Cerpen
Disukai
0
Dilihat
4,375
Amnesia
Thriller

Mereka menganggapku sudah lupa akan hal ini, tapi nyatanya tidak. Faktanya, aku memiliki sebuah kejanggalan yang bisa di bilang bawaan sejak lahir. Aku bisa mengingat sedetail apa pun kejadian dalam hidupku. Aku ingat pernah makan apa saja pada hari Selasa tiga tahun lalu; aku juga ingat setiap detail catatan yang biasa aku salin di kelasku dulu; bahkan sampai detail-detail yang orang lain lupakan pun aku ingatkan pada mereka bahkan sampai menumbuhkan kecurigaan bahwa aku genit membuntuti mereka.

Kalau seandainya itu belum cukup, maka aku akan memberitahumu bahwa ingatanku juga tidak bisa di hapus. Orang-orang awam terus saja menggunakan alat itu untuk melupakan hal-hal yang mereka anggap pahit dalam hidup ini, tapi itu tidak pernah bekerja untukku. Sebengkok apa pun hidupku aku tetap tidak bisa melupakan setiap detail yang sudah tertanam pada otakku meskipun aku sudah menggunakan alatnya berkali-kali.

Alatnya hanya sebatas jarum suntik yang berbentuk sekecil dan selangsing jarum suntik medis biasa dengan gagang seperti pistol tangan yang juga kecil, tapi yang menjadi inti dari alat ini adalah apa yang berada di dalam alatnya. Cairan tersebut berwarna biru laut kental dengan bintik-bintik aneh perak yang di sebut nanobot. Tentu saja aku lupa memberitahumu bahwa aku hidup di tahun dan waktu yang berbeda di mana perangkat-perangkat seperti smartphone dan ipad sudah ketinggalan zaman. Di sini semua orang menggunakan cip dalam otak mereka untuk mengakses dunia digital dan menghubungi orang dari jauh, tapi tidak sekedar itu. Manusia zaman sekarang dapat mengontrol sistem syaraf otaknya sendiri secara sadar! Apa itu artinya? Itu artinya kalau kau mau kau bisa mematikan sistem syaraf yang berfungsi menyerap rasa sakit ─jadi kau tidak bisa merasakan sakit─ atau melakukan hal-hal canggih yang membuatmu tidak terkekang oleh tubuh fisikmu seperti terjun ke dunia maya selagi kau tidur.

Merekam dan mereka ulang ingatanmu seperti memutar rekaman film juga bukan hal yang aneh di zaman ini, termasuk menghapusnya. Nah, di sini di mana nanobot berperan dalam kehidupan sehari-hari. Nanobot adalah perangkat keras khusus yang berbentuk robot ─tentu saja─ yang ukurannya jauh lebih kecil dari kerikil pasir. Nanobot sebenarnya ada dalam otak kami juga, hanya yang membuat nanobot ini spesial adalah fungsinya yang hanya sekali pakai untuk menghapus ingatanmu saat kau tidur. Yang kau perlukan adalah mengatur tanggal yang kau inginkan, menyuntiknya pada lehermu, lalu dengan sekali tidur klik! Kau akan melupakan apa yang ingin kau lupakan. Sayangnya kata para dokter dan mekanik kalau sel neuron otakku terlalu tebal dan aktif sehingga nanobot biasa akan musnah terdahulu sebelum berhasil memotong ingatanku. Awalnya aku berpikir bahwa ini adalah kejelekan tersendiri, tapi lama-lama aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Lagi pula hidup tidak akan lengkap tanpa adanya tawa dan tangis yang mengimbangi. Aku rasa itu sebabnya tingkat bunuh diri di zaman sekarang cukup tinggi. Mereka tidak bisa menelan obat pahit kehidupan dan memilih untuk melupakan kepedihan dan alhasil yang tersisa hanyalah kehampaan yang ironisnya, lebih buruk dari kesedihan.

Ironi lain yang terdapat dalam kehidupan zaman ini adalah kebahagiaan yang jarang menghampiriku meskipun aku baru saja ceramah mengenai pentingnya tangis dan tawa yang mengimbangi. Terkadang rasa tegang dan putus asah mendadak bertamu padaku dalam bentuk perenungan akan eksistensi hidupku. Mempertanyakan apa tujuan dari hidupku bukanlah pertanyaan yang gampang di hadapi oleh wanita yang terjebak dengan gaji dan pekerjaan yang kurang memuaskan, atau setidaknya itulah yang aku pikirkan sebelum tanggal empat Januari terjadi.

 Satu kejadian saja terjadi pada malam hari tanggal empat Januari dua ribu lima puluh empat. Sebuah kejadian di luar dugaan bahkan jika kau tahu sedikit saja, maka kau akan di kejar sampai ujung dunia. Waktu itu pukul sembilan malam dan aku terbangun karena suara gaduh di samping rumahku. Aku hanya mengecek sebentar untuk mengetahui mengapa aku mendengar suara orang berantam malam-malam. Aku mulai mengintip dari celah kecil antara jendela dan gordenku, aku menatap dengan sebelah mata. Aku tampak melihat bayang-bayang beberapa orang di luar termasuk beberapa orang dan seorang perempuan.

Seorang pria kira-kira usia paruh baya sedang dipukuli oleh dua orang berbadan besar dan seorang gadis yang berusia kurang lebih remaja pingsan di tahan oleh satu orang lagi; aku menebak bahwa gadis tersebut adalah putri dari bapak yang sedang dipukuli. Ada satu orang yang sedang tidak memukuli seorang bapak atau memegang sang cewek. Ia memakai sebuah jas yang terlihat mahal dengan jam yang terlihat tidak kalah mahal. Ia mulai memeriksa wajah sang gadis dengan seksama, memalingkan pandangannya dari sebuah foto yang ia pegang dengan wajah sang gadis. Ia mengangguk dua kali, lalu menyuruh orang kekar itu untuk membawanya ke sebuah mobil hitam. Aku tidak bisa melihat lebih lagi karena takut tertangkap, tapi dengan gobloknya aku mulai membuka gordenku lebih sedikit lagi. Mataku berpapasan dengan pria berjas. Aku meloncat ke belakang dan mulai menelepon polisi, kemudian…

Ding… dong… ding… dong

Suara bel rumahku berbunyi memecah keheningan. Aku terdiam sejenak dengan wajah yang mulai memucat. Aku tidak bergerak, aku tetap mencoba menghubungi polisi, tapi muncul nomor tidak di kenal di layar mataku. Aku tetap diam menahan napas sambil berlari mengunci pintu kamar.

Kringggggg… kringgggg

Tetap tidak kubalas.

Kringgggg… kringggggg

Masih tidak kubalas. Aku tidak berani melakukan apa-apa, berjalan sedikit saja aku tegang membayangkan mereka yang masih menunggu di luar rumahku entah apa yang akan kulakukan selanjutnya. Rumah ini hanya berisikan aku seorang, jadi seandainya mereka berhasil menerobos maka aku akan langsung tahu. Dalam keheningan aku berjongkok di pojok kamar dengan perasaan serba salah saat bergerak, bahkan bercucuran keringat pun aku tidak berani. Aku hanya mendengar suara bel yang semakin menggaduh dan suara telepon di kepalaku yang tidak mau mati.

Ding dong ding dong ding dong ding dong kriiiinngggg… kriiiinnnggg…

Kepalaku mau pecah! Aku semakin tidak berdaya dalam melakukan apa pun dengan jantung yang berdetak kencang seiringnya meningkat dengan suara-suara yang kian memenuhi kepalaku dengan paranoia, aku memejam mata. Lalu semuanya berhenti.

***

Esoknya aku bangun persis di mana aku jongkok ketakutan. Aku mulai melangkah maju dengan perlahan dan menengok keluar jendela. Cahaya pagi hari langsung menamparku di balik gorden dan aku mulai melihat bahwa semua yang kualami bukanlah mimpi belakang. Aku melihat sebuah mobil ambulans udara yang membawa seorang pria paruh baya ke dalam angkutan dan membawanya pergi seiring para wartawan mewawancarai polisi dan penduduk setempat. Polisi dan media kini mengimbau untuk menggunakan amnesia instan untuk mereka yang merasa trauma atas kejadian tersebut karena sisanya akan diurus aparat yang bertanggung jawab, katanya. Aku menarik napas, lalu hanya menghelanya.

Aku mulai berjalan ke pintu untuk keluar melanjutkan rutinitasku sehari-hari. Aku langsung sadar bahwa ada paket tidak dikenal tergeletak di depan pintu. Aku berangan-angan mimpi yang kuharap tidak salah dan tidak nyata pada saat itu, berdoa sekarang juga untuk meninggalkanku sendirian dengan hidupku. Tapi apa dayaku, nasi sudah jadi bubur. Aku hanya melihat sekilas apa isi paket tersebut, lalu menutupnya kembali. Entah mengapa aku tidak terkejut mereka akan melakukan hal ini.

Sorenya aku pulang kerja dan langsung membuat es susu cokelat. Ini adalah salah satu ritualku saat aku pulang kerja karena capek seharian di kantor. Aku mulai berpaling sambil meminum susu cokelat, berpaling untuk melihat paket tersebut. Sekarang sudah jam setengah delapan dan hatiku makin bimbang. Tak tahan, aku langsung menghampiri paket itu dan mengeluarkan isinya. Dugaanku benar, isinya adalah amnesia instan yang memiliki perangkat tambahan, sebuah hitungan mundur dengan waktu yang hampir habis; aku tidak pernah melihat perangkat ini bahkan sekali seumur hidupku. Tidak lupa dengan waktu yang sudah di atur untuk melupakan kejadian kemarin, empat Januari dua ribu lima puluh empat. Entah bagaimana orang-orang itu mengaturnya sehingga tanggalnya tidak dapat diubah.

Tanpa pikir panjang aku langsung menyuntikannya pada leherku, kemudian membuang suntikan dan semua sampah paketnya ke depan pintuku ─bukan di tong sampah. Aku kemudian melanjutkan aktivitasku seperti biasa hingga tertidur dan untuk pertama kalinya benar-benar berharap bahwa amnesia instan ini akan bekerja.

Di dalam paketnya ada sepucuk surat yang bertuliskan darah. Firasatku langsung melayang pada sang pria paruh baya.

“Kami juga melihatmu, maksimal pukul delapan malam besok. Taruh suntikan dan seluruh sampah paketnya ke depan pintumu, bukan di tong sampah.”

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)