Masukan nama pengguna
"Bip bip bip ... !," smartphone lelaki itu mencuit-cuit.
"Selamat ulang tahun, Piii!" begitu ternyata bunyi chat-nya yang baru masuk itu.
"Waah, kamu tau dari mana aku ulang tahun, Diin?"
"Taulah, hehehee ... kamu kan pernah bilang waktu itu di grup," jawab Dinda. "Happy birthday, ya, Pi. Wish you all the best," doa Dinda kepada lelaki yang di seberang itu.
"Aamiin, aamiin. Makasih, ya, Diin," balas Yopi. "Doa-doa yang sama buatmu. Aduh, gapapa keles. Ada yang inget sama ultahku aja, aku udah seneng, kok. Makasih sekali lagi, ya, Diin."
"Sama-sama, Piii," ucap Dinda dengan emot "❤️".
"Tapi ... maaf, ya, Pi, aku telat dua hari ngucapinnya. Gapapa kan?" tanya Dinda lagi.
"Ngga apa-apa, lah. Diucapin aja aku udah seneng banget, kok, hehee," balas Yopi, juga dengan emot "❤️".
"Ohya, aku mau bilang sesuatu. Jadi ... alhamdulillah, aku keterima di Jurusan Sastra Indonesia UI! UI, Piii! Ga nyangka banget! Makasih, ya, waktu itu kamu udah berulang kali nyoba yakinin aku bahwa sesungguhnya, passion dan minat aku bukan di IPA sesuai jurusanku yang sekarang, tapi ada di bidang sastra. Makasih banyak, ya, Pii," ungkap Dinda, lalu dengan emot "😘"-nya.
"Dan juga cuma kamu, Pi, orang yang bisa ngeliat potensi aku yang sebenernya. Bahkan ... di saat semua orang nyaranin aku masuk ke Jurusan Kedokteran atau Jurusan MIPA, cuma kamu yang berani bilang kalo aku jauuuh lebih cocok dan akan lebih sukses kalo aku masuk ke Jurusan Sastra, sesuai apa kata hatiku ... ," terang Dinda pada lelaki itu.
Yopi tak tahu mesti mengetik apa. Namun, ia membalas
"Din, makasih juga, ya, buat rekomendasi bukunya, tentang teknologi artifisial terbaru itu. Gara-gara itu, aku lolos beasiswa kuliah di Jurusan Teknologi Informasi, Din. Makasih banget, ya."
"Iyaa, Pii ... masamaa hehee. Ohya, Pi, kamu mau jadi pacar aku?" Duaaarr! Bagai petir di tengah malam, chat dari Dinda membuat Yopi terhenyak. Duh, Din, untung ini cuma di chat, gumam Yopi.
"Haa??! Serius, kamu, Din? Wkwkw ...," Yopi berpura-pura tenang. Ia sangat tak menduga bunyi chat yang dibacanya barusan.
"Iya, Piiii. Mau ngga, jadi pacar aku?" ujar Dinda sangat berterus terang.
"Pi ... maaf ya, mungkin aku terlalu jujur. Aku tau, Pi, kamu orangnya pemaluuu banget di depan cewek. Tapi ... aku sebenernya bisa ngerasain perhatian-perhatian kecil kamu ke aku yang sangat berguna buat aku ... . Barangkali, kalo aku ga ketemu kamu, selama empat tahun ke depan, dan bahkan mungkin sampai seumur hidupku, aku bakal nyia-nyiain hidupku dengan ngebuang banyak potensi terpendamku, dan mengabaikan suara hatiku yang sebenernya ... ."
"Dan bodoh banget juga, Pi, kalo aku nyia-nyiain kehadiranmu yang istimewa ini buatku ... ."
Kemudian hening kembali. Cukup lama. Namun, akhirnya, Yopi memberanikan diri
"Din, kamu tau ngga, ungkapan kejujuran kamu yang tadi itu ... adalah kado terindah, yang pernah aku dapetin di seumur hidupku ... Dan tentu, aku mau jadi pacar kamu. Aku ga bakal nyia-nyiain orang sebaik dan yang berhati secantik kamu, Din ... ."
Dan semesta pun tahu, meski raga mereka tak saling bertemu, tetapi hati kedua insan tersebut tertaut tanpa ragu.