Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
20,149
Ketua Kelas
Drama

Cantik dan egois mulai membaluti diri Dinar, yang tadinya Dinar perhatian dan empati, kini sejak dirinya jadi ketua kelas, banyak tidak menyukai sikap dan tingkahnya.

"Pokoknya gua ngak mau teken ini surat!" tolak belum membacanya Dinar beranjak bangun menggeser surat berlogo Osis di hadapan Remon, siswa tampan menahan sabarnya. "Nar, loe jangan egois gitu dong. Mana rasa empati dan toleransi loe sama sudara-sudara kita, yang lagi dapat musibah. Masa cuman begini aja loe ngak mau teken tuh surat permohonan bantuan buat korban bencana!" raut wajah sinis Remon beranjak bangun keluar dari dalam ruangan Osis di ikuti berapa murid lainnya.

"Aneh, ngak ada empati dan toleransinya gua?" sinis dalam hati Dinar melirik surat tergeletak di meja hadapannya. "Teng...teng...teng..." tiga kali suara bel berbunyi, tanda KBM selesai. Sontak berhamburan semua murid SMA Satu Bangsa, berhamburan keluar dari dalam kelas. Sebagian halaman sekolah, di penuhi warna putih seragam sekolah beratap langit cerah siang dengan berkibar bendera Merah Putih tegak tiangnya.

"Saya menyesal ikut mendukung Dinar jadi ketua kelas" ada rasa ketidak sukaan tersirat di raut wajah Remon berdiri berhadapan dengan Sari, guru cantik berkaca welas kelas 12. "Kamu tidak boleh berpikiran begitu, Remon. Mungkin Dinar tidak mau tanda tangani surat permohon itu, pastinya Dinar punya alasan lain" sahut Sari tersenyum berjalan di ikuti Remon di sampingnya. "Tapi Bu, surat permohonan itu harus di teken Dinar, biar segera di distribusikan pada Kepsek, Guru, Wali Murid sekolah ini. Agar kita bisa cepat membantu sudara-sudara kita, yang terkena musibah itu" terdengar suara Remon terus memaksa Sari berjalan.

Dinar berjalan ngerasa dirinya sedang di kepo'in murid lainnya. Ada yang kasak-kusuk, ada yang terang-terang sebal melihat Dinar. "Baru jadi ketua kelas udah sombong! Ngak ada rasa empati dan toleransinya. Apa salahnya si, cuman teken tuh surat doang. Huhh!" sindir salah satu murid bersama temannya langsung pergi tinggalkan Dinar berhenti sesaat perhatikan lorong sekolah sepi.

"Gua punya hak tuk ngak teken surat ini!" Dinar menggeser surat permohonan bantuan berlogo Osis kesamping kanan meja. Angin datang menggerakan tirai jendela, dan membuka lembaran surat. Sedikit menahan emosi Dinar menarik surat permohon, lalu di bacanya. Terenyuh sedih Dinar setelah membacanya, jika tertera alamat korban bencana dalam surat, yang adalah tempat kelahirannya.

"Gua ngak maksa loe, Nar buat teken surat permohonan bantuan itu. Karena loe ketua kelas, yang rangkap jabatan ketua Osis punya hak untuk menolak. Karena Fian lagi sakit, kasih mandat loe sebagai ketua Osis juga, mungkin beban tanggung jawab loe jadi nambah" tidak memaksa Remon akan menagambil surat permohonan dari tangan Dinar.

"Mon, rasanya malu bangat gua deh. Baru aja gua jadi ketua kelas dan rangkap jabatan jadi ketua Osis, bodohnya gua kenapa ngak baca surat permohonan itu dulu. Kenapa gua jadi egois gini ya. Malu bangat gua, Mon sama loe segeitu respon bangat. Dan empati dan toleransi loe respect. Nih gua udah teken surat permohonanya" Remon tersenyum tidak sengaja menyentuh tangan Dinar tersepu malu, saat surat permohonan di sodorkan tangan Dinar. "Makasih Nar, semoga sumbangan yang kita dapati banyak?" ucap Remon tatap wajah Dinar tersenyum haru.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)