Masukan nama pengguna
Hendri, si pengantar paket yang nasibnya lebih sering di-unboxing daripada paket yang diantarnya, jatuh cinta pada Sulistia, pemilik warung kopi yang senyumnya lebih manis dari gula aren. Setiap hari, Hendri mengirim pesan cinta yang puitisnya mirip lirik lagu dangdut, tapi sayangnya, Sulistia lebih sibuk melayani pelanggan daripada membalas pesannya.
"Sulistia, bidadari warung kopi, hatiku berdebar kencang setiap melihatmu, seperti paket yang hampir jatuh dari motor," tulis Hendri di suatu pesan.
Sulistia hanya membaca pesan itu sambil menggelengkan kepala, "lagi kena demam paket agaknya nih?"
Hendri tak pernah menyerah. Setiap hari, dia mengirim pesan dengan harapan suatu hari Sulistia akan membalasnya. "Mungkin Sulistia sedang sibuk, atau mungkin dia sedang merenungkan ketulusan kata-kataku," pikir Hendri, sambil membayangkan Sulistia membaca pesannya dengan mata berbinar-binar.
Suatu hari, Hendri memberanikan diri untuk menghampiri Sulistia di warungnya. "Sulistia, apakah pesanku terlalu berat untuk dibalas? Apakah kata-kataku seperti paket besar yang sulit diangkat? Harus pake cargo nih?"
Sulistia tertawa, "Bukan begitu, Hen. Tapi paketku sudah dipesan orang lain. Maaf." Seketika Sulistia menujukkan cincin dijari manisnya. Sulistia sudah bertunangan dengan orang lain. Hendri nampak paham. Ia segera melihat layar dan pergi menuju alamat berikutnya. Hendri bersiap mengunjugi dea yang kerja di apotik.