Denting piano menggema di seluruh ruangan yang dipenuhi oleh kehangatan yang menenangkan dalam alunan melodi yang lembut dan rasa manis yang memabukkan dari bibir merah yang indah itu.

Cahaya api yang menyala terang dari perapian menerangi dan juga membakar napas kami yang membara hingga mampu melelehkan musim dingin yang sedang mengurung dan memenjarahkan kami dalam sebuah Mise en scene yang sempurna.

Sentuhan dan belaian dari kulit seputih dan selembut salju itu menghanyutkanku dalam aliran tarian kami yang begitu indah dan rapuh itu, menyembuhkan kami dari berbagai rasa sakit dan bekas luka yang sudah menyelimuti kami selama ini.

Waktu pun ikut berhenti dan menjadi saksi bisu dari Deus ex machina yang abadi ini.

Segalanya begitu indah dan sempurna hingga membuatku merasa seperti melayang dan terbang dalam sebuah surga yang tersembunyi jauh dalam pedalaman neraka terdalam yang dingin dan menakutkan.

Waltz tanpa akhir yang terus berputar dan berdansa hingga musim semi bermekaran kembali menghidupkan kembali mimpi lama yang telah lama mati ini, menuju musim panas yang begitu membara dan bergelora di pengujung jalan yang dingin dan sepi ini.

***

Cahaya matahari terbit pertama musim semi ini menyinari tubuh kecil dan rapuhku, menyibak tirai musim dingin yang selama ini membekukan satu-satunya jalan yang akan membawaku kembali pulang ke rumah, sebuah jalan yang rusak, sepi, dingin, dan terpencil, sebuah jalan yang tidak pernah ada dalam peta, sebuah jalan yang akan selalu membekukan dan merusak segala bentuk harapan yang ada, sebuah jalan yang sudah lama ditinggalkan oleh para pemiliknya.