa-basi itu dengan kata yang sama, selain penjaga stasiun kereta sudah sekitar 8 orang yang menyapanya pagi itu, angka yang lebih sedikit dari hari-hari biasanya.
Bernard yang 3 hari lagi berusia 50 tahun dan tidak peduli lagi dengan usianya yang sudah mulai berkepala lima tersenyum kecil, dilihatnya sebuah kereta datang, dengan pandangan tajam Bernard pun mengamati kereta tersebut.
Tiba-tiba seseorang menyapanya. Ya, lagi-lagi sebuah basa-basi yang biasa orang lakukan tiap pagi, tapi sekarang sepertinya bukan sekedar basa-basi, orang itu menanyakan banyak hal kepada Bernard dan Bernard pun menjawabnya sambil tetap fokus kepada kereta.
Pria asli Spanyol yang sudah tinggal di Montpellier, Prancis, selama 10 tahun lebih itu bernama Pedro, ia menanyakan beberapa hal dengan bahasa Prancis yang lancar namun logat Spanyol-nya masih terasa amat kental, mereka pun mengobrol dengan santai sambil berjalan-jalan, suasana stasiun kereta terlihat sangat ramai, ditengah-tengah obrolan itu beberapa orang seperti biasa menyapa Bernard, Bernard pun menjawab salam mereka di sela-sela waktu kosong ketika Pedro sedang tidak menanyainya ataupun mengajaknya berbicara.
Banyak yang ditanyakan oleh Pedro sampai pada titik ia menanyakan Apakah benar bahwa ayah Bernard masih hidup dan dia berencana meledakkan beberapa titik penting di kota Paris pada tanggal 4 mei atau tepatnya hari ini, Bernard terkejut, dengan meninggikan nada suaranya ia bertanya.
“Darimana anda dapatkan berita itu!?” Bernard tidak bisa menyembunyikan emosinya, bagaimana tidak ayahnya yang ia tahu jelas-jelas sudah meninggal kini dituduh sebagai seorang teroris.
“Berita itu sudah tersebar di seluruh negeri, ayahmu mengirimkan surat ancaman kepada divisi keamanan kota Paris kemarin sore." Jawab Pedro sedikit terkejut dengan sikap Bernard yang baru pertama kali ia lihat.
"Suratnya diketik bukan ditulis sehingga sudah dapat dipastikan polisi tidak mungkin dapat melacak siapa yang menulis itu dan dalam surat tersebut tertera nama ayahmu.” Tambahnya dengan agar gemetar.
“Meskipun atas nama ayahku bisa saja itu fitnah kan!?” Bernard dengan nada emosi yang begitu tinggi tak bisa menahan emosi, lalu seketika itu juga ia langsung meminta maaf kepada Pedro.
Bernard berkata bahwa ucapannya spontan dan ia tidak bermaksud untuk membentak Pedro, Pedro pun memaklumi, ia menjawab dan menenangkan Bernard.
“Surat itu dikirim dari kota ini dan selain namanya, ayahmu juga membubuhi tanda tangan dan itu sudah dikonfirmasi asli.” Pedro menjelaskan.
“Jadi itulah alasan mengapa hanya beberapa orang yang menyapaku, mereka menganggapku anak seorang pembohong dan teroris.” Keluh Bernard dengan nada sedih.
“Untuk meluruskan masalah ini, komisaris Truffaut ingin menemuimu. Lebih baik kau kesana.” Beritahu Pedro.
---------------------------------------------------
Mata Bernard menatap komisaris Truffaut yang usianya 4 tahun lebih muda darinya dan meskipun usia Truffaut jauh lebih muda Bernard menatap komisaris muda itu dengan tatapan hormat, Trauffaut tidak membalas tatapan Bernard, ia hanya menunduk sambil sesekali menunjukan senyum tetapi ketika ia mulai mengobrolkan masalah genting yang menyangkut kota tetangga yaitu kota Paris, tatapannya langsung berubah amat tajam.
Truffaut menjelaskan bahwa surat tersebut dikirim melalui seorang kurir bisu yang sekarang sedang ditahan, karena kurir itu bisu kurir itu tidak dapat dimintai keterangan, Trauffaut pun menyebutkan nama kurir tersebut dan bertanya pada Bernard apakah ia mengenal kurir tersebut dan Bernard menjawab bahwa banyak temannya yang bernama sama dengan kurir itu dan mereka semua tidaklah bisu.
Bernard kemudian menyatakan suatu pendapat, "Jangan-jangan orang itu hanya kurir gadungan dan ia juga tidak bisu."
Tetapi setelah komisaris Truffaut menjelaskan bahwa kurir tersebut telah melakukan tes kejujuran tertulis dan terbukti ia 100 persen tidak berbohong serta sudah melakukan serangkaian tes untuk membuktikan ia benar-benar bisu membuat Bernard baru percaya bahwa kurir tersebut memang bisu.
“Apakah anda tidak menanyakan siapa yang menyuruhnya?" Tanya Bernard.
"Bukannya anda tadi bilang bahwa kurir itu melakukan tes kejujuran tertulis, jadi ia pasti bisa menulis dan menuliskan nama orang yang menyuruhnya kan?” Tanya Bernard lagi.
“Kami sudah mencoba metode itu dan ia menulis bahwa ia sama sekali tidak kenal siapa yang menyuruhnya.” Jawab komisaris muda tersebut.
“Dan ini suratnya, sangat jelas sekali disini tertera nama ayah anda dan tandatangan nya." Komisaris Truffaut melanjutkan kata-katanya dan memberikan surat yang ia simpan pada Bernard.
"Meskipun awalnya kami agak ragu karena ayah anda sudah meninggal tapi dari tanda tangannya sudah jelas ini adalah tanda tangan ayah anda.” Jelasnya melanjutkan.
Bernard pun terhenyak, tanda tangan dalam surat tersebut memang tanda tangan ayahnya,ia hapal betul dan sangat akrab dengan tanda tangan ayahnya itu, ia pun meremas-remas surat tersebut, hati Bernard benar-benar hancur dan seketika itu juga Bernard sadar bahwa ia tidak bisa mengendalikan emosi sesaatnya dan dengan segera ia membetulkan kembali surat yang sudah kusut.
“Maafkan aku.” Bernard menyesal meminta maaf.
“Tidak apa-apa, yang penting suratnya masih utuh, tidak hancur atau tersobek-sobek. Lagipula sebenarnya itu cuma copy-an, aslinya ada pada pihak kami.” Komisaris Traffaut menenangkan Bernard dengan nada ramah.
"Syukurlah. Bolehkah kubawa surat copy-an ini?” tanya Bernard.
“Silahkan saja.” Komisaris Truffaut mempersilahkan.
---------------------------------------------------
Beberapa jam kemudian Bernard berjalan seorang diri menyusuri kota Montpellier sampai ia terkejut ketika mendengar obrolan beberapa orang bahwa komisaris Truffaut telah tewas ditembak orang, Bernard segera mencari telepon umum terdekat untuk memastikan kebenaran berita tersebut dan setelah mendengar sendiri jawaban dari asisten Truffaut yang membenarkan hal tersebut hati Bernard langsung hancur seketika, ia menangis.
Setelah itu Bernard segera menyetop taksi dan segera pergi ke rumah orangtuanya untuk memberitahu ibunya bahwa komisaris Truffaut telah tiada karena hubungan dekat antara mereka, tetapi begitu sampai di rumah ia terkejut karena rumah orang tuanya tersebut dipenuhi oleh pelayat.
Terlihat beberapa orang pelayat dan terpampang foto ibunda Bernard di depan peti mati, dengan rasa khawatir bercampur takut Bernard segera membuka peti mati dan memang jasad ibunya lah yang ada di dalam peti tersebut, ibunda Bernard terbujur kaku dan dari banyaknya darah di jasad sang ibu sudah bisa dipastikan bahwa sang ibu telah dibunuh oleh seseorang.
Dalam sekejap Bernard berteriak histeris lalu secara spontan menanyakan pada adik perempuan satu-satunya apa yang sebenarnya terjadi, namun sang adik tidak menjawab, ia hanya terdiam dan menunduk kemudian salah seorang pelayat memberitahukan bahwa sang adik kemungkinan mengalami trauma berat karena menyaksikan langsung pembunuhan tersebut.
Sang adik, Jean, sudah ditanyai oleh banyak pelayat bahkan polisi siapa pelakunya tetapi adik perempuan satu-satunya Bernard itu tidak menjawab dan hanya menunduk.
Bernard dalam keadaan yang hancur lebur, ia tidak menyangka pada hari itu, tanggal 4 mei, ia kehilangan ibu dan salah satu kawan akrabnya, ditambah lagi keadaan adik perempuan Bernard yang bisa dikatakan kemungkinan tidak bisa berkomunikasi lagi dengan orang lain termasuk dengan dirinya mungkin bisa saja seterusnya, juga sang ayah yang ternyata masih hidup berniat meneror kota Paris yang notobene adalah kota yang ia cintai selain kotanya.
“Aku segera menuju Paris, para teroris itu juga ayah pasti berada disana." Beritahu Bernard kepala salah seorang sepupunya yang sedang melayat.
"Aku siap untuk menjadi salah satu korban, jika bertambahnya satu korban membuat ayahku puas meski korban itu adalah anaknya sendiri aku rela." Tambahnya, dan pada detik itu juga Bernard langsung berlalu pergi.
---------------------------------------------------
Bernard menyetop taksi karena semua kereta jurusan menuju Paris jadwalnya sudah dibekukan, dengan tenang Bernard masuk ke dalam taksi dan tanpa basa-basi ia memberitahukan tempat tujuannya yaitu jembatan kota Paris karena dalam ingatannya komisaris Truffaut berkata jembatan kota Paris lah yang akan diledakkan pertama kali.
Supir taksi terkejut setelah ia tahu kemana tujuan Bernard, kota Paris jelas sudah ditutup. Supir tersebut mencoba mengusir Bernard dari dalam mobilnya tetapi Bernard tidak bergeming ia tetap diam di dalam mobila, akibatnya si supir taksi pun berang ia menghajar Bernard tetapi Bernard melawan sehingga terjadi perkelahian di dalam mobil yang berakibat pingsannya si supir taksi karena pukulan telak ke bagian dagu, si supir taksi pun dipindahkan ke kursi sebelah dan Bernard mengambil alih kemudi.
Bernard mengemudikan taksi dengan amat kencang, ia sudah tidak peduli ketika sebuah mobil patroli polisi mengejarnya karena curiga ada taksi yang melanggar batas kecepatan berkendara apalagi arahnya menuju kota Paris, Bernard panik ia kini tidak sadar di jalan manakah ia berada.
Tiba-tiba terjadi benturan...
---------------------------------------------------
Beberapa jam kemudian Bernard tersadar dan anehnya ia kini sudah ada di perbatasan kota Paris dan Montpellier, dengan masih terheran-heran Bernard keluar dari mobil dan berusaha masuk ke dalam kota Paris.
Bernard berdesakan dengan banyak orang dan kendaraan yang ingin segera keluar dari kota Paris, mereka terlihat panik, mereka meninggalkan harta benda dan beberapa lagi meninggalkan kendaraan mereka, mereka yang berlari kemungkinan masyarakat yang tinggal dekat perbatasan dan sudah tidak peduli pada kendaraan dan harta benda mereka karena saking paniknya.
Bernard terpukul dengan kepanikan massal yang begitu besar, ia tidak menyangka sang ayah tega berbuat hal seperti itu, ia sudah dapat membayangkan vonis seperti apa yang akan didapatkan sang ayah, walau hati Bernard begitu hancurnya ia tetap berusaha tegar dengan tidak mengeluarkan air mata, ia pun akhirnya bisa merangsek masuk melawan arah arus massa dan akhirnya bisa masuk ke dalam kota Paris.
Beberapa polisi yang berjaga berusaha mengusir Bernard tetapi setelah Bernard berbohong dan berkata bahwa ia ingin mencari istri dan anaknya yang ketinggalan polisi-polisi itu pun mengizinkan.
Bernard terus berjalan menuju jembatan kota Paris yang jaraknya sekitar 1 kilometer, suasana kota amat lengang, semuanya sudah berkumpul di perbatasan, hanya ada beberapa polisi yang berada di sepanjang jalan, mereka semua berusaha mengusir Bernard dari kota dan setelah Bernard lagi-lagi mengatakan kebohongan yang sama ia pun diizinkan untuk tetap berada di dalam kota.
Kemudian terlintas dalam pikiran Bernard untuk melihat sekali lagi surat copy-an yang dikirimkan ayahnya, ia pun menatap surat sang ayah dalam-dalam, setelah membaca surat tersebut ia memang merasakan bahasa yang amat familiar.
Bernard pun memandang tanda tangan sang ayah dalam surat itu sekali lagi kemudian mengeluarkan pulpen dari sakunya dan mengguratkan sesuatu.
Bernard terhenyak kaget dan secara refleks ia langsung menjatuhkan surat dan pulpen kemudian meletakkan kedua tangan di belakang kepalanya, berjalan ke arah beberapa polisi yang sedang berjaga-jaga tak jauh dari situ dan berkata:
“Aku menyerah. Aku pelaku teror nya.”
Terlihat apa yang tadi diguratkan oleh Bernard di dalam surat yang sekarang tergeletak di jalan yaitu tanda tangan yang sama persis dengan tanda tangan yang polisi anggap sebagai tanda tangan ayah Bernard.
Meskipun tidak bisa mengingatnya Bernard kini sadar bahwa ia adalah pengidap kepribadian ganda dan di sisi lain dirinya Bernard menganggap bahwa dirinya adalah mendiang ayahnya karena saking kagumnya ia pada sang ayah sampai-sampai ia bisa meniru persis tanda tangan ayahnya.
Ya, Bernard sendiri lah yang menyuruh kurir bisu yang tak mengenalnya untuk menyampaikan surat teror, Bernard sendiri-lah yang menghabisi ibu dan teman akrabnya yang seorang komisaris kepolisian itu, Bernard sendiri lah yang membuat adik perempuan satu-satu-nya trauma serta Bernard sendiri lah yang menghabisi polisi yang mengejarnya, ia pun menyerahkan diri ke polisi dan sadar akan kemungkinan konsekuensi vonis mati yang akan diterimanya kelak.
Di kota Paris pada tanggal 4 mei siang hari itulah Bernard menyerahkan seluruh takdirnya pada Tuhan melalui hakim yang akan memvonisnya kelak, menyerahkan takdir yang sebenarnya bisa ia baca, sebuah takdir yang kemungkinan besar amat buruk dan tidak pernah terbayangkan oleh Bernard sejak ia dilahirkan ke dunia.