Flash
Disukai
5
Dilihat
10,695
Interogasi
Misteri

Di sebuah ruangan interogasi yang terdapat cermin besar. Terlihat dua orang pria yang usianya sepantaran saling berhadapan. Mereka sama-sama mengenakan kemeja serta celana berbahan katun. Cuma beda warna, yang satunya putih. Satunya lagi biru muda. Gaya cukuran juga sama persis. Hanya saja salah satu dari mereka memelihara berewok.

"Baiklah, Alfin. Aku ingin mendengar alasan kenapa kita bisa berada di sini?" tanya si berewok dengan seutas senyum tipis.

"Lihat ini, Davis!" pinta Alfin sambil menunjukkan selembar foto yang dikeluarkan dari sebuah map dokumen.

"Sungguh tragis sekali nasibnya Sinta. Padahal dia informan penting bagi kita," komentar Davis dengan santai tanpa ada raut kesedihan.

"Bisa sekali kau bicara seperti itu. Padahal kau yang membunuhnya kemarin malam."

"Wow, kau menuduh aku membunuhnya? Apa kau memiliki bukti?"

"Ini. Foto ini. Foto kemarin malam. Bukti kuat bahwa kau sebagai pembunuhnya." Kembali Alfin memperlihatkan sebuah foto sambil menunjuk sosok pria yang bergandengan tangan dengan Sinta.

"Oh, begitu? Bukti foto ini terlalu lemah, kawan. Padahal setelah mengantarkannya, aku langsung pergi dari sana," kilah Davis sambil menyandarkan punggung pada sandaran kursi.

"Ya, setelah kau membunuhnya," timpal Alfin dengan kesal.

"Wow, itu kesimpulan yang terlalu gegabah, Alfin. Seharusnya kau lebih dulu menanyakan alasan kenapa aku meninggalkan Sinta di sana. Apa itu caramu bekerja? Sebagai mantan rekan kerjamu, aku sangat kecewa."

Ucapan Davis itu terdengar menohok bagi Alfin. Hingga ia tak sanggup berbicara lagi. Hanya terdiam menatap tarian jarum jam yang berada di belakang si berewok.

Sedangkan sosok pria yang berada dibalik cermin. Telah memerintahkan dua anak buahnya untuk bersiap-siap menangkap si pelaku.

"Coba kau dengarkan ini, Alfin. Bukti kuat selain satu bukti lagi yang sampai saat ini masih bersama si pelaku," ucap Davis sambil mengeluarkan alat perekam suara dari saku celana.

Begitu alat tersebut diputar, tubuh Alfin seketika berkeringat dan memperlihatkan kegusaran. Apalagi saat Davis tiba-tiba menarik lengan kanan kemeja Alfin yang dilipat sampai siku. Pria itu makin tidak berdaya. Karena di ujung kemeja terdapat setitik darah yang telah mengering.

"Alfin, rekaman telepon ini jauh lebih kuat sebagai bukti kejahatan dibandingkan dengan foto tadi." Davis sengaja terdiam untuk melihat reaksi Alfin. "Kau tega membunuh Sinta hanya karena cemburu. Kau ini benar-benar naif," lanjutnya sebelum beranjak dari kursi.

Bersamaan dengan itu, dua orang petugas masuk ke ruangan. Mereka segera mendekati Alvin untuk meringkusnya. Namun, saat hendak ditangkap ia melawan dan merebut pistol salah satu dari mereka. Lalu tanpa keraguan Alfin menembakkan dirinya tepat di kepala.

"Sudah aku duga, kau pasti akan melakukannya. Karena skandal ini sangat menampar dirimu yang baru saja menerima penghargaan sebagai detektif terbaik di tahun ini. Sungguh menyedihkannya dirimu," ucap Davis sambil tertawa hingga bergema di sepanjang lorong.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (4)