Masukan nama pengguna
Dulu, pada abad 17 dan abad 18. Singaraja itu merupakan pusat ibu kota Kerajaan Buleleng yang dipimpin oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti. Ia jugalah pencetus ide yang menjadikan Singaraja sebagai pusat pemerintahannya.
Dan nama Kota Singaraja juga sangat mencerminkan sosok I Gusti Anglurah Panji Sakti yang sangat berwibawa, pemberani, dan sakti seperti seekor singa. Sebab itulah kelak akan menjadi lambang bagi kota tersebut. Singa bersayap—Singa Ambara Raja.
Kota Singaraja juga pernah menjadi ibu kota Kepulauan Sunda Kecil serta ibu kota provinsi Bali sampai tahun 1958. Setelah masa penjajahan Belanda berakhir. Ketika masa pemerintahan presiden pertama Indonesia—Soekarno.
Kini, setelah beberapa abad berlalu. Kota Singaraja sudah berubah jauh dan tidak menjadi ibu kota lagi. Karena ibu kota provinsi Bali telah berpindah ke Denpasar.
Sejak itu, Kota Singaraja menjadi kawasan yang terkesan di anak tirikan. Apalagi wilayahnya tertutupi oleh perbukitan tinggi di kawasan Bedugul. Dengan medan perjalanan yang berliku-liku dan cukup berbahaya. Sehingga dalam sektor perekonomian terbilang jauh tertinggal dibandingkan kawasan Bali Selatan, yang mencangkup wilayah Denpasar, Gianyar, dan Tabanan.
Ketika kawasan itu menjadi destinasi utama para wisatawan. Hingga sangat wajar perkembangannya menjadi pesat. Malah kini terkesan over load. Hingga menimbulkan permasalahan macet yang tak kalah parah dengan Kota Jakarta.
Padahal di Kota Singaraja dan sekitarnya memiliki destinasi wisata yang tidak kalah menarik. Namun, kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Baik pusat dan daerah. Seakan-akan dibiarkan begitu saja.
Hal itulah yang menjadi perbincangan oleh dua pemuda asli Singaraja. Di sebuah warung kopi yang dikenal dengan istilah Dakocan—Dagang kopi cantik. Yang berada di kawasan Gitgit.
"Kalau begini terus, tidak akan maju-maju nih Singaraja," kesal seorang pemuda berbadan kekar serta berambut cepak setelah membaca koran yang ada di sana.
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba kesal begitu?" tanya temannya sambil menatap perempuan muda yang lagi sibuk menyiapkan kopi.
"Baca nih!" jawab pemuda berbadan kekar itu sambil membanting koran yang dibacanya ke meja.
Lalu temannya yang memakai kemeja kotak-kotak biru tua, segera membaca koran tersebut. Tak lama kemudian, ia tertawa terbahak-bahak. Hingga membuat perempuan muda yang ada di seberang meja menatap ke arahnya.
"Sudah, tidak usah kesal begitu. Lagi pula kau sendiri sudah pasti paham. Kalau rencana itu akan tetap jadi wacana saja. Tidak akan pernah terealisasikan sampai kapan pun. Karena orang-orang Denpasar takut kalau kita maju," komentar pemuda berkemaja itu setelah selesai tertawa.
Lalu saat perempuan tadi datang sambil membawa dua cangkir kopi. Ia kembali berkata, "Kalau pun bandara jadi dibangun. Apa itu akan menjamin Singaraja akan segera maju seperti Denpasar?" Sambil mengejapkan mata kanan kepada perempuan itu yang hendak masuk ke kamar yang ada di seberang meja.
"Tidak juga, sih. Tapi .... "
"Sudahlah. Daripada pusing mikirin hal itu dan tidak ada gunanya. Lebih baik menikmati apem Bali aja, biar badan tetap hangat," potong pemuda berkemeja itu sambil bangkit dan langsung menuju ke kamar.