Masukan nama pengguna
Ketika semua bersemangat untuk menatap masa depan yang cerah. Aku masih tetap di sini menyendiri berteman sepi. Ketika semua bersemangat untuk mengejar mimpi dan cita-cita. Aku masih tetap di sini tidak mempunyai mimpi dan cita-cita sama sekali. Ketika semua bersemangat untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis dan mengejar cinta mereka. Aku tetap di sini tidak bersemangat sekali.
Namaku Laras, aku seorang putri dari seorang pedagang kecil di pasar dengan trauma masa lalu yang tidak akan pernah hilang dari ingatan ku. Aku pernah diculik dan hampir tertabrak oleh truk karena melarikan diri dari si penculik. Kejadian itu aku alami waktu aku berumur 8 tahun.
Sebelum tragedi penculikan itu. Aku adalah anak kecil yang periang dan banyak teman. Aku selalu ikut ibu dan bapak ku jualan ke pasar. Aku selalu senang dan gembira meskipun hanya bisa bermain di pasar. Tapi setelah penculikan itu, aku menjadi pendiam dan mengurung diri di kamar tidak pernah mau di ajak ke pasar lagi karena pasar membuat ku trauma. Aku di culik pada saat bermain di pasar makanya aku trauma dengan pasar dan tidak bisa datang lagi ke pasar.
Trauma ku sangat dalam karena aku hampir menjadi pendonor organ manusia. Untungnya aku dapat melarikan diri dari penculik sindikat perdagangan manusia itu. Sampai aku menginjak remaja aku belum bisa keluar dari kamar ku dan keluar dari trauma masa lalu ku.
Aku tidak bisa menjalani hidup seperti anak-anak lainnya yang pergi sekolah, pergi les, pergi mengaji dan pergi bermain. Aku hanya bisa berdiam diri di kamar dan takut untuk keluar rumah. Takut keluar rumah karena takut kejadian penculikan itu terulang kembali.
Kasus ku menjadi kasus dingin sampai sekarang aku berumur 15 tahun karena penculik ku belum tertangkap. Makanya aku takut sekali untuk keluar rumah. Setiap aku memikirkan kejadian itu dadaku rasanya sakit dan berdebar kencang sekali. Kepala ku rasanya ingin ku pecahkan saja supaya aku tidak bisa mengingat kenangan itu lagi.
Sudah berulang kali aku ingin mengakhiri hidupku, tapi ketika rencana itu mau aku lakukan aku teringat wajah kedua orang tua ku. Aku tidak sanggup untuk melakukannya. Aku masih memikirkan bagaimana kalau kedua orang tua ku kehilangan diriku pasti hati mereka akan hancur.
Dari keterpurukan dan kesendirian ku di rumah. Aku mulai mencoba menyalurkan emosiku dengan melukis. Dengan melukis emosiku lebih terkontrol dan terkendali. Aku mulai keluar kamar meskipun seperlunya saja. Tapi untuk keluar rumah aku masih takut dan trauma. Aku menghabiskan masa muda ku hanya di rumah tanpa merasakan bagaimana rasanya punya teman dan mempunyai seseorang yang kita cintai.
Aku terkurung dengan trauma masa laluku yang tidak bisa aku lupakan sampai sekarang. Aku terlalu takut dengan pikiran ku sendiri tentang kenangan masa lalu yang menyakitkan. Aku tidak bisa bangkit dan semangat untuk maju menatap masa depan. Aku terlalu disibukkan dengan kesakitan ku sendiri tanpa bisa melihat semangat kedua orang tua ku untuk membuat ku sembuh lagi.
Aku semakin tersiksa sendiri dengan kesendirian karena trauma itu. Ketika semua orang melukis kehidupan mereka dengan banyak warna yang cantik tetapi aku hanya bisa melukis kehidupan ku dengan warna hitam saja tanpa warna sama sekali.
Inilah lukisan kehidupan ku yang semua orang tidak akan pernah mau menjalaninya. Aku berdoa agar semua pikiran negatif ku bisa diganti dengan pikiran yang positif saja. Memang tidak mudah menjalani semua ini tapi aku tetap yakin, aku bisa melewati semuanya karena aku punya kedua orang tua, dokter yang selalu memberikan obat dan tempat berkeluh kesah akan pikiran negatif ku dan tuhan yang selalu mendengar doa-doa ku setiap hari.
Mungkin jalan ku tidak mudah tapi aku akan tetap menjalaninya dan berusaha untuk survive dan semangat menjalani hidup ku. Aku ingin masa muda ku tidak aku sia-siakan. Aku ingin menjalani masa muda seperti kebanyakan remaja pada umumnya.
Aku mulai membiasakan keluar kamar nonton televisi, berbincang dengan kedua orang tua ku, membaca buku dan mulai memakai handphone lagi untuk mencoba menghubungi teman-teman ku lagi.
Aku mulai belajar lagi berinteraksi lewat sosial media dan belajar berinteraksi lagi secara langsung lewat kedua orang tua ku. Meskipun trauma itu tidak akan bisa terhapus dari ingatan ku tapi setidaknya aku bisa melupakannya lewat kegiatan yang aku lakukan sehari-hari. Kalau aku terus diam di dalam kamar saja maka trauma itu akan menelan hidup ku tanpa tersisa. Aku tidak mau itu terjadi.
Meskipun penjahatnya belum ditemukan tapi aku selalu berdoa agar tidak dipertemukan lagi dengannya dan aku berdoa agar tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban kejahatannya.
Setelah perjalanan yang teramat terjal dan berliku melawan ketakutan dan pikiran ku sendiri. Aku mulai terbiasa dan hari ini di usia ku ke 25 tahun aku mulai belajar ke luar rumah. Tapi cuma di depan rumah sekedar menyiram tanaman rumah di depan rumah. Rasanya seperti bercampur jadi satu antara senang dan sedikit rasa takut masih ada tapi aku mulai bangga dengan diriku sendiri karena sudah mencobanya.
Ayah dan ibu sangat senang sekali sedikit demi sedikit aku sudah mulai bisa berjalan maju meskipun harus menunggu lama sampai bertahun-tahun dulu. Tapi kedua orang tua ku sangat senang melihat perkembangan ku sampai sekarang.
Setelah orang tua ku pulang kerja kita bertiga makan malam bersama sambil berbicara. Ibu mengawali pembicaraannya, "ibu bangga padamu nak." Tak terasa mata ibu mengeluarkan air mata.
"Ibu jangan bersedih. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk melawan diri ku sendiri supaya aku bisa survive dan semangat untuk menjalani hidup," kataku sambil memeluk ibu.
Setelah ibu membalas pelukan ku. Ibu melepaskannya sambil berkata,"ibu tidak bersedih Laras tapi ini air mata bahagia."
"Sudahlah kalian jangan menangis lagi. Ayah sangat senang ketika dua perempuan yang ayah sayangi tersenyum bahagia. Mungkin kita belum pantas untuk dapat tersenyum bahagia tapi mulai hari ini marilah kita berbahagia dan bersemangat saja untuk menjalani hari-hari kita sekarang dan seterusnya," kata ayah sambil menghampiri aku dan ibu terus memeluk kita berdua. Hari ini kita berpelukan sambil menangis. Menangis untuk bahagia karena kita bertiga sudah menjalani masa yang sulit dan menderita selama bertahun-tahun karena diriku.
Aku sangat berterima kasih kepada kedua orang tua ku karena mereka berdua aku bisa seperti sekarang. Mereka berdua tidak pernah saling menyalahkan malah semakin menguatkan satu sama lain. Hari ini dan seterusnya mereka orang tua ku pantas bahagia. Aku tidak akan membuat mereka menangis dan bersedih lagi. Aku akan membuat kedua orang tua ku bahagia bersama. Memang lukisan kehidupan ku hanya sebuah tinta hitam saja tanpa warna tapi aku akan sekuat tenaga memberikan warna untuk membuat kedua orang tua ku bahagia, untuk keluarga kecilku tercinta. Supaya lukisan kehidupan kedua orang tua ku juga penuh warna yang indah dan cantik, secantik paras mereka ketika tertawa bahagia bersama.