Flash
Disukai
0
Dilihat
6,173
SAHABAT DI MUSIM GUGUR
Drama

 

“Lily, tolong buatkan tugasku, yah. Soalnya aku tidak paham.”

“Baiklah, Nico,” ucapku dengan senyuman sembari menerima beberapa buku tulis yang pemuda itu berikan.

Namaku Lily, Siswi SMA yang pintar tetapi, hanya memiliki seorang sahabat dan pacar yang bernama Nico. Namun sayang, hubunganku dengan Nico bukanlah hubungan yang sehat.

Tapi bodohnya, aku terus mempertahankan hubungan yang abu-abu ini, bahkan aku rela memenuhi permintaan pemuda itu. Entah, apa yang membuatku terus mempertahankan semua ini

“Kerjakan tugas Nico lagi?” ucap seorang yang sudah tidak asing lagi bagiku.

Aku pun hanya mengangguk.

“Astagaaaa, Lily, kamu itu bukan pembantu atau guru lesnya yang harus kerjakan tugasnya. Biarkan saja dia yang buat sendiri. Usaha kek!” omel gadis itu dengan suaranya yang cempreng.

“Tapi Saras, aku hanya ....”

“Kamu hanya membantu dia, karena dia pacarmu. Dan sebagai pacar yang baik dan tidak sombong, kamu ingin meringankan bebannya? Please dehh! Kamu itu masih pacarnya, Lily. Jadi ini bukan tugasmu. Lagian, kamu bantu dia, dia ada peduli gitu sama kamu? Enggak ‘kan,” cerca Saras dengan mata mendelik padaku.

“Benar yang dikatakan Saras. Aku terlalu memberikan dia kenikmatan, sedangkan dia tidak pernah peduli dengan aku.”

“Kenapa diam? Udahlah, nggak usah dipikirkan, yuk kantin!” ajak Saras sembari menarik tanganku untuk segera meninggalkan ruang kelas, karena memang sudah waktunya makan siang.

@@@@

“Nico, nanti aku lihat jawaban tugasmu, yah! Bolehkan?”

“Tentu saja, Shinta sayang.”

Sakit, itulah yang kurasakan ketika baru saja duduk di sebuah bangku yang tak jauh dari Nico, dan teman-temannya.

“Iya, bro aku juga. Soalnya jawaban kau itu pasti akuratlah, palingan dapat delapan puluh, sih,” sahut salah satu cowok di meja itu, yang dengan jelas aku dengar.

“Tenang saja! Kalian akan dapat kok jawabannya, tapi sabar dulu soalnya babuku ada sementara kerjakan. Nanti kalau si babu selesai, baru aku bagi jawabannya,” ucap Nico yang semakin membuat hatiku hancur berkeping-keping.

“Jadi, selama ini ia hanya menganggap aku babu. Kurang ajar kamu, Nico.”

“Maksud kamu, si Lily itu babu kamu, Nic ?”

“Iyalah, dia itu hanya babuku. Kalau bukan karena kepintarannya, ya kali aku mau dengan cewek aneh, dan kesepian tak punya teman seperti dia.”

Kulihat, usai kalimat menyakitkan itu keluarga dari mulut Nico, mereka yang ada di dekatnya sontak ketawa terbahak-bahak, ibarat orang yang tak bersalah sama sekali.

“Bagus sekali mulutmu itu, Bangsat! Kau pikir kau siapa, bisa – bisanya menghina temanku babu! Kau pikir kau hebat, Nico? Kau tidak lebih dari binatang!” sarkas Saras yang entah sejak kapan sudah menyiram Nico dengan segelas es teh.

Mendengar kalimat sarkas dari Saras, sontak keributan pun mulai tercipta diantara mereka. Kulihat, Saras dan Nico berserta Shinta mulai saling hujat dan menghina. Aku yang tak ingin keadaan semakin sengit, segera berjalan menuju pusat keributan.

“Saras, sudah yuk! Kita balik ke kelas saja,” ucapku, menarik tangan Saras.

Menyadari kehadiranku, sontak Nico mulai menarik tanganku sembari bertanya, “Lily, kamu dengar semuanya?”

“Iya, aku dengar semua ucapanmu, Nico. Bahkan setiap kata demi kata yang menghancurkan aku, aku dengar semuanya!” amukku dengan air mata yang keluar dengan deras karena sakit yang tidak mampu aku bendung lagi.

Sontak, sekujur tubuh Nico mulai gemetar tak karuan. Bahkan, ia mulai menjambak rambutnya penuh frustrasi.

“Nico, mulai hari ini kita putus.”

“Lily, aku mohon jangan tinggalkan aku, Lily. Aku minta maaf, aku tahu aku salah. Please, kasih aku kesempatan kedua,” mohon Nico, sembari menggenggam tanganku dengan erat.

“Sudahlah, Nico. Kita akhiri saja, toh aku ‘kan hanya seorang babu di matamu. Dan sejak awal, aku yakin kamu sama sekali tidak ada rasa sama aku. Jadi, mari kita akhiri semuanya.”

Please, berikan aku kesempatan lagi,” mohon Nico yang mencoba untuk memelukku.

Dengan cepat, Saras pun mendorong tubuh Nico hingga ia pun terjatuh. Lalu dengan amarah, kudengar Saras pun berucap, “JAUHI SAHABATKU, BAJINGAN!”

@@@@

Sejak kejadian itu, Saras selalu berusaha menghiburku, bahkan ia selalu berusaha ada di saat aku mulai sedih.

Perlahan, aku pun mulai bisa menerima semuanya dan berdamai dengan masa lalu. Kini, bagiku Nico hanyalah satu dari sekian pria yang tidak ingin kutemui lagi dimasa depan.

@@ THE END @@

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)