Flash
Disukai
0
Dilihat
6,378
Di Ujung Senja
Romantis

Hari itu adalah hari yang paling kutunggu sepanjang hidupku. Hari ulang tahunku yang ke-18, hari di mana aku resmi dianggap dewasa. Langit senja yang memerah menyambutku ketika aku melangkah keluar rumah, menghirup udara segar yang membawa harum bunga mawar dari taman depan.

Aku mengenakan gaun putih sederhana yang diwariskan oleh ibuku. Gaun itu adalah simbol harapan dan impian, dikenakan oleh setiap wanita di keluargaku saat beranjak dewasa. Aku merapikan rambutku, membiarkan angin membelai pipiku yang merah jambu.

Di rumah, persiapan pesta telah dimulai sejak pagi. Ibuku, Bu Ningsih, sibuk di dapur menyiapkan hidangan spesial. Ayahku, Pak Budi, menata dekorasi sederhana namun penuh makna di ruang tamu. Balon berwarna pastel dan lampu-lampu kecil menghiasi ruangan, menciptakan suasana hangat dan meriah.

Saat senja mulai beralih ke malam, tamu-tamu mulai berdatangan. Sahabat-sahabatku, keluarga dekat, dan tetangga-tetangga berkumpul, memberikan ucapan selamat dan hadiah. Aku merasa hangat oleh cinta dan perhatian yang mengelilingiku. Aku tersenyum, mencoba menahan air mata bahagia.

Di sudut ruangan, aku melihat nenekku, Bu Kartini, duduk dengan tenang. Matanya yang penuh kasih sayang menatapku, seolah mengatakan betapa bangganya ia padaku. Nenekku adalah sosok yang sangat berarti bagiku, seorang penjaga cerita-cerita masa lalu yang selalu mengajarkan kebijaksanaan.

Saat malam semakin larut, acara puncak pun tiba. Kue ulang tahun dengan lilin angka 18 dibawa ke tengah ruangan. Semua mata tertuju padaku, menunggu saat aku meniup lilin dan membuat permohonan. Aku menutup mataku sejenak, membisikkan permohonanku dalam hati.

“Semoga aku bisa menjadi pribadi yang kuat dan bijaksana, seperti ibu dan nenek.”

Dengan satu hembusan, lilin pun padam. Tepuk tangan meriah bergema di ruangan, diiringi nyanyian selamat ulang tahun. Hatiku penuh dengan kebahagiaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Setelah acara meniup lilin, nenekku berdiri dan meminta perhatian semua orang. “Pada malam istimewa ini, saya ingin memberikan sesuatu kepada Vina. Ini adalah buku harian keluarga kita, yang berisi cerita dan pengalaman dari generasi ke generasi. Sekarang, sudah saatnya Vina melanjutkan tradisi ini.”

Aku menerima buku harian itu dengan tangan gemetar. Kulit buku itu sudah tua dan warnanya pudar, namun di dalamnya tersimpan sejarah dan kenangan yang tak ternilai. Aku membuka halaman pertama, melihat tulisan tangan nenekku yang rapi dan penuh makna.

“Terima kasih, Nek. Aku akan menjaga buku ini dengan baik,” kataku dengan suara bergetar.

Malam itu, setelah tamu-tamu pulang dan rumah kembali tenang, aku duduk di kamarku, merenungi hari yang baru saja berlalu. Aku membuka buku harian keluarga, membaca kisah-kisah tentang perjuangan, cinta, dan harapan dari masa lalu. Setiap halaman membawa aku lebih dekat pada keluargaku, membuatku merasa lebih kuat dan siap menghadapi masa depan.

Keesokan harinya, aku memulai hari baruku sebagai seorang dewasa. Ada sesuatu yang berbeda dalam diriku, sebuah kekuatan dan ketenangan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku tahu bahwa menjadi dewasa bukan hanya tentang usia, tetapi juga tentang tanggung jawab dan kebijaksanaan.

Di sekolah, teman-temanku menyambutku dengan ceria. Kami mengobrol tentang rencana masa depan, tentang mimpi-mimpi dan harapan. Aku merasa semakin yakin bahwa aku bisa menghadapi apa pun yang akan datang, selama aku memiliki dukungan dari orang-orang yang kucintai.

Setelah pulang sekolah, aku berjalan ke taman tempat aku sering merenung. Di sana, di bawah pohon besar yang teduh, aku menulis di buku harian keluarga. Aku menulis tentang perasaanku, tentang harapanku untuk masa depan, dan tentang betapa bersyukurnya aku memiliki keluarga yang penuh cinta.

“Ini adalah awal dari perjalanan baruku,” tulisku, “Aku akan menjaga warisan keluarga ini dengan sebaik-baiknya, dan aku akan selalu ingat bahwa aku tidak pernah sendiri.”

Waktu berlalu, dan aku tumbuh menjadi wanita yang kuat dan bijaksana, seperti yang kuharapkan. Setiap tahun, saat ulang tahunku tiba, aku selalu menulis di buku harian keluarga, menambahkan cerita dan pengalaman hidupku. Buku itu menjadi saksi bisu perjalanan hidupku, sebuah warisan yang akan kuteruskan kepada generasi berikutnya.

Pada ulang tahunku yang ke-25, aku duduk di ruang tamu bersama suamiku, Raka, dan anak kami yang masih bayi. Aku membuka buku harian keluarga, menunjukkan kepada Raka halaman-halaman yang penuh cerita.

“Kita harus menjaga tradisi ini, Raka,” kataku, “Buku ini adalah bagian dari keluarga kita, dan aku ingin anak kita tahu tentang cerita-cerita yang ada di dalamnya.”

Raka mengangguk, tersenyum lembut. “Aku setuju, Vina. Kita akan menjaga warisan ini bersama-sama.”

Aku merasa bahagia dan penuh harapan. Aku tahu bahwa perjalanan hidupku masih panjang, namun aku yakin bahwa dengan cinta dan dukungan keluarga, aku bisa menghadapi apa pun yang akan datang.

Di ujung senja, aku menatap langit yang mulai gelap, mengingat ulang tahunku yang ke-18. Aku tersenyum, merasa bahwa setiap tahun adalah hadiah yang harus disyukuri. Dengan hati yang penuh cinta dan kebijaksanaan, aku melangkah maju, siap menghadapi hari esok bersama keluargaku.

Dan di bawah bintang-bintang malam, aku tahu bahwa aku telah menemukan makna sejati dari kedewasaan: cinta, kebijaksanaan, dan warisan yang harus dijaga selamanya.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)