Masukan nama pengguna
Di SD Bintang Kahuripan, Randi, Yuda, dan Selvi, tiga sekawan kelas 4A, terkenal sebagai trio iseng yang suka menggoda Pak Hafidz, wali kelas mereka. Setiap habis pelajaran IPA, mereka selalu usil bertanya, “Pak, kapan nikah? Nanti undang kita, ya!” Pak Hafidz cuma nyengir sambil bilang, “Iya, kalian diundang, tapi janji nggak nakal di kelas!” Mereka cuma ketawa, nggak beneran ngarepin undangan.
Tapi, seminggu sebelum hari H, Pak Hafidz bagi-bagi undangan merah ke kelas. “Randi, Yuda, Selvi, kalian harus datang, ya! Kalian kan paling heboh nanya soal nikah!” katanya sambil tertawa. Trio sekawan ini cuma bisa melongo, muka pucat. “Serius, diundang beneran?” bisik Randi ke Yuda. Mereka excited sekaligus panik.
Pulang sekolah, Randi, Yuda, dan Selvi ngumpul di warung Bu Mutmainah, beli es lilin sambil curhat. “Gimana, Ran? Kita bawa apa? Aku nggak punya duit buat amplop!” keluh Yuda, sambil nyedot es lilin kacang hijau. Randi garuk kepala, “Aku cuma punya 5 ribu, itu buat jajan seminggu! Kado apa yang murah?” Selvi, yang paling pinter di antara mereka, usul, “Patungan aja, beli kado kecil. Tapi temen lain nggak diundang, cuma kita bertiga!”
Mereka cek dompet. Randi: 5 ribu. Yuda: 3 ribu. Selvi: koin 500-an. Total 9.500, nggak cukup buat kado yang nggak bikin malu. “Amplop kosong? Pak Hafidz pasti ngira kita pelit!” kata Randi panik. Selvi punya ide, “Bikin kado sendiri aja! Kartu ucapan dari kertas manila, kita warnain pake crayon!” Yuda ragu, “Tapi ntar tetep harus makan, kan? Aku takut malu cuma doain doang!”
Malam sebelum kondangan, mereka ngumpul di rumah Selvi. Dengan kertas manila bekas, crayon warna, dan spidol pinjaman, mereka bikin kartu ucapan. Randi nulis, “Selamat Menikah Pak Hafidz & Bu Nia, Bahagia Selamanya!” tapi hurufnya miring-miring. Selvi gambar bunga, tapi malah mirip rumput. Yuda cuma nyanyi lagu TikTok, “Cinta sampai mati~!” Hasilnya? Kartu agak amburadul tapi penuh usaha.
Minggu pagi, tiga sekawan jalan kaki ke gedung serbaguna tempat pernikahan. Randi pake kemeja kakaknya yang kegedean, Yuda pake celana pendek sekolah, Selvi pake rok adiknya yang kekecilan. Mereka bawa kartu ucapan dalam plastik kresek, muka merah saking malunya. “Yakin cuma kasih ini? Orang lain pasti bawa amplop tebal!” bisik Yuda. Selvi nyanyi pelan buat nyemangatin, “Hati-hati di hati~!” tapi Randi cuma geleng kepala.
Di gedung, aroma sate kambing dan rendang bikin perut mereka keroncongan. Tamu-tamu dewasa pake kebaya dan jas, bawa amplop tebal. Randi, Yuda, dan Selvi cuma berdiri di pojokan, megang plastik kresek. Pas ketemu Pak Hafidz, mereka serahin kartu dengan muka merah padam. “Selamat, Pak… semoga bahagia…” ucap Selvi lirih. Pak Hafidz tersenyum lebar, “Wah, kartu buatan sendiri? Keren banget, kalian kreatif!”
Mereka makin malu pas disuruh makan. “Makan gih, di sana banyak sate!” kata Pak Hafidz. Randi bisik, “Malu, Yud! Kita cuma kasih kartu!” Yuda cuma ngeluh, “Aku lapar, tapi nggak enak!” Akhirnya, Pak Hafidz dan Bu Nia, pengantin baru, ambilin piring berisi nasi, ayam goreng, dan sate kambing buat mereka. “Makan yang banyak, ya! Kalian tamu spesial!” kata Bu Nia sambil nyengir.
Trio sekawan ini akhirnya makan dengan lahap, lupa malu. Randi nyengir penuh sate, “Terima kasih, Pak! Enak banget!” Yuda nambah dua porsi, Selvi sibuk selfie sama dekorasi bunga. Pak Hafidz ketawa ngeliat mereka, “Besok-besok nggak usah iseng nanya kapan nikah, ya!”