Cerpen
Disukai
0
Dilihat
2,958
Nokturnal
Aksi

"Teng! Teng! Teng!"

Suara lonceng gereja menggema di seluruh penjuru kota mati ini, tepat saat tengah malam, saat bulan purnama raksasa berwarna merah darah menggantung dan bersinar dengan sangat indahnya di atas langit malam yang kelam negeri ini, negeri yang telah lama hilang ditelan oleh kegelapan malam yang abadi.

Aku, salah seorang vampir yang terjebak dalam tanah makam ini, seperti biasa di setiap malamnya, tetap terjaga dengan sepasang mata merah menyala ku, dan melakukan beberapa persiapan sebelum melakukan perburuan masal bersama teman-temanku, di tengah malam yang dingin dan mencekam.

Perutku sudah sangat kelaparan setelah cukup lama aku menahan rasa haus dan lapar ku akan darah segar para wanita muda yang cantik dan masih perawan.

Sudah setahun lamanya terakhir kali aku merasakan segar dan manisnya rasa dari darah para wanita beraroma harum itu.

Kami memang sengaja hanya memanen darah-darah segar itu selama setahun sekali untuk tetap melestarikan populasi dari hidangan utama dan favorit kami itu, agar kami tetap bisa menikmati mereka pada setiap tahunnya.

Bagi kami, kesegaran dari darah manis mereka sudah seperti sebuah wine yang memabukkan sekaligus membuat kami kecanduan untuk terus menenggaknya hingga tetes darah penghabisan.

Membayangkannya saja sudah membuatku melayang-layang di udara yang pengap dan menyesakan ini.

Lalu, teriakan dari teman-temanku membuyarkan lamunan indahku dan membuatku terjatuh dengan cukup keras di atas lantai kayu ini.

Sudah waktunya untuk berburu makan malam dan membuat imajinasiku menjadi sebuah kenyataan.

Aku merapikan rambut dan penampilanku untuk yang terakhir kalinya pada malam yang spesial ini dengan menatap sebuah cermin kosong tanpa pantulan dari sebuah bayangan di baliknya.

Setelah merasa semuanya sudah siap, rapi dan sempurna, aku pun melesat dan menembus gundukan tanah yang telah menguburku selama ini.

Dengan segerombolan vampir kelaparan yang sudah menungguku di atas sana, aku mulai mengeluarkan tangan kananku dan mulai bangkit dari kuburku secara perlahan dan membuat penampilanku kembali berantakan.

Setelah itu, setelah selesai membersihkan sisa-sisa tanah yang menempel pada sekujur tubuh pucat ku, dengan diiringi oleh suara dari dentingan lonceng gereja yang menggema sepanjang malam, kami pun mulai melesat meninggalkan rumah kami, tanah makam yang terkutuk ini, melewati reruntuhan kota mati, menembus gelapnya malam, hutan dan lembah kematian, lalu menuju lokasi perburuan.

***

Di sepanjang perjalanan yang cukup panjang, teman-temanku yang lain terlihat begitu sumringah, bahagia, bersemangat dan sudah tidak sabar lagi untuk segera menikmati malam yang panjang ini, mereka berbincang membicarakan hal apa saja yang akan mereka lakukan untuk hidangan pembuka nanti dan tertawa dengan begitu lepasnya saat membayangkan adegan-adegan fantastik dan pastinya menyenangkan itu, belum lagi saat mereka membayangkan bagaimana sensasi dan rasa yang akan kami rasakan semalaman nanti bersama gadis-gadis itu, bahkan salah satu temanku sudah sangat tidak sabar hingga memutuskan untuk mempercepat langkah-langkah kakinya dan meninggalkan rombongan sendirian dengan dipandu oleh insting dan nafsu liarnya.

Beberapa saat kemudian dia sudah lenyap dan hilang dari pandangan kami semua yang masih memilih untuk tidak terburu-buru dan menikmati perjalanan.

Selang beberapa menit kemudian, akhirnya kami pun tiba di tempat perburuan, atau bisa dikatakan, tempat untuk bersenang-senang.

Sebuah desa kecil dan terpencil di perbatasan negeri yang terlupakan ini, yang terletak di balik sebuah pegunungan dengan tebing-tebing batu yang terjal dan curam, yang memisahkannya dengan sebuah wilayah tak dikenal di baliknya.

Tidak ada satu orang pun dari negeri ini yang pernah melewati perbatasan itu, termasuk kami, bangsa vampir, sekalipun, jika pun ada seseorang manusia, atau bahkan vampir, yang gila dan pernah melewatinya, sudah dipastikan orang itu tidak akan pernah kembali hidup-hidup.

Biasanya, setibanya di tempat hiburan kami ini, kami akan langsung meneteskan air liur kami sesaat setelah mencium aroma wangi dan semerbak dari gadis-gadis itu, tapi entah mengapa malam ini perasaanku jadi tidak enak, rasanya seperti ada yang sedang mengintai kami di balik kegelapan itu, suasana desa sungguh sangat sunyi, seakan tidak pernah ada yang tinggal di tempat itu, kami juga tidak bisa mencium aroma para gadis yang biasanya selalu menyambut kedatangan kami, bahkan aroma dari teman kami yang tadi sudah mendahului kami pun tidak dapat kami deteksi keberadaannya, kami hampir tidak dapat mencium aroma apapun di tempat yang kosong ini.

Setelah sempat kebingungan dan berdiskusi bersama sejenak, kami pun memutuskan untuk memeriksa tempat terbengkalai ini.

Setelah itu, kami pun mulai berpencar dan memeriksa setiap tempat satu persatu, termasuk aku yang juga memutuskan untuk memeriksa sebuah gudang dan kandang sapi di sudut desa.

Setibanya di tempat itu, jangankan orang, seekor anak sapi saja tidak dapat kutemukan, sungguh membingungkan.

"Mungkin mereka semua memang telah lama meninggalkan desa," pikirku.

Tapi, setelah ku periksa dan pastikan kembali, aku menemukan beberapa tumpukan kotoran sapi yang masih baru dan segar beserta sisa-sisa rumput yang telah mereka makan sebelumnya, namun aku tidak dapat mencium keberadaan mereka sama sekali, atau setidaknya jejak kaki mereka di tempat ini, seakan mereka tiba-tiba lenyap begitu saja dari dunia ini.

Tak lama berselang, setelah aku semakin dibuat kebingungan oleh berbagai kejanggalan yang tersaji dengan begitu rapi di sini, tiba-tiba aku mendengar suara teriakan dan jeritan kesakitan teman-temanku dari dalam desa.

Berdasarkan naluri dan insting bertahan hidupku, aku pun bergegas untuk segera melesat meninggalkan tempat ini dan memeriksa keadaan dari teman-temanku, namun ... sebelum hal itu terjadi, indera penciumanku kembali aktif saat kedua telingaku mendengar, dengan sangat jelas, sebuah suara geraman yang sangat dekat di belakangku.

Belum sempat aku menyadari siapa atau sosok apa yang memiliki aroma busuk di belakangku ini, sosok itu pun langsung menyerang, menyergap, dan menerjang ku dari balik kegelapan itu.

"Roaaarrr!!!"

Makhluk itu, makhluk berbau busuk, bermata kuning keemasan, berbulu lebat, abu-abu, menjijikan dan berbadan besar, kini sudah tepat berada di atas tubuhku yang kelaparan.

Dia mencengkeram kedua kaki dan tanganku sambil menatapku penuh nafsu hingga membanjiri wajahku dengan air liurnya yang begitu busuk dan menjijikan.

Gigi-gigi taring yang berwarna putih dan tajam itu terlihat begitu mengkilap dan berkilauan pada mata merahku.

Lidahnya yang berwarna merah muda itu terlihat dengan sengaja dijulurkan dan dimain-mainkan bersama air liurnya yang terus mengucur dengan begitu derasnya sedari tadi itu.

Aku yang terpaksa melihat pemandangan aneh dan menjijikan dari bawah itu merasa sangat mual dan ingin muntah saat itu juga.

Spontan, seketika itu juga, aku langsung mengeluarkan isi perutku yang keroncongan tepat pada wajah jelek dan brewokan itu.

Rasanya begitu campur aduk antara kesakitan, kelaparan, dan melegakan, namun tetap dibumbui dengan perasaan yang menegangkan, aneh, canggung, dan ketakutan, lantaran aku yang masih berada dalam cengkeraman sang makhluk aneh yang begitu menjijikan, terlebih lagi, kini, air liur berbau busuk dari makhluk itu mulai bercampur dengan tetesan dari isi perutku sendiri, yang berjatuhan dari wajah jelek dan brewokan di atasku itu.

Dia yang kesal karena merasa sudah aku permalukan kembali menggeram dan berkata, "waktunya makan malam."

"Crunch, crunch ...."

TAMAT

***

Dan, ya, begitulah akhir tragis dari komplotan vampir yang malah dijadikan santapan makan malam oleh makan malam mereka sendiri yang, tiba-tiba, entah mengapa, mendadak berubah menjadi sekawanan manusia serigala yang jelek, berbau busuk, berbadan besar, dan kelaparan.

Dan dengan demikian, berakhir juga malam dari seorang pemuda, yang kelaparan, tidak pernah bisa tidur di sepanjang malam, dan selalu berakhir dengan menyelami malam-malam yang panjang itu dalam lautan imajinasinya yang berantakan, yang kemudian dituangkannya dalam berbagai cerita-cerita pendek yang, setidaknya, menurutnya pribadi, berbeda, aneh, unik, absurd, tidak jelas, dan, yang paling penting, menurutnya, tidak klise dan pasaran.

Namun, ceritanya tidak berakhir sampai di situ saja, dia tidak akan pernah bisa tidur, dan akan terus terjaga, hingga pagi tiba, matahari menunjukan sinarnya, orang-orang mulai beraktifitas seperti biasa, dan suara-suara dalam kepalanya berhenti untuk sementara, digantikan oleh berbagai petualangan dan pengembaraan mimpi yang random dan tidak jelas, hingga matahari kembali terlelap dalam tidurnya, dan digantikan oleh malam-malam panjang lainnya.

Deathskull will return ....

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)