Cerpen
Disukai
1
Dilihat
3,756
Tetangga Pemakan Janin
Horor

Sebuah mobil dengan nuansa biru hitam itu berhenti, menarik perhatian warga sekitar yang tengah bercengkrama.

"Mobilnya bagus, yah."

"Mobilnya, bu Susi kali. "

"Ganti mobil?"

Yang mereka bicarakan lain ternyata saat melihat wanita muda turun dari mobil itu, seraya memegang perutnya.

Pasangan suami istri itu menghampiri warung kecil yang sedang penuh dengan para Ibu-ibu berkumpul.

"Dia sedang hamil? bisik salah seorang.

" Halooo, permisi. Ibu, ada air mineral? " tanya Mia pada Ibu penjaga warung.

"Ada, Neng mau berapa?

" Satu aja, Bu," sahut Mia.

Mia membayar air mineral yang ia beli, Ibu-ibu di sana tidak henti-hentinya melihat ke arah perut Mia.

"Hamil ya, Neng?" tanya si Ibu langsung.

"Eh, iya Bu," sahut Mia dengan tersenyum.

Mia dan suaminya kembali ke mobil menuju ke vila yang sebelumnya sudah jauh-jauh hari disewa oleh suaminya. Rencananya mereka akan berada di desa tersebut selama dua hari.

"Gimana ini, Bu. Ada ibu hamil disini," khawatirnya.

Obrolan Ibu-ibu kembali berlanjut apalagi dengan kedatangan Mia menjadi topik utama.

Sesampainya di vila, Mia meminta izin pada suaminya karena ingin berjalan-jalan sejenak. Sempat tidak diizinkan apalagi Mia yang bilang hanya ingin jalan sendiri, tapi karena memaksa akhirnya suaminya mengiyakan.

"Pokoknya hati-hati kata, Mas. Telpon, Mas kalau ada apa-apa, oke?" ucap Rian menepuk pelan pucuk kepala Mia.

"Iyaa, Mas iya orang aku cuma sebentar aja." Mia berlalu pergi.

Ia menyapa satu persatu warga yang berlalu lalang dengannya. Saling melempar senyuman tapi secepat itu juga senyum mereka hilang. Hilang saat melihat ternyata Mia sedang hamil.

Namun, Mia tidak menyadari hal itu ia terlalu bersemangat jalan-jalan menghirup udara pedesaan.

Mia singgah ke warung yang sempat ia beli air mineral, penampakannya tetap ramai seperti saat ia datang. Sepertinya sudah tradisi mereka suka berkumpul.

"Ibu-ibu, saya boleh ikut gabung?" tanya Mia.

"Boleh, Neng bolehh mari," sahut mereka.

Mia bergabung di sana, mengikuti obrolan para Ibu-ibu. Sampai salah satu dari mereka bertanya soal alasan kenapa Mia datang ke desa mereka.

"Oh, berarti Neng Mia pengantin baru, ya?"

"Benar, Ibu. Saya sama mas Rian belum lama menikah dan alhamdulillahnya, langsung dikasih momongan," ucap Mia penuh senang seraya mengelus hangat perut mungilnya itu.

"Maaf-maaf, ya sebelumnya, Neng Mia kenapa datangnya ke desa kami?" Pertanyaan itu membuat Mia keheranan. Apa yang salah dengan berkunjung ke desa mereka?

Melihat Mia yang bingung, lain dari mereka juga menambahkan. "Di desa ini, Neng ada rumor kalau wanita hamil dilarang ada disini," jelasnya.

Mia terdiam sejenak. "Emangnya kenapa ya? Saya sebenarnya lagi ngidam pengen di desa gitu Ibu-ibu. Jadi mutusin kesini karena dari rekomendasi mas Rian. Soalnya dulu pernah ada proyek kerja disini," jelas Mia kembali.

Datang Ibu-ibu yang kalau dilihat umurnya jauh lebih diatas dari semua Ibu-ibu yang disana, bahkan sangat jauh dari usia Mia.

"Sudah jangan didengar. Ibu hamil itu harus diajak bicara yang bagus-bagus jangan dibuat mikir yang aneh," jelasnya tanpa disuruh. Ia tersenyum pada Mia. Mia yang mendengar jawaban dari Ibu itu merasa tenang.

Mia dan Ibu-ibu lainnya kembali berbincang, saat hendak mengajak Ibu yang tadi tapi ia tidak mendapat sosoknya. "Kemana ya nenek tadi?" batin Mia.

Karena keasikan ngobrol, Mia sampai lupa kalau hari sudah menjelang sore. Ia sudah terlalu meninggalkan vila pasti sekarang suaminya sedang khawatir karena dirinya belum juga pulang. Mia izin pamit menyudahi obrolan mereka.

Ada beberapa yang menawarkan untuk diantar tapi Mia menolak karena ingin berjalan kaki saja. Di perjalanan ke vila, Mia sempat terpikir sejenak dengan salah satu perkataan Ibu-ibu soal janin yang hilang.

Namun, cepat-cepat Mia menepis pikiran itu dan hanya berasumsi bahwa mungkin janin yang pernah hilang itu sudah menjadi takdirnya. Tiba-tiba ia bertemu dengan Ibu-ibu yang ia cari tapi tidak ada.

"Loh, Nenek darimana? Tadi aku cariin di warung sana udah gak ada," ucap Mia.

Ibu yang dipanggil Nenek oleh Mia itu hanya tersenyum, tapi tiba-tiba tangannya mengelus perut Mia. Sentuhannya begitu halus sehingga Mia malah tidak merasa terganggu perutnya dipegang oleh orang asing.

"Pasti dia senang punya Ibu yang cantik seperti kamu," katanya seraya tersenyum. Tidak lama dari situ suara klakson mobil mengalihkan perhatian Mia.

Itu mobil suaminya, Rian.

"Miaaa, kamu darimana saja? Mas khawatir bangun-bangun kamu belum juga pulang," tanya Rian cepat-cepat menuntun Mia ke mobil.

"Sabar, Mas. Aku cuma ngobrol di warung yang tadi beli air mineral sama ibu-ibu disini," jelas Mia juga seperti mencari sesuatu.

"Kenapa, Sayang? Kamu cari apa?" Rian ikut mencari apa yang tidak ia tahu.

"Itu ada nenek-nenek yang ngobrol sama aku, Mas. Orangnya baik banget, kemana ya dia ...."

"Gak ada, Sayang udah ayo pulang udah mau gelap ini."

Mereka kembali ke vila. Di vila, Mia langsung mendudukkan dirinya karena kelelahan, padahal tadi ia sama sekali tidak merasa capek. Mia juga meminta air pada suaminya.

"Kan, Mas sudah bilang gak usah kemana-mana," ucap Rian.

"Iya, Mas. Mas, aku laper ...."

"Mau makan apa, Sayang? Biar, Mas masakin." Rian berjongkok seraya mengelus perut istrinya itu.

"Apa ya ... terserah, Mas aja. Masakan, Mas kan enak."

Mereka menuju dapur. Seperti layaknya pengantin baru, Mia dan Ria sesekali bercanda sambil memasak. Makan malam hari itu selesai dan memutuskan untuk tidur.

Keesokan paginya, Rian bangun lebih dulu. Ia membereskan keadaan dapur yang sempat dipakai semalam. Tidak lama dari situ, jeritan Mia yang terdengar membuat Rian langsung meninggal sapunya dan menghampiri istrinya itu.

"Mas! Massss!!" panggil Mia berulang.

"Sayang, kamu kenapa teriak-teriak begini?" tanya Rian ikut khawatir.

"Masss, anak kita Mas! Anak kita!!"

"Iyaa, anak kita ken—." Rian langsung terdiam saat melihat kondisi perut istrinya itu. "Sayang, perut kamu ...?"

Berulang kali Rian mengecek perut istrinya, begitupula dengan Mia. Mereka benar-benar shock dengan keadaan perut Mia yang rata tidak seperti sebelumnya, apa yang sebenarnya terjadi?

Bergegas, Rian membawa istrinya ke dokter. Ada salah satu tetangga yang melihat Rian dengan Mia tergesa-gesa masuk ke mobil. Ia menotice perut Mia yang sudah rata. Dari situ perbincangan soal perut Mia kembali.

Dengan tergesa-gesa, tetangga tadi menghampiri warung dengan beberapa Ibu-ibu yang tengah membeli gorengan.

"Hehh, kenapa kamu lari-lari begitu kayak habis lihat hantu?" tanya seorang.

"Itu, loh, Bu. Neng Mia yang kemarin datang, tadi saya lihat buru-buru sama suaminya masuk ke mobil." Ia mencoba mengatur napasnya sejenak.

"Ya emang napa masuk mobil."

"Perutnya itu udah rata tadi saya lihat!"

Seketika semua diam sejenak. Siapa yang sangka kejadian ini terulang lagi. Tidak jauh dari kerumunan Ibu-ibu, ada seorang wanita yang memantau sedang tersenyum senang karena ritualnya berhasil. Ibu Susi.

"Kasian ya, Mia dan suaminya."

Sementara itu, Mia tengah menangis hebat di rumah sakit desa itu karena dirinya yang kehilangan janin dalam kandungnya. 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)