Cerpen
Disukai
0
Dilihat
12,001
Lilo Kucing Kesayanganku
Drama

Halo, namaku Tyas. Aku memiliki seekor kucing berwarna putih dan cokelat dengan bulu lebat bernama Lilo. Aku memberi nama Lilo karena menurutku nama itu sangat imut. Pertemuan pertamaku dengan Lilo diawali ketika saat itu aku sedang pulang sekolah. Tidak jauh dari TK tempatku bersekolah, aku mendengar ada suara kucing mengeong.

Meong, meong.” Begitulah bunyinya. Aku mencari sumber suara itu. Ternyata suara itu berasal dari seekor kucing yang kakinya tersangkut di dahan pepohonan yang telah jatuh. Aku segera mendekati sumber suara itu. Dia terus mengeong seolah ingin meminta tolong. Dengan sekuat tenaga, aku berusaha mengangkat dahan itu sampai kaki kucing tersebut tidak lagi tersangkut.

Aku kemudian mengecek kondisi kucing tersebut dan membelainya. Lembut sekali bulunya. Kucing itu masih kecil. Mungkin dia tersesat dan terpisah dari induknya. Sungguh kasihan. Aku tidak tega melihatnya. Ketika aku berjalan untuk meninggalkannya, kucing itu terus berjalan menghampiriku sambil terus mengeong. Karena aku tidak tega, akhirnya aku mengajak kucing itu pulang dan aku memberinya nama Lilo.

Sesampainya di rumah, aku meminta tolong Ibu untuk membelikan makanan kucing dan susu khusus untuk kucing. Dengan ukuran badannya yang kecil, dia pasti masih menyusu dengan induknya. Ibu dengan senang hati mau membantuku membelikan makanan untuk Lilo. Aku membersihkan badannya yang penuh dengan debu dan kusisir bulunya. Lilo merasa nyaman dibersihkan olehku. Beberapa kali Lilo memandangiku dan mengedipkan matanya kepadaku. Sungguh imut sekali mukanya.

Setelah selesai dibersihkan dan diberi makan oleh Ibu, aku mengajak Lilo bermain di teras depan rumah kami. Kami berlarian ke sana dan ke mari dengan hati riang gembira. Ternyata Lilo jago berlari. Setelah itu, aku dan Lilo bermain petak umpet. Lilo dengan sigap bersembunyi di balik semak-semak atau pot-pot bunga, tanaman koleksi Ibu. Jika aku bingung mencari Lilo, dia akan mengendap-endap dari belakangku kemudian mengagetkanku. Aku terkejut dibuatnya. Aku sangat senang bermain dengan Lilo.

Di sore hari ketika Ayah pulang bekerja, Ayah melihat aku dan Lilo masih bermain di halaman teras rumah. Ayah bertanya padaku dari mana aku mendapatkan seekor kucing baru yang lucu dan menggemaskan ini. Aku bercerita pada Ayah tentang pengalamanku bertemu dengan Lilo tadi siang sepulang sekolah. Aku bertanya pada Ayah apakah aku boleh memelihara Lilo? Ayah dengan senang hati memperbolehkanku memelihara Lilo. Betapa senang hatiku. Hore! Akhirnya aku punya hewan peliharaan.

***

Satu minggu telah berlalu. Lilo dengan setia selalu menungguku di depan rumah ketika aku pulang sekolah. Begitu aku hampir sampai di rumah, Lilo akan mengeong seolah sedang memanggil namaku. Dia akan berputar-putar di sekitar pergelangan kakiku dan mengusap-usapkan kepalanya di kakiku. Lilo menungguku untuk bermain bersama. Seperti biasa setelah berganti pakaian, aku dan Lilo akan bermain di halaman depan rumah kami. Kali ini aku dan Lilo bermain lempar bola. Aku akan melempar bola dan Lilo akan mengejar bola itu kemudian menghampiriku untuk minta dilemparkan lagi bolanya.

Oh iya, aku juga membelikan Lilo kalung dari uang saku yang kutabung selama satu minggu. Kalung berwarna merah dengan lonceng di bagian leher. Loncengnya akan berbunyi tiap kali Lilo berjalan atau berlari. Suaranya nyaring. Aku memakaikan kalung itu kepada Lilo sebagai hadiah karena dia telah menemani hari-hariku.

Jika sudah waktunya tidur siang, Lilo juga akan ikut tidur di sampingku. Punggungnya akan selalu menempel dengan punggungku. Lilo tidak bisa jauh dariku. Ke manapun aku pergi, selalu ada Lilo yang mengikutiku, kecuali ketika aku sekolah. Persahabatan antara aku dan Lilo sangat erat.

***

Pada suatu siang ketika aku dan Lilo sedang asyik bermain kejar-kejaran di dekat rumah, tanpa sepengetahuanku ada kendaraan sepeda motor yang lewat dengan kecepatan tinggi. Lilo yang saat itu tengah berlari mengejarku, tertabrak oleh sepeda motor itu. Lilo langsung jatuh seketika. Aku yang menyaksikan kejadian itu segera berlari menghampiri Lilo. Sementara pengendara sepeda motor yang menabrak Lilo tidak mau menghentikan kendaraannya. Pengendara motor itu kabur dan tidak bertanggung jawab.

Aku segera berteriak memanggil Ibu sambil menangis meminta tolong. Mendengar teriakanku, Ibu bergegas datang menghampiriku. Kulihat kaki Lilo berdarah dan tubuh serta wajahnya penuh dengan luka. Napas Lilo terengah-engah. Aku dan Ibu segera melarikan Lilo ke dokter hewan terdekat. Lilo digendong oleh Ibu. Untungnya ada tetangga kami yang berprofesi sebagai dokter hewan, jadi kami langsung datang menuju ke sana.

Sesampainya di tempat dokter hewan, Ibu segera meminta tolong kepada petugas yang berjaga di sana untuk segera menangani Lilo. Aku menangis tiada henti menangisi Lilo. Pasti sakit sekali rasanya. Seandainya aku bisa menggantikan posisi Lilo, batinku. Ibu mencoba untuk menenangkan aku.

“Tyas yang sabar dan kuat, ya. Dokter pasti bisa menangani Lilo. Tyas jangan khawatir. Sudah, jangan menangis lagi, ya. Nanti kalau Tyas menangis terus, Lilo jadi ikutan sedih lho,” kata Ibu.

"Iya, Bu,” jawabku menuruti perkataan Ibu dengan napas yang masih sesenggukan.

Tidak berapa lama kemudian, dokter yang menangani Lilo keluar dari ruangannya. Dokter itu langsung menghampiri kami. Kata Dokter, kaki Lilo harus diperban dan untuk sementara jalannya akan pincang. Sementara untuk luka-luka di tubuh dan wajah Lilo, dokter sudah mengobatinya dan akan segera sembuh dengan sendirinya.

Syukurlah, aku merasa lega kondisi Lilo tidak terlalu parah. Walaupun aku juga sedih, Lilo harus berjalan dengan pincang untuk beberapa hari atau beberapa minggu ke depan. Untuk sementara kami tidak bisa bermain kejar-kejaran atau lempar bola lagi. Juga tidak bisa bermain petak umpet seperti biasanya. Lilo harus banyak beristirahat untuk memulihkan kondisinya. Jadi, Lilo untuk sementara ini hanya akan berada di kandang. Aku merasa sedih. Kasihan Lilo.

Sekarang tiap aku pulang sekolah, tidak ada lagi yang menunggu dan menyambut kedatanganku di depan rumah. Lilo hanya akan mengeong dari dalam kandang jika melihatku pulang sekolah. Rasanya seperti ada yang kurang. Aku sering menjenguk Lilo di kandangnya. Hari demi hari, aku tidak pernah absen untuk menjenguknya. Perlahan, kondisi Lilo semakin membaik. Kakinya sudah tidak lagi diperban dan luka-luka di tubuhnya juga mulai mengering. Namun, Lilo masih berjalan dengan pincang.

Aku mencoba membantu Lilo berjalan. Kami berjalan-jalan di sekitar rumah sambil melatih kaki Lilo supaya terbiasa. Walaupun sekarang kondisi Lilo seperti itu, tetapi rasa sayangku terhadap Lilo tetap sama seperti dahulu waktu kita pertama kali bertemu. Lilo tetap menjadi kucing kesayanganku. Aku mengelus-elus bulunya yang lembut dan Lilo membalas dengan mengelus-eluskan kepalanya di tanganku. Mulai sekarang, Lilo adalah sahabatku dan teman baikku apa pun kondisinya. Aku sayang Lilo.

TAMAT


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)