Flash
Disukai
1
Dilihat
6,707
Sunday
Drama

Indah. Indah sekali. Cahaya itu, yang bersinar dengan begitu terangnya di hadapanku. Indah sekali. Jadi, inilah surga.

Terima kasih untuk segalanya, kawan.

***

Hari Minggu yang cerah dan membosankan seperti biasanya. Seperti biasa, aku hanya akan menghabiskan waktuku dengan berjalan-jalan di taman, menikmati suasana kota yang hangat, membeli es krim, dan menuliskan apa pun yang aku lihat, saksikan dan pikirkan saat itu pada sebuah buku catatan kecilku yang selalu bersamaku dalam sakuku.

Hari itu, seperti biasa, tidak ada hal menarik apa pun yang bisa diabadikan dalam bentuk tulisan kecuali cuaca yang moodnya berubah tiba-tiba.

Tanpa peringatan apa pun sebelumnya, langit yang tadinya cerah tiba-tiba bersedih dengan sendirinya dan lalu, seperti dugaan sebelumnya, mulai meneteskan air matanya secara perlahan.

Tetesan-tetesan air itu mulai berguguran dan membasahinya pipinya. Wajahnya yang sebelumnya dipenuhi dengan senyuman kini mulai terlihat muram. Tak lama kemudian, tangisan itu pun pecah laksana badai yang menghantam lautan. Angin kencang disertai kilatan-kilatan petir yang mengguncang dan menggetarkan seisi lautan mulai mengaduk-aduk dan memorak-porandakan samudra dengan gulungan-gulungan ombak yang begitu besar.

Ya. Setidaknya itu yang aku pikirkan dan bayangkan saat sedang mengaduk-aduk juz jerukku perlahan, sambil menatap butiran-butiran air hujan yang mengalir pada permukaan jendela kaca dari sebuah kafe pinggir jalan, yang terletak sekaligus menghadap langsung ke taman yang kini mulai sedikit terlihat rapuh dan menyedihkan, seakan jika ada seseorang atau sesuatu yang menyentuhnya taman itu akan langsung hancur begitu saja.

Dalam suasana yang begitu sendu ini, aku terhanyut sendirian dalam arus imajinasiku yang lembut di sudut kafe ini, sendirian, kesepian dan begitu menyedihkan. Di saat semua orang sedang sibuk berbincang dengan teman atau pasangan, aku hanya duduk sendirian di sudut ruangan dan merenungkan hidupku yang begitu membosankan, seakan-akan dunia ini telah berhenti berputar dan aku terjebak sendirian di dalamnya tanpa seorang teman maupun pasangan.

***

Satu, dua, tiga, empat, lima. Lima ekor laron mulai bertumbangan di atas lantai penjara yang begitu busuk, kotor, kejam dan tak berperasaan. Terbang dan jatuh dalam satu malam. Mereka makhluk-makhluk malang yang begitu menyedihkan. Untuk apa mereka harus repot-repot terbang dan berebut kehangatan dari sebuah lampu bohlam yang usang? Toh besoknya mereka akan mati juga. Sungguh malang nasibmu, kawan.

***

Satu, dua, tiga, empat, lima laron mulai berguguran. Terima kasih, kawan.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)