Flash
Disukai
10
Dilihat
17,940
Hal Tersulit Dari Menjadi Miskin
Drama

Perempuan paruh baya itu hanya menatap lekat-lekat rumah ini dari luar gerbang. Setiap hari ia lewat depan rumah menuju jalan raya untuk berjualan lumpia dan untuk pulang ke rumahnya di gubuk yang dibangun di tanah kas desa. Namun setiap melintas, ia selalu berhenti sejenak di depan rumah ini dan memandangi bangunannya lekat-lekat. Bahkan ketika hujan deras mengguyur, ia masih sempat berhenti. Pemilik rumah ini adalah keluarga pendatang dari luar provinsi. Karena risih melihat perempuan asing yang setiap hari berhenti di depan rumah mereka, keluarga itu sempat menanyakan kepada ketua RT.

Ketua RT menjelaskan bahwa keluarga pendatang itu tidak perlu memikirkan perempuan miskin penjual lumpia yang setiap hari berhenti di depan gerbang rumah mewah mereka. Katanya, perempuan itu nama aslinya adalah Bu Dinda. Dia adalah pemilik rumah itu sebelum diambil alih oleh bank. Semenjak suaminya meninggal, berbagai masalah mulai mendatangi Bu Din. Saudara-saudara suaminya bertengkar hebat memperebutkan rumah itu, putera Bu Din menghabiskan sisa harta keluarga dan meninggalkan hutang menumpuk, dan Bu Din harus merawat cucunya yang baru lahir karena ibunya meninggal saat melahirkan dan menantu Bu Din pergi begitu saja.

Setelah mengerti, keluarga itu tidak lagi mempermasalahkan Bu Din yang berhenti dan berdiri berlama-lama menatap rumah baru mereka yang megah. Setiap anggota keluarga itu keluar rumah melewati jalan raya, mereka melihat Bu Din berjualan di bawah terpaan terik matahari. Keluarga itu tidak tahu seberapa menyengat terpaan matahari berkat dinginnya AC di dalam sedan mereka dan betapa membutakannya kilauan matahari berkat tebalnya pelapis kaca SUV mereka. Bu Din selalu menawarkan lumpia kepada setiap kendaraan yang terjebak lampu merah. Namun mereka tidak pernah mendengar kata-kata yang terucap dari bibir Bu Din berkat lebatnya beludru peredam hatchback mereka.

Lagipula buat apa mereka dengar? Mana mungkin lumpia yang dimasak di sebuah gubuk dan dijual di pinggir jalan bisa lezat rasanya? Kebersihannya pun sangat meragukan. Keluarga itu tidak mau ambil risiko infeksi saluran pencernaan karena mengkonsumsi lumpia penuh kuman buatan Bu Din. Cucunya yang mungil tampak mengekor ke mana saja Bu Din pergi. Ialah satu-satunya makhluk hidup yang menemani Bu Din berjualan, satu-satunya makhluk hidup yang menyayangi dan membutuhkan Bu Din. Satu-satunya yang tidak merasa risih dan menganggap lumpia buatan Bu Din sebagai makanan paling lezat di dunia.

Lagi-lagi Bu Din berdiri di depan rumah masa lalunya. Rumah yang berdiri megah itu dulu senantiasa menyambut kepulangannya. Namun kini rumah itu tampak seperti mengusirnya. Hari ini hujan turun dengan lebatnya. Meski dengan kesulitan membopong keranjang, cucu, dan payung, Bu Din berdiri lebih dekat dengan gerbang dari biasanya. Badannya menyentuh gerbang itu dan membuat satpam rumah tersentak bersiap mengusirnya. Satpam itu melihat wajah Bu Din dari dalam posnya. Wajah sedih Bu Din tampak jelas, tapi dengan derasnya hujan yang membasuh wajahnya, satpam kesulitan menebak apakah perempuan itu menangis atau hanya dibasahi air hujan. Bibir Bu Din yang mulai renta berujar. Suaranya ditelan derasnya hujan dan dentuman petir. Satpam itu bisa melihat gerakan bibirnya namun tidak bisa membacanya. Perempuan malang itu berkata sebelum pergi, “Hal tersulit dari menjadi sangat miskin seperti ini, adalah karena dulu pernah kaya raya…”

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (4)